RUU KUHP
PKS Sayangkan Pasal Penghinaan Presiden Masuk Draf Revisi
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Indra menyayangkan dimasukkannya pasal tentang delik pidana penghinaan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Indra menyayangkan dimasukkannya pasal tentang delik pidana penghinaan presiden dalam draf perubahan KUHP (Pasal 265).
Sebelumnya seperti diketahui, Pasal penghinaan presiden di KUHP sudah pernah di Judical Review. Dan mahkamah kosntitusi (MK) telah mencabut pasal-pasal terkait penghinaan Presiden tersebut.
"Tentunya pemerintah harus patuh dengan keputusan MK yang sudah membatalkan pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Sebagai pelaksana putusan pengadilan, pemerintah tak boleh abai dan arogan memaksakan pasal tersebut dihidupkan/dimasuk kembali ke dalam RUU KUHP," ujarnya kepada Tribunnews.com, Senin (8/4/2013).
Apabila pasal ini dipaksakan masuk, maka ini patut diduga sebagai upaya untuk membungkam sikap-sikap kritis masyarakat kepada pemerintah (presiden). Selain itu untuk upaya mengekang kebebasan berpendapat masyarakat di muka umum ini jelas sbg bentuk kemunduran berdemokrasi yang belakangan sudah berkembang di Indonesia pasca runtuhnya Orde Baru.
Dia tegaskan, Pasal penginaan presiden berpotensi mengembalikan pemeritahan yang represif dan otoriter.
Menurutnya lagi, penggunaan kata 'menghina', jelas-jelas rancu, lentur dan pasal karet. Tafsir bisa luas dan disalahgunakan, serta dapat berdampak negatif pada demokratisasi Indonesia.
"Menurut saya, harga diri presiden dibangun berdasarkan kebijakan yang pro rakyat, program-program yang bisa mensejahteraan rakyat, penegakkan hukum, pemberantasan korupsi, pemberantasan narkoba, pemberantasan premanisme, dan sebagainya," katanya.
Oleh karena itu pasal penghinaan Presiden dalam draf perubahan RUU KUHP sebaiknya di hapus, atau setidakidnya dikonstruksi ulang redaksinya.