Kamis, 2 Oktober 2025

BP Migas Dibubarkan

Din Syamsuddin: Langkah SBY Bertentangan dengan Putusan MK

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin selaku pemohon judicial review UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,

Penulis: Abdul Qodir
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-inlihat foto Din Syamsuddin: Langkah SBY Bertentangan dengan Putusan MK
KOMPAS.COM/RODERICK ADRIAN MOZES
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono memberikan keterangan pers terkait dibubarkannya BP Migas di Istana Merdeka, Jalan Medan Merdeka Utara, Rabu (14/11/2012). Dalam keterangan persnya Presiden mengatakan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden untuk mengatur kedudukan BP Migas pasca-dibubarkan. Presiden juga mengatakan status BP Migas bukan lagi lembaga independen melainkan dialihkan statusnya di bawah komando dan kendali Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin selaku pemohon judicial review UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, menilai langkah Presiden SBY membentuk unit kerja pelaksana kegiatan usaha hulu migas di dalam tubuh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengacu pada Perpres Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksana Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas, sebagai tindak lanjut keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), adalah bertentangan dengan keputusan MK.

Sebab, pembentukan unit kerja tersebut justru menyimpang dari substansi keputusan MK. Padahal putusan MK menyatakan, bahwa sejumlah pasal yang mengatur tugas dan fungsi BP Migas dalam undang-undang tersebut dibatalkan, karena bertentangan dengan UUD dan tidak memiliki hukum mengikat.

"Hemat saya, itu tidak sesuai atau bertentangan dengan keputusan MK yang secarea substantif justru menekankan, agar kontrak kerja sama antara pihak luar negeri, tidak dengan pemerintah. Jadi, tidak G to B (Goverment to Bussiness) atau B to G (Bussiness to Goverment), tapi perlu B to B ( Bussiness to  Bussiness), kemudian menariknya ke dalam instansi pemerintah seperti Kementerian ESDM," ujar Din di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2012).

Din mengatakan, dirianya dapat memahami bila unit kerja di ESDM tersebut adalah langkah yang bersifat sementara dari pemerintah sampai dibentuknya undang-undang baru tentang migas sesuai UUD 1945. "Kalau unit itu sebagai lembaga permanen, yah sami mawon, tidak ada bedanya dengan BP Migas,"

Oleh karena itu, lanjut Din, dirinya bersama pihak-pihak pemohon meminta MK segera memberikan klarifikasi mengenai keputusan UU Migas ini.

Din menegaskan, bahwa Muhammdiyah berserta ormas dan tokoh-tokoh yang mengajukan judicial review UU Migas tidak berkepentingan terhadap eksitensi BP Migas, tapi hal ini menyangkut kepentingan kemakmuran rakyat.

"Kekayaan Sumber Daya Alam kita dalam bidang energi ini yang de facto sekarang tinggal sekian persen dikuasai oleh asing, bisa dimanfaatkan untuk sebesarnya untuk rakyat. Perlu ada regulasi yang mendorong pemanfaatan Sumber Daya Alam untuk kemakmuran rakyat," ujar Din.

Klik:

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved