Sidang Hartati Murdaya
Hartati Murdaya Dituntut Lima Tahun Penjara
Siti Hartati Murdaya, pemilik PT Hardaya Inti Plantation, dituntut lima tahun penjara oleh JPU KPK.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siti Hartati Murdaya, pemilik PT Hardaya Inti Plantation, dituntut lima tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mantan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat juga dituntut denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Tuntutan dilayangkan lantaran JPU menilai Hartati terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana suap, kepada penyelenggara negara, yakni mantan Bupati Buol Amran Batalipu senilai Rp 3 miliar, untuk pengurusan sertifikat hak guna usaha (HGU) perkebunan Kepala Sawit di Buol, Sulawesi Tengah.
"Menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No 31/1999 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 kesatu," kata JPU KPK Edy Hartoyo, saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/1/2013).
Menurut Edy, seluruh unsur dalam pasal 5 telah terbukti selama proses persidangan. Unsur orang perorangan, unsur memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara, dan unsur untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya, bisa dibuktikan dari keterangan saksi di persidangan.
Ihwal keterangan saksi a de charge (saksi meringankan) Yusril Izha Mahendra yang menyatakan uang dari Hartati kepada Bupati Buol merupakan sumbangan pilkada, dimentahkan JPU.
Faktanya, kata Edy, menunjukkan uang senilai Rp 3 miliar bukan lah uang sumbangan, melainkan uang untuk mengurus surat-surat terkait HGU PT Citra Cakra Murdaya (PT CCM).
Dalam catatan pengeluaran keuangan PT CCM, tidak tercatat pengeluaran uang Rp 3 miliar sebagai sumbangan pilkada.
"Jumlah uang Rp 3 miliar menyalahi aturan sumbangan pilkada. Bukti rekaman juga menunjukkan uang tersebut adalah barter, karena Amran sudah menandatangani surat-surat pengurusan HGU," tutur Edy.
Dalam menyusun tuntutannya, Edy mempertimbangkan hal yang memberatkan. Pertama, perbuatan Hartati tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan tindak pidana korupsi.
Hartati juga tidak terus terang mengakui perbuatannya, sehingga menyebabkan tidak optimalnya investasi di kawasan Indonesia Timur, khususnya Kabupaten Buol.
"Memperluas lahan dilakukan secara tidak sehat, padahal bisa dilakukan untuk keadilan sosial masyarakat. Terakhir, perbuatan terdakwa memobilisasi massa dan mengganggu proses perkara," papar Edy.
JPU tidak mempertimbangkan hal yang meringankan. Atas tuntutan JPU, Hartati dan penasihat hukumnya akan mengajukan pembelaan (pleidoi) pada pekan mendatang. akan ajukan pembelaan. (*)