Kamis, 2 Oktober 2025

Sidang Akil Mochtar

Akil Mochtar Minta Maaf kepada MK dan Seluruh Hakim Indonesia

"Saya memohon maaf kepada institusi saya MK, kepada seluruh profesi hakim dan bangsa dan negara ini," kata Akil saat membacakan pledoinya.

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Y Gustaman
TRIBUN/DANY PERMANA
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar (kanan) menjalani persidangan dengan agenda pemeriksaan terdakwa kedua di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (5/6/2014). Akil didakwa karena diduga menerima suap dalam pengurusan sengketa pilkada di MK. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akil Mochtar mengklaim tidak memiliki niatan buruk menghancurkan lembaganya yakni Mahkamah Konstitusi (MK). Dia juga mengklaim tidak punya niat menghancurkan demokrasi di Indonesia.

Dalam nota pembelaan pribadinya (pledoi), Akil menyampaikan maaf karena perbuatannya telah menimbulkan anggapan seperti yang dituduhkan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya memohon maaf kepada institusi saya MK, kepada seluruh profesi hakim dan bangsa dan negara ini," kata Akil saat membacakan pledoinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (23/6/2014).

Meski begitu Akil merasa bahwa ada perlakuan tidak adil terhadap dirinya. Setelah jaksa menyatakan dirinya selaku terdakwa tidak kooperatif, tidak mengakui kesalahan dan tidak menyesali perbuatan.

"Justru penuntut umum yang telah mempolitisir sedemikan rupa dengan mengobral hal-hal yang didakwakan, tidak mengambil saksi-saksi yang berpotensi menguntungkan saya sebagai terdakwa," kata Akil.

Karena perbuatannya, jaksa menuntut Akil pidana penjara seumur hidup. Jaksa juga mewajibkan Akil membayar denda sebesar Rp 10 miliar. Bahkan, jaksa menjatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak dipilih dan memilih.

Tuntutan seumur hidup kepada Akil adalah kali pertama yang dilajukan jaksa KPK. Jaksa Pulung Rinandoro menjelaskan, tuntutan demikian tinggi memang pantas untuk Akil, mengingat posisinya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kita berpendapat perbuatan Ketua MK tidak layak seperti itu (menerima suap dan melakukan pencucian uang)," kata Pulung yang ditemui usai membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin pekan lalu.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved