Anggota DPR Nilai Penangkapan Tongkang Pengekspor Timah Janggal
Mahfudz mengatakan, kasus penyelundupan timah illegal dari Batam menuju Singapura harus diserahkan Ditjen Bea Cukai.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq menilai kasus penyelundupan timah illegal dari Batam menuju Singapura oleh TNI AL terhadap kapal tongkang bermuatan timah yang dikawal oleh aparat kepolisian pada 7 Maret lalu dinilai janggal.
(Bakorkamla) diimbau secepatnya turun tangan menangani kasus ini agar tidak terjadi pergesekan antara TNI AL dengan instansi lain baik Ditjen Bea Cukai maupun kepolisian.
Mahfudz mengatakan, kasus penyelundupan timah illegal dari Batam menuju Singapura harus diserahkan kepada instansi yang berwenang menanganinya, dalam hal ini Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai.
Sehubungan dengan kejanggalan atas inisiatif TNI AL yang menangkap kapal tongkang bermuatan timah di perairan Batam itu, Komisi I urainya juga berancana mengundang Bakorkamla ke DPR untuk membahas sinergi antarinstansi yang berwenang di perairan Indonesia.
"TNI AL juga berwenang mengamankan perairan Indonesia tidak hanya dari ancaman asing tapi juga mencegah terjadinya pelanggaran hukum di perairan kita. Tapi dalam kasus ini TNI AL sesudah menangkap seharusnya menyerahkannya kepada Bea Cukai. Gakumnya Bea Cukai-lah yang berwenang," kata Mahfudz, Kamis (3/4/2014).
Seperti diberitakan, Komandan Pangkalan Angkatan Laut Batam Kolonel Laut Ribut Eko Suyatno mengungkapkan instansinya hingga saat ini masih menelusuri pelanggaran dan tetap menahan 58 kontainer berisi timah ilegal.
Adapun timah berbentuk solder, anode, dan billet senilai US$ 33,4 juta atau Rp 378 miliar itu akan diekspor ke Singapura dengan menggunakan kapal tongkang Bina Marine 76 yang berlayar dari pelabuhan laut Pangkal Balam, Bangka Belitung. Penahanan peti kemas itu sendiri dilakukan setelah Kolonel Ribut mengundang instansi lain, di antaranya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, PT Surveyor Indonesia, dan Bursa Komoditi Derivatif Indonesia guna menganalisis sah-tidaknya timah itu diekspor.
Informasi diberikan dari salah satu pihak diundang, penahanan menjadi sensitif lantaran kapal tersebut berlayar di bawah kawalan anggota Direktorat Polisi Air dan Udara berseragam serta bersenjata lengkap.
"Karena Gakumnya ada di Bea Cukai maka proses penyelidikan dan seterusnya menjadi kewenangan Bea Cukai. TNI AL hanya memastikan bahwa penangkapan itu memiliki dasar hukum dan selanjutnya Bea Cukai melakukan tugas dan fungsinya," kata politisi dari fraksi PKS itu.
"Untuk itulah kita berencana mengundang Bakorkamla sehingga mereka bisa menghadirkan Kementerian Pertahanan maupun Kementerian Keuangan, agar tidak ada tumpang tindah kewenangan di kemudian hari," tambah Mahfudz.
Sebelumnya Laksma Untung Surapati menuturkan bahwa TNI AL memilki kewenangan melakukan penegakan hukum di laut. Hal ini bahkan ditegaskannya diatur dalam UU.
"TNI AL berwenang melakukan penegakan hukum di laut," kata Untung yang berdasarkan Keputusan Panglima TNI Nomor: Kep/207/III/2014 menempati posisi baru dari Kadispenal menjadi TA. Pengkaji Bidang Sismennas Lemhannas.
Di pihak lain, Direktur Program Imparsial Al Araf mengemukakan, bila ruang lingkup pengawalan yang dilakukan oleh polisi itu resmi secara hukum, maka TNI AL seharusnya bukan melakukan penangkapan tetapi berkoordinasi terlebih dahulu.
"Apalagi persoalan legal atau tidak tentang timah di kapal itu masih kontroversi. Menjadi aneh jika TNI melakukan tindakan tangkap tangan di laut sementara terdapat polisi yang sedang mengawalnya. Jangan sampai persoalan legal atau tidak hanya menjadi bahan politisasi dalam penangkapan," kata Al Araf saat dihubungi, Rabu (2/4/2014).
"Tindakan Komandan Pangkalan AL Batam patut dipertanyakan karena kasus ini masih abu-abu dimna secara hukum masih konstroversi legal or tidaknya timah itu dan apalagi ada polisi yang mengawalnya. Harusnya yang dilakukan komandan melakukan koordinasi terlebih dahulu untuk memperjelas kasus ini," imbuhnya.
Al Araf mengingatkan perlu ada kejelasan dari beberapa instansi untuk memperjelas kasus ini.
Disisi lain kasus ini menurutnya menjadi pelajaran penting bagi semua institusi yang menjaga keamanan laut untuk meningkatkan koordinasi di wilayah laut.