Neneng Diadili
Dituntut 7 Tahun Penjara Neneng Siapkan Pembelaan
Neneng Sri Wahyuni mengajukan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan tujuh tahun penjara yang diajukan jaksa penuntut umum.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa korupsi proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Neneng Sri Wahyuni mengajukan nota pembelaan atau pledoi atas tuntutan tujuh tahun penjara yang diajukan jaksa penuntut umum.
"Kami akan menyiapkan pledoi dari penasihat hukum dan juga pledoi pribadi dari terdakwa," ujar salah satu penasihat hukum setelah berkonsultasi dengan Neneng di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Selasa (5/2/2013).
Neneng sendiri enggan memberikan komentar ketika ditanya hakim ketua Tati Hardiyanti apakah akan menyampaikan sesuatu terkait tuntutan jaksa penuntut umum. "Cukup yang mulia," ujar Neneng pendek.
Dalam tuntutannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Selasa (5/2/2013), jaksa mengenakan Neneng telah melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Neneng Sri Wahyuni dengan pidana penjara selama tujuh tahun dikurangi selama berada dalam tahanan dan pidana denda Rp 200 juta, subsidair pidana kurungan pengganti selama enam bulan," ujar jaksa Guntur Ferry saat membacakan amar tuntutan.
Neneng juga dihukum dengan membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yakni sebesar Rp 2.660.613.128.
Apabila Neneng tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memeroleh kekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita jaksa dan dapat dilelang untuk menutupi uang pengganti. Jika tetap tak cukup, dipidana penjara dua tahun.
Salah satu alasan yuridisnya, jaksa menilai Neneng melawan hukum berdasarkan fakta persidangan karena selaku Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, telah memerintahkan Marisi Matondang dan Mindo Rosalina Manullang meminjam bendera lima perusahaan untuk menyelesaikan proyek PLTS.
Dalam pemenangan proyek ini, Neneng terseret karena telah memberikan dan menyetujui pencairan 50 ribu dollar AS untuk diserahkan kepada suaminya Nazaruddin, yang akan menyerahkan uang pelicin kepada pejabat di Kemennakertrans. Sehingga proyek jatuh kepadanya.