MK Tolak Status Istimewa Keluarga Keraton Surakarta
Harapan keluarga keraton Surakarta (Solo) untuk mendapatkan status daerah istimewa layaknya Daerah Istimewa Yogyakarta pupus
Penulis:
Eri Komar Sinaga
Editor:
Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Harapan keluarga keraton Surakarta (Solo) untuk mendapatkan status daerah istimewa layaknya Daerah Istimewa Yogyakarta pupus. Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan keluarga keraton dalam uji materi pembentukan provinsi Jawa Tengah.
Pasalnya, pemohon dalam uji materi tersebut dinyatakan tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) sehingga permohonan pemohon tidak dipertimbangkan Mahkamah.
"Para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo. Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Konstitusi, Hamdan Zoelva, saat membacakan sidang putusan di ruang sidang utama, Jakarta, Kamis (27/3/2014).
Para pemohon dalam uji materi tersebut adalah Gusti Raden Ayu Koes Isbandiyah, putri Susuhunan Paku Buwono XII dan KP Dr Eddy S Wirabhumi, ketua umum Paguyuban Kawula Keraton Surakarta (Pakasa).
Dalam pendapatnya, Mahkamah menimbang para pemohon bukan lah subjek hukum yang dapat mewakili dan mengatasnamakan Kasunan Surakarta. Meskipun pemohon I adalah putri kandung Susuhunan Paku Buwono XII, masih banyak anak kandung lannya dari PB XII sebagai ahli waris yang sah.
"Dengan demikian pemohon I tidak dapat bertindak dengan sendirinya mengatasnamakan ahli waris yang lan dari Susuhunan Paku Buwono XII sehingga seharusnya perlu diperjelas oleh Pemohon I apakah ahli waris Keraton Surakarta menghendaki permohonan yang sama, sedangkan tidak ternyata Pemohon I memperoleh kuasa hukum dari ahli waris yang lain," ujar anggota majelis Arief Hidayat.
Sementera untuk Pemohon II, Mahkamah menilaai pemohon II tidak memiliki kerugian konstitusional sebagaimana dipersyaratkan oleh putusan MK.
Menurut Mahkamah, berlakunya Undang-Undang Nomor 10/1950 tidak serta merta dapat menghambat pengembangan dan pelestarian budaya Jawa yang bersumbe dari Keraton Surakarta.
Pengembangan budaya Jawa bersumber Keraton Surakarta sebenarnya telah dilaksanakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Walau permonannya tidak diterima, pemohon mengatakan akan tetap memperjuangkan hak istimewa Kota Surakarta.
"Kami berencana untuk mengajukan ini lagi. Ini kan hanya masalah legal standing (kedudukan hukum), kami akan melengkapi itu," kata Eddy usai sidang.