Kontras: Kejagung Tidak Paham Pengadilan HAM
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan(Kontras) menilai Kejaksaan Agung tidak memahami esensi penyelidikan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan(Kontras) menilai Kejaksaan Agung tidak memahami esensi penyelidikan dan kompetensi absolut pengadilan HAM. Hal tersebut dikatakan Koordinator Kontras, Haris Azhar terkait sikap korps Adhyaksa yang mengembalikan berkas penyelidikan perkara peristiwa 65 dan penembakan misterius.
"Pasal 21 ayat (1) UU No. 26 tahun 2000 menyebutkan bahwa penyidikan perkara pelanggaran HAM berat dilakukan oleh Jaksa Agung dan pasal 43 ayat (1) menyebutkan pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya UU ini, diputus oleh pengadilan HAM ad hoc," kata Haris di kantornya di Jakarta, Kamis(15/11/2012).
Mengenai adanya pembentukan pengadilan ad hoc dibutuhkan terlebih dahulu untuk kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum kemunculan Undang-undang Nomor 26 tahun 2000.
Terhadap hal tersebut Kontras mengatakan memang benar diperlukan pembentukan pengadilan ad hoc, namun tidak benar dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan harus menunggu dibentuknya pengadilan ad hoc lebih dahulu.
Hal ini sesuai dengan putusan MK dalam perkara nomor 18/PUU-V/2007 atas permohonan uji materil terhadap pasal dan penjelasan pasal 43 (2) Undang-undang Nomor 26 tahun 2006 tentang pengadilan HAM yang menyatakan bahwa pasal 43 ayat 2 tetap berlaku dan menjelaskan bahwa, dalam merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM dan ad hoc harus memperhatikan hasil penyelidikan dan penyidikan dari institusi berwenang, dalam hal ini Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.
"Jadi seharusnya Jaksa Agung dapat melakukan penyidikan tanpa harus menunggu terbentuknya pengadilan HAM ad hoc terlebih dahulu," katanya.
Alasan berikutnya yang dikemukakan kejaksaan agung adalah hasil penyelidikannya belum lengkap. Menurut Kontras, Komnas HAM hanya berwenang memanggil saksi untuk dimintai dan didengar keterangannya, dan memanggil pihak terkait memberi keterangan tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai aslinya.
"Selain itu sulit bagi Komnas HAM untuk memanggil saksi baik militer maupun polisi yang sudah jelas menolak. Justru Jaksa Agung harus bertindak atas penolakan itu, dengan memberi perintah tertulis kepada penyelidik Komnas HAM,"kata Haris.