KPK Diminta Usut Praktik Mafia Pupuk
Karyono Wibowo, pengamat kebijakan publik dari Indonesian Public Institute, meminta KPK mengusut dugaan mafia pupuk.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Karyono Wibowo, pengamat kebijakan publik dari Indonesian Public Institute, meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan mafia pupuk.
Permintaan Karyono menanggapi temuan Serikat Pekerja BUMN Bersatu, yang mengindikasikan adanya penyimpangan anggaran subsidi pupuk di Petrokimia Gresik, yang diduga melibatkan Arifin Tasrif, mantan Direktur PT Petrokimia Gresik periode 2001-2010. Menurutnya, masalah pupuk sangat penting dan fundamental bagi kehidupan petani.
"Bila ada indikasi kerugian negara, KPK harus menindak tegas mafia pupuk" ujar Karyono dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Senin (16/9/2013).
Diberitakan sebelumnya, Prakoso Wibowo, Ketua Harian FSP BUMN Bersatu menyatakan, ada sejumlah kejanggalan dalam subsidi pupuk.
Pada semester II Tahun Anggaran 2006, papar Prakoso, BPK memeriksa anggaran Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi tahun 2006 di Petrokimia Gresik.
Pemeriksaan dilakukan untuk menilai kewajaran anggaran HPP pupuk bersubsidi, dan anggaran subsidi pupuk yang diajukan PT PKG.
Pemeriksaan atas anggaran HPP pupuk urea bersubsidi PT PKG tahun 2006 sebesar Rp 655,19 miliar, menghasilkan koreksi sebesar Rp 135,26 miliar, sehingga HPP menjadi Rp 519,92 miliar atau Rp 1,51 juta per ton.
Harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah adalah Rp 402,61 miliar, untuk penyaluran pupuk bersubsidi sebanyak 344.674,00 ton. Sehingga, jumlah anggaran subsidi pupuk urea hasil pemeriksaan sebesar Rp 117,31 miliar.
Hasil pemeriksaan BPK atas Laporan keuangan PT PKG Tahun Buku 2004, mengungkapkan temuan-temuan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan pengendalian internal.
Hingga semester II TA 2006, terdapat tiga temuan senilai Rp 7,45 miliar, dan 1,17 juta dolar Amerika Serikat (AS) yang belum selesai ditindaklanjuti.
Wibowo menjelaskan, temuan tersebut di antaranya penjualan pupuk senilai Rp 5,69 miliar, yang tidak sesuai ketentuan Perjanjian Fasilitas Kredit Ketahanan Pangan.
penjualan jasa kepada PT Petro Oxo Nusantara (PON), berpotensi merugikan perusahaan sebesar 1,17 juta dolar AS. (*)