WNI Disandera Abu Sayyaf
Komisi I Sarankan Pemerintah Tak Perlu Penuhi Permintaan Abu Sayyaf
"Tindakan tegas hanya digunakan ketika perundingan mentok. Tindakan tegas yang dibangun diatas kerjasama bilateral maupun multi lateral dengan negara-
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 10 warga negara Indonesia disandera kelompok milisi Abu Sayyaf.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengungkapkan kelompok Abu Sayyaf saat ini makin terdesak dan kesulitan pendanaan.
"Mereka lakukan cara-cara pemerasan antara lain melalui penyanderaan," kata Mahfudz ketika dikonfirmasi, Selasa (29/3/2016).
Mahfudz mengatakan pemerintah tidak perlu memenuhi permintaan kelompok milisi tersebut.
Politikus PKS itu menuturkan pemerintah Indonesia dapat membuka komunikasi dengan otoritas Filippina untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Koordinasi dengan pemerintah Filipina untuk pembebasan sandera WNI," tuturnya.
Sementara Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya mengatakan pemerintah dapat menggunakan perwakilan Indonesia di Manila dibantu BIN.
Hal itu untuk membuka komunikasi denhan kelompok Abu Sayyaf.
"Tindakan tegas hanya digunakan ketika perundingan mentok. Tindakan tegas yang dibangun diatas kerjasama bilateral maupun multi lateral dengan negara-negara sahabat," ujarnya.
Sebelumnya Kepala Badan Intelijen (BIN) Sutiyoso membenarkan sebuah kapal dengan nama lambung Brama berbendera Indonesia diserang dan awak kapalnya disandera.
Pihak Intelijen mengkonfirmasi penyerangan dan penyanderaan itu.
"Betul terjadi pada hari Sabtu yang lalu," demikian disampaikan Sutiyoso, Senin (28/3/2016).
Kelompok milisi Abu Sayyaf diduga menyandera sebuah tugboat berbendera Indonesia.
Berita ini ramai dibicarakan di jejaring sosial para pelaut Indonesia.
"There's confirmed that one tugboat the name is Brahma 12 under rest by Abu Sayyaf in Philipine, the vessel from Banjarmasih with cargo coal bulk (Dipastikan bahwa satu kapal bernama Brahma 12 ditahan oleh Abu Sayyaf di Filipina. Kapal berangkat dari Banjarmasin dengan muatan batubara)," tulis pemilik akun Facebook atas nama Papae CleonClevy di lini masanya.
Papae merupakan pelaut Indonesia asal Sulawesi Utara.
Kapal yang dimaksud adalah Brahma 12.
Sebelumnya, Papae juga mengunggah hasil potret layar laman Facebook Peter Tonsen Barahama yang merupakan nakhoda kapal tersebut.
Dalam port clearence yang beredar disebutkan bahwa tugboat tersebut bertolak dari Banjarmasin menuju Filipina pada tanggal 15 Maret 2016.
Kapal tersebut mengangkut muatan coal in bulk (batubara) dengan 16 kru. Kapal dilaporkan dibajak pada Sabtu (26/3/2016).
"Kapten kapal itu bernama Opo, panggilan akrab dari Peter. Dia berasal dari Sangihe, Sulawesi Utara," ujar Welmy Loway, salah satu pelaut asal Sangihe, Senin (28/3/2016).
Dengan membagi informasi bersama jejaring pelaut Indonesia lainnya, mereka berharap kejadian ini mendapat perhatian dari Kementerian Luar Negeri dan pihak terkait lain.
Belum ada pihak yang secara resmi bisa dimintai konfirmasi terkait pembajakan kapal Indonesia tersebut.
Namun, menurut informasi terakhir, para kru kapal sudah diturunkan ke darat dan para pembajak meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau setara Rp 14,2 miliar.