Insiden Batik Air, Politisi PKS Nilai Yogya Butuh Bandara Baru
Anggota Komisi I DPR Sukamta angkat bicara mengenai insiden tergelincirnya Pesawat Batik Air di Bandara Adisucipto, Yogyakarta.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR Sukamta angkat bicara mengenai insiden tergelincirnya Pesawat Batik Air di Bandara Adisucipto, Yogyakarta.
Sukamta merupakan anggota DPR dari Daerah Pemilihan (Dapil) Yogyakarta.
"Kita belum tahu pasti apa penyebab tergelincirnya Batik Air. Tapi kemungkinan karena kombinasi beberapa faktor seperti landasan yang memang licin saat hujan, ditambah lagi landasan yang bisa dikatakan tidak panjang, sehingga pilot ketika mendaratkan pesawat langsung mengerem secara kuat. Kalau landasan basah oleh hujan, lalu mengerem secara kuat, ya sangat mungkin untuk tergelincir," kata Sukamta melalui pesan singkat, Minggu (8/11/2015).
Sukamta menilai sulitnya memperpanjang landasan skarena bangunan di sekitar Adi Sucipto memang sudah padat. Ditambah lagi di sisi timur terkendala adanya bukit Boko yang merupakan prasasti sejarah yang tidak bisa begitu saja diratakan.
"Alternatifnya ya memang dengan menambah bandara baru di area baru," kata Politikus PKS itu
Menurut Sukamta, Bandara Adi Sucipto akan terus menampung beban yang kian bertambah. Data jumlah penumpang pada tahun 2013 saja sudah mencapai 5 juta orang. Ini menyebabkan penumpukan. Menurut data statistik jumlah penumpang di Bandara Adisucipto terus meningkat dari waktu ke waktu. Banyak maskapai penerbangan yang ingin menambah jumlah penerbangan dari dan menuju Yogyakarta terpaksa ditolak karena keterbatasan lahan yang sempit.
Sukamta menambahkan bahwa dengan kondisi lalu lintas take off dan landing saat ini saja banyak pesawat yang terpaksa berputar sekitar 20 menit sebelum landing karena menunggu antrian. Hal itu, katanya, jelas sangat merugikan waktu dan kenyamanan penumpang. Sedangkan bagi maskapai masih harus berpikir dengan meningkatnya cost bahan bakar. Belum lagi kondisi di dalam ruang tunggu atau ruang kedatangan yang sangat padat. Bahkan jumlah calon penumpang sepertinya terkadang lebih banyak daripada jumlah tempat duduk.
"Panjang runway bandara Adisucipto yang hanya sekitar 2.200 m, termasuk pendek untuk pendaratan pesawat besar seperti pesawat internasional, serta keterbatasan tempat parkir pesawat. Karenanya, kita memang butuh bandara baru," ujarnya.
Namun, ia mengakui untuk merealisasikan pembangunan bandara baru tersebut menghadapi hambatan yang tidak mudah, khususnya terkait pembebasan tanah. Di negara-negara berkembang salah satu hambatan pembangunan adalah soal pembebasan lahan.
"Ya mudah-mudahan insiden Batik Air ini membuka hati kita semua bahwa Yogyakarta memang butuh bandara yang baru dengan luas yang memadai. Semoga juga jadi cambuk untuk kita memperjuangkannya bersama-sama," imbuhnya.