Operasi Tangkap Tangan KPK
Mahkamah Agung: Aneh Ada Permintaan Penundaan Salinan Putusan
penundaan pengiriman salinan putusan adalah aneh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung mengaku heran terkait suap yang melibatkan Kepala Sub Direktorat Kasasi Perkara Perdata, Andri Tristianto Sutrisna.
Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhadi, mengatakan penundaan pengiriman salinan putusan adalah aneh karena petikan putusan sebelumnya sudah dikirimkan sebelumnya ke pengadilan pengaju pada September 2015.
"Memang ini agak aneh. Karena putusan ini kan sudah diambil pada bulan September, kemudian petikan putusannya sudah dikirim ke pengadilan pengaju," kata Suhadi saat dihubungi Tribun, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Menurut Suhadi, bermodalkan petikan putusan tersebut sebenarnya sudah bisa dilaksanakan eksekusi putusan.
"Berdasarkan petikan itu sudah bisa dilaksanakan eksekusi. Jadi apa perlu penundaan pengiriman," kata Suhadi.
Suhadi mengatakan biasanya satu perkara di Mahkamah Agung akan rampung dalam waktu tiga bulan.
Salinan putusan akan dikirimkan usai pemeriksaan dari panitera hingga hakim yang memutus perkara itu.
"Salinan itu akan dikirim karena itu melalui proses yang sangat ketat, koreksi dari panitera pengganti, koreksi oleh hakimnya. Kemudian dikirim kalau sudah dipandang tidak ada kesalahan," tukas Suhadi.
Sebelumnya, KPK menangkap Andri di rumahnya usai menerima suap Rp 400 juta dari Direktur PT Citra Gading Asritama (CGA) Ichsan Suaidi.
Suap tersebut guna penundasan salinan putusan kasasi dengan terdakwa Ichsan.
Tidak berselang lama, KPK menetapkan keduanya bersama seorang pengacara Awang Lazuardi Embat sebagai tersangka.
Awang sendiri adalah perantara Ichsan dengan Andri.
Selain uang Rp 400 juta, KPK juga menyita uang Rp 500 di dalam koper.
Belum diketahui apakah uang tersebut berkaitan dengan kasus suap yang menimpa Andri.