Kamis, 2 Oktober 2025

Gus Sholah: Polri dan Kejaksaan Harus Ada di Komisioner KPK

Gus Sholah menyambut baik rekomendasi Mabes Polri kepada dua jenderal polisi aktif untuk masuk dalam seleksi calon pimpinan KPK.

Penulis: Sugiyarto
zoom-inlihat foto Gus Sholah: Polri dan Kejaksaan Harus Ada di Komisioner KPK
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Sholahudin Wahid (kanan)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Sholahudin Wahid atau biasa dipanggil Gus Sholah mengemukakan, sudah seharusnya ada unsur Polri dan Kejaksaan ada di posisi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Karena itu, Gus Sholah menyambut baik rekomendasi Mabes Polri kepada dua jenderal polisi aktif untuk masuk dalam seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Ini menunjukkan kalau ada niatan baik di dalam Polri," kata Gus Sholah, di Surabaya, Selasa (16/6/2015).

Menurut Gus Sholah, yang dimaksud pimpinan itu kan Komisioner KPK. Harusnya ada kearifan pihak yang memiliki kewenangan politik untuk memilih pimpinan KPK, untuk selalu memasukkan dua unsur ini, Polri dan Kejaksaan,” katanya.

Apa yang terjadi belakangan ini, menurut Gus Sholah, menunjukkan bahwa ada persoalan yang mendasar di dalam hukum Indonesia. Bahwa, tidak ada institusi hukum yang bisa disebut bersih.

“Semuanya memiliki persoalan. Masalahnya, kita tidak bisa membiarkan ini berlarut. Harus segera diubah, karena ini menyangkut nasib bangsa,” kata Gus Sholah.

Karena itu, dalam proses seleksi calon pimpinan KPK oleh Pansel KPK, Gus Sholah melihat perlu kearifan untuk memasukkan dua unsur ini.

“Dulu, ada unsur Polri dan Kejaksaan. Ada Pak Ruki, ada Pak Bibit Samad. Ada juga Pak Tumpak. Saya tidak tahu apa persoalan hukum Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Tapi, yang terjadi ini menjadi pelajaran bahwa kita tidak menjadikan hukum lepas dari substansinya,” kata Gus Sholah.

Apalagi, persoalan penyelidik dan penyidik dari Polri sudah menjadi pertimbangan hakim dalam gugatan praperadilan.

“KPK ini lembaga ad hoc . Tidak bisa dibiarkan terus. Sampai kapan? Harus jelas masa berakhirnya. Setelah itu, kita kembalikan kepada lembaga hukum sesuai Undang-undang,” katanya.

Gus Sholah tidak menampik soal pembentukan KPK karena alasan darurat korupsi.

“Ya, dulu kan memang begitu niat dasar pembentukannya. Karena kedua lembaga yang ada dinilai tidak mampu melakukan pemberantasan korupsi. Tapi sampai kapan? Apa akan dibiarkan berlarut begini,” katanya.

Yang jelas, saat ini semua bisa dinilai dari kinerjanya. “Kalau memang ada peningkatan kinerja, saya kira rakyat atau publik akan bisa menerima,” katanya. (**)

Aneh, Pansel Capim KPK Koq Jemput Bola?

JAKARTA - Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK mulai tanggal 16-22 Juni akan mengunjungi sejumlah kota untuk melakukan sosialisasi terkait seleksi calon pimpinan KPK.

Langkah jemput bola ini diharapkan dapat mendorong lebih banyak lagi orang untuk mendaftar. Kota-kota yang akan dikunjungi antara lain, Padang, Yogyakarta, Medan, Balikpapan, Semarang, Pontianak, Bandung, Malang, dan Depok.

Rencana Pansel Capim KPK jemput bola ke daerah-daerah ini menuai kritik dari Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI). Menurut Ketua PMHI, Fadli Nasution, keliling daerah yang akan dilakukan Pansel Capim KPK ini tidak efektif dan pemborosan.

"Tidak perlu banyak orang yang mendaftar Capim KPK, karena KPK tidak sedang membuka lowongan pekerjaan. Pimpinan KPK yang cuma 5 orang itu, bukan profesi apalagi lapangan kerja yang perlu diincar banyak pelamar," kata Fadli di Jakarta, Selasa (16/6/2015).

Dijelaskan Fadli, KPK adalah lembaga anti korupsi yang dibentuk khusus dengan UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Fadli menegaskan, tugas utama dibentuknya lembaga ini yaitu untuk melakukan penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi (tipikor).

Dalam UU Nomor 30/2002 tentang KPK sudah diatur dengan jelas syarat dan kriteria Pimpinan KPK, yaitu Pasal 21 ayat (5) UU KPK menegaskan bahwa Pimpinan KPK adalah Penyidik dan Penuntut Umum. Berdasarkan ketentuan di dalam KUHAP dan UU Kejaksaan, penyidik dan penuntut umum perkara tindak pidana korupsi adalah kepolisian dan kejaksaan, terang Fadli.

Diingatkan Fadli, jika Pimpinan KPK yang baru nantinya di luar kepolisian dan kejaksaan, justeru akan kesulitan dalam menjalankan tugas dan fungsinya karena masih harus belajar lagi tentang penyidikan dan penuntutan, hal ini berpotensi menimbulkan abuse of power di KPK.

Kami menyarankan kepada Pansel Capim KPK, tidak usah jauh-jauh keliling daerah, cukup menemui Pimpinan Kepolisian dan Kejaksaan, minta anggota terbaiknya di bidang penyidikan dan penuntutan untuk diseleksi sebagai calon Pimpinan KPK, tutup Fadli. (**)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved