Kamis, 2 Oktober 2025

Penangkapan Bambang Widjojanto

Dua Tahun Lalu Waketum PAN Pernah Minta Bambang Widjojanto Jelaskan Sengketa Pilkada Kobar

Dradjad Wibowo tak lama pasca penangkapan Akil Mochtar saat masih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu, ditangkap KPK

Editor: Rachmat Hidayat
Tribunnews/Dany Permana
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (tengah) 

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA -Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Ronny F Sompie, Jumat (23/1/2015) menjelaskan, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap berdasarkan laporan masyarakat pada 15 Januari 2015, atas kasus menyuruh saksi menyampaikan saksi palsu dalam sidang Pilkada Kotawaringin Barat di MK pada 2010.

"Pemeriksaan saksi ada bukti dokumen yang jadi bukti surat, dan keterangan ahli," ujar Sompie.

Tiga tahun lalu, Wakil Ketua Umum DPP PAN Dradjad Wibowo tak lama pasca penangkapan Akil Mochtar saat masih menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu, ditangkap KPK. Dradjad mengungkapkan, penangkapan Akil Mochtar seakan telah membuka kotak pandora tentang rumor jual beli sengketa pilkada di MK. Ia menyatakan, beberapa kali partainya sudah dirugikan keputusan MK.

"Menurut hemat saya aneh. Karena itu, penangkapan Akil telah menghancurkan sisa-sisa kepercayaan terhadap MK dalam kasus sengketa pilkada," ujar Dradjad dalam pernyataannya kepada Tribunnews.com, Senin (7/10/2013) lalu.

Dradjad kemudian mendesak para hakim MK berani membuat terobosan hukum, mengoreksi keputusan-keputusan MK yang salah dan atau patut dicurigai tercemari korupsi di masa lalu. "Menjadi semacam pertobatan nasuha bagi MK," tegas Dradjad.

Dradjad saat itu meminta kepada MK untuk membatalkan Putusan MK Nomor 45/PHPU.D-VIII/2010 yang diputuskan dalam Sidang Pleno hari Rabu tanggal 7 Juli 2010. Dalam keputusan sengketa pilkada Kotawaringin Barat ini, MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1 yaitu H. Sugianto dan H. Eko Soemarno SH yang diusung PDIP, PAN dan Gerindra.

Dalam putusan itu MK langsung memerintahkan KPU Kobar menetapkan Dr H. Ujang Iskandar ST MSi dan Bambang Purwanto S.ST sebagai Bupati dan Wakil Bupati.

Dradjad memaparkan, ada tiga alasan yang sangat kuat untuk membatalkan Putusan tersebut. Pertama, putusan tersebut telah tercemari oleh kesaksian palsu.

Pada tanggal 16 Maret 2011 PN Jakarta Pusat memutuskan salah satu saksi Ujang-Bambang, yaitu Ratna Mutiara, terbukti bersalah melakukan tindak pidana Sumpah Palsu dalam sengketa pilkada Kobar di MK. PN Jakpus menjatuhkan pidana penjara 5 bulan.

"Kasus Sumpah Palsu ini bernomor perkara 02197/PID.B/2010/PN.JKT.PST, didaftarkan hari Rabu 22 Desember 2010," ujarnya.

Kedua, sambungnya, masih ada saksi lain yang juga mencabut kesaksian, meskipun proses hukum mereka belum tuntas karena satu dan lain hal.

"Ketiga, MA telah membatalkan SK Mendagri tentang pengangkatan Bupati dan Wabup Kobar dengan menolak kasasi Mendagri dan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto. Perkara kasasi dng nomor 452 K/TUN/2012 tersebut diputus MA pada 22 Januari 2013," Dradjad menegaskan.

"Selain itu, kasus ini juga menyenggol individu pimpinan KPK. Di sini saya mendesak salah satu pimpinan KPK, yaitu DR Bambang Widjojanto SH, untuk memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat terkait kasus ini," ujarnya.

"Panel Majelis Hakim sengketa pilkada Kobar tersebut dipimpin oleh Akil Mochtar. Bambang menjadi kuasa hukum Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, bersama-sama dengan Iskandar Sonhaji, Diana Fauziah dan Hermawanto dari Kantor Widjojanto, Sonhadjo & Associates," Drajad menambahkan.

Dradjad kemudian mempertanyakan, bagaimana tanggung jawab Bambang Widjojanto terhadap kesaksian palsu dalam sidang MK? Apa yang Bambang, kata Dradjad ketahui, tentang hal ini sebelum persidangan?

"Siapa yang mengatur kesaksian tersebut? Kuasa hukum menghadirkan saksi. Jadi, mereka bertanggung jawab memastikan kebenaran kesaksian, tegasnya.

Dijelaskan kembali, karena kasus ini terjadi sebelum Bambang Widjojanto menjabat pimpinan KPK.

Tentu, imbuihnya, KPK tidak ikut bertanggung jawab. Namun mengingat kesaksian palsu adalah hal serius, sebaiknya pimpinan KPK yang lain mempertimbangkan Komite Etik KPK memeriksa hal ini.

"Apalagi dengan tertangkapnya Akil, wajar jika timbul keraguan terhadap integritas panel hakim pimpinannya," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved