Di Negara Manapun, Presiden Dilindungi Undang-Undang
Menurut Karding, sebuah aturan maupun perundang-undangan mestinya mengacu pada Pancasila dan UUD 1945
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berbagai kalangan berpendapat di negara manapun, kedudukan presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dijaga martabatnya dengan sebuah aturan, begitu juga bendera dan bahasa.
Demikian rangkuman pendapat yang dikemukakan anggota Komisi III DPR RI dari F-PKB, Abdul Kadir Karding dan Tarman Azzam selaku pembina PWI Pusat dalam diskusi media yang digelar Kaukus Muda Indonesia atau KMI di Hall Dewan Pers jalan Kebon Sirih No.32-34, Jakarta, Rabu (23/9/2015).
Menurut Karding, sebuah aturan maupun perundang-undangan mestinya mengacu pada Pancasila dan UUD 1945, bukannya dibuat atas kepentingan individu atau kelompok tertentu.
"Karena itu, DPR sedang mengkaji semua UU, terutama yang lahir di era reformasi yang melindas nilai-nilai dasar kebangsaan itu," ujarnya.
Menurut politisi PKB ini, pengkajian juga akan dilakukan terhadap pasal penghinaan presiden yang sebelumnya dihapus Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 tercantum pada Pasal 134, 136 bis, dan 137 KUHP yang memang tidak diatur dalam UUD 1945.
"Problemnya, bagaimana merumuskan pasal-pasal penghinaan tersebut agar tidak menjadi pasal karet dan melanggar dasar-dasar kebebasan?," katanya.
Padahal, kata Karding, presiden sebagai simbol negara harus dijaga martabatnya dengan sebuah aturan, yakni melalui pasal penghinaan, begitu juga bendera dan bahasa. Sebab kalau presiden tidak dilindungi dengan pasal-pasal penghinaan, bagaimana jadinya bangsa ini?.
"Kepala Negara lain saja, kalau dihina di Indonesia, negara bersangkutan pasti bereaksi. Lalu, bagaimana jadinya kalau Presiden RI dihina tapi tidak bisa diproses secara hukum?" ujarnya.
Dalam kesempatan sama, Tarman Azam selaku pembina PWI pusat menegaskan jika bagi pers, ada atau tidaknya pasal penghinaan tersebut bukan persoalan.
Namun, dia mengingatkan kalau di negara manapun pasal perlindungan terhadap presiden tetap harus ada.
"Jadi buat kami dari tidak menjadi soal mau dihidupkan kembali atau tidak pasal penghinaan itu. Setahu saya di negara manapun, ada aturan yang melindungi kepala negaranya," katanya.