Jumat, 3 Oktober 2025

BP Migas Dibubarkan

Pembubaran BP Migas Berpotensi Munculkan Kasus Baru

Pembubaran BP Migas tidak akan selesai dalam waktu pendek. Bahkan, pembubaran BP Migas ini berpotensi memunculkan kasus baru

Editor: Anwar Sadat Guna
zoom-inlihat foto Pembubaran BP Migas Berpotensi Munculkan Kasus Baru
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Mantan karyawan BP Migas, saat menghadiri acara tatap muka dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, di Kantor Ex BP Migas, Jakarta, Senin (19/11/2012). Setelah resmi dibubarkan Mahkamah Konstitusi sejak Selasa 13 November 2012 lalu, BP Migas yang sekarang berada di bawah Kementrian ESDM, berubah nama menjadi Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSPMIGAS).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembubaran BP Migas tidak akan selesai dalam waktu pendek. Bahkan, pembubaran BP Migas ini berpotensi memunculkan kasus baru yang sifatnya berkepanjangan.

Hal sama juga terjadi pada kasus-kasus nasional lain yang tidak mudah akan diselesaikan mengingat para pemimpin Bangsa telah melanggar tatanan budaya, adat, serta agama yang disucikan.

Demikian diungkapkan tokoh pluralisme, KH Maman Imanulhaq, sepulangnya dari silaturahmi ke lima ulama besar di Jawa Timur, Selasa (20/11/2012).

Memasuki bulan Muharam yang menjadi penanda Tahun Baru Islam 1434 Hijriah, berbagai kegaduhan itu bahkan memuncak dengan keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yang membubarkan Badan Pengelola Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas).

Bahkan, Menteri ESDM Jero Wacik memerintahkan Wakil Menteri Rudy Rubiandini meminta seluruh pegawai eks BP Migas berkumpul mendapat pengarahan, pada tanggal jatuhnya hari suci bagi umat Islam.

"Kementerian ESDM telah melanggar nilai luhur agama Islam serta tatatan, adat Sunda dan Jawa pada Kamis, 15 November 2012 yang merupakan tahun baru Islam. Muharram adalah momentum perubahan, sebuah semangat untuk melakukan perubahan menuju kehidupan yang semakin baik, indah, dan bermakna," tegas tokoh muda kharismatik Jawa Barat ini.

Maman mengaku heran dan menyesalkan terjadinya kekacauan dan disharmonisasi di antara lembaga-lembaga negara saat ini.

Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Al Mizan, Majalengka ini, dalam Islam, bulan Muharam identik dengan spirit hijrah Nabi Muhammad dalam melakukan transformasi tatanan sosial kemasyarakatan yang mampu mendorong partisipasi rakyat atas dasar kerelaan, keswasembadaan, ketaatan pada hukum, keswadayaan, dan kemandirian.

Sementara dalam pandangan masyarakat Jawa dan Sunda, Sura adalah hari sakral dan keramat. Kesakralan (kesucian) dan kemuliaan (keramat) Sura terletak prinsip cinta tanpa primordialisme serta komitmen kuat menjadikan spiritualitas energi untuk perubahan, perdamaian, serta ketakdziman kepada orangtua dan peninggalan leluhur berupa warisan budaya dan kearifan lokal.

Bahkan bagi adat Sunda dan Jawa, selama bulan Sura, semua orang harus menjalani laku keprihatinan dan introspeksi.

"Maraknya konflik horizontal, kasus terorisme dan perseteruan antarlembaga, baik antara Polri dan KPK, Ketua Mahkamah Kostitusi, kasus Menseskab Dipo Alam dan Mensesneg Sudi Silalahi, Menteri BUMN Dahlan Iskan dan DPR harusnya menjadi keperihatinan bangsa Indonesia," ujar tokoh muda NU ini

Maman mengaku prihatin, alih-alih menjaga negara dengan memberi keteladanan dalam penyelenggaraan negara, para pemimpin kita justru memperlihatkan sikap saling mendegradasi atau menghujat bahkan menjatuhkan antar lembaga negara.

"Ini karena kurangnya sikap kenegarawanan di masing-masing penyelenggara negara yang cenderung menonjolkan sikap egoisme individu ataupun kelompok sehingga mengesampingkan kepentingan yang jauh lebih luas, bangsa, dan negara."

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved