Sabtu, 4 Oktober 2025

Pahlawan Nasional

Masinton Pasaribu: TAP MPR No XI/1998 Sebut Nama Soeharto Bermasalah

Kalau dia diberikan gelar pahlawan, nanti makna pahlawan itu jadi bergeser jauh

Editor: Johnson Simanjuntak
KOMPAS.com
Presiden Soeharto pada saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, pada tanggal 21 Mei 1998. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu angkat suara tak setuju jika Presiden Kedua RI Soeharto disematkan gelar pahlawan nasional.

"Yang berhak mendapatkan gelar Pahlawan dari negara adalah terhadap orang yang semasa hidupnya mendedikasikan diri untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia," kata Masinton yang dikenal sebagai aktivis gerakan mahasiswa tahun 1998 ini kepada Tribun, Rabu (19/5/2016).

Anggota Komisi III DPR RI Ini juga mengingatkan bahwa TAP MPR No XI/1998 tentang pemerintahan yang bersih dari KKN serta proses hukum mantan Presiden Soeharto dan kroninya.

"Dalam TAP MPR No XI/1998 sangat jelas dan tegas disebut nama individu Soeharto bermasalah secara hukum," ujarnya.

Senada, Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Adian Yunus Yusak Napitupulu tak setuju jika Presiden Kedua RI Soeharto disematkan gelar pahlawan nasional.

Mantan aktivis 1998 itu menilai, untuk gelar pahlawan harus melewati proses yang panjang, bukan hanya sekadar menjadi presiden kemudian bisa mendapatkan gelar tersebut.

"Lebih kepada apa yang dia buat saat menjadi presiden," kata Adian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/5/2016).

Ia menambahkan, banyak peristiwa khususnya terkait pelanggaran HAM dan korupsi, yang belum bisa dipertanggungjawabkan oleh Soeharto.

Bahkan ada yang belum diusut oleh hingga hari ini.

"Kalau dia diberikan gelar pahlawan, nanti makna pahlawan itu jadi bergeser jauh dari makna sejatinya," tutur Anggota Komisi VII DPR RI itu.

"Bukan lagi orang yang memperjuangkan bangsa dan negara, pahlawan bisa diartikan sebagai orang uang merampas hak-hak rakyatnya sendiri," kata dia.

Ia menyinggung kasus 1965, Peristiwa Malari, Pembantaian Tanjung Priok, dan peristiwa lainnya yang merenggut nyawa ribuan orang.

Soeharto sebagai pengambil keputusan pada era itu dianggap tak layak jika dianugerahi gelar pahlawan nasional.

"Bagaimana kita mengangkat orang yang mengambil hak tanah rakyat dan meninggalkan persoalan yang begitu besar untuk bangsa ini kita jadikan sebagai pahlawan," ucap Adian.

"Mengaburkan sejarah kalau kita jadikan pahlawan," kata dia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved