Dugaan Korupsi PLN
Ketidakjelasan Alokasikan Gas Dituding Akar Permasalahan
Fabby Tumiwa menilai ketidakjelasan pemerintah mengalokasikan gas nasional sebagai biang persoalan terjadinya inefisiensi Rp37,6 triliun

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat kelistrikan dan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai ketidakjelasan pemerintah mengalokasikan gas nasional sebagai biang persoalan terjadinya inefisiensi Rp37,6 triliun di perusahaan listrik negara (PLN/Persero) di masa kepemimpinan Dahlan Iskan.
"Domain pasokan gas kan ada pada pemerintah. Kementerian ESDM dan BP Migas khususnya. Karenanya, menurut saya kurang tepatlah kalau menyalahkan PLN, menyalahkan Pak Dahlan," kata Pengamat kelistrikan ini saat diwawancara Tribunnews, Jakarta, Selasa (13/11/2012).
Lanjutnya lagi, bahwa temuan BPK merekomendasikan bahwa ada ketidakjelasan alokasi gas nasional. Khususnya pasokan gas untuk PLN, pada pembangkit listriknya. Dan itu merupakan tanggung jawab pemerintah. Bukan tanggung jawab PLN, apalagi Dahlan Iskan sebagai pemimpinnya saat itu.
"Kalau menurut saya kalau dibilang itu tanggung jawab pak Dahlan, itu kurang tepat. Laporan BPK itu merekomendasikan bahwa ada ketidakjelasan di dalam alokasi pasokan gas nasional," tegasnya.
Dijelaskan, bahwa temuan BPK ini sebenarnya mengkonfirmasi bahwa salah satu penyebab tingginya biaya untuk tingginya biaya produksi listrik di PLN itu adalah konsumsi bahan bakar BBM (minyak) untuk pembangkit listriknya tinggi, yang seharusnya menggunakan gas.
Dia menyebutkan subjek audit BPK itu sendiri adaah delapan pembangkit listrik PLN, 5 di Jawa, 1 di Bali dan 2 di Sumatera.
"Yang terjadi kemudian temuan tersebut menegaskan bahwa pada simpulannya pembangkit listrik yang harusnya memakai BBM pakai gas. Kemudian dihitung berapa besar selisih biayanya? Selisih biaya itu kemudian dihitung tahun 2009 itu berapa triliun, dan 2010 lebih besar," jelasnya.
Lanjutnya lagi, bahwa kalau dilihat dari temuan itu, BPK tidak menyalahkan PLN dan Dahlan. Tetapi rekomendasi BPK itu ditujukan kepada lembaga atau institusi memiliki tanggung jawab, kewenangan untuk menyelesaikan pasokan gas ke masing-masing pembangkit.
Menurutnya beberapa temuan BPK itu juga merekomendasikan agar kepada BP Migas, misalnya untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, misalnya di Tambak Lorok.
Kemudian ada juga kepada PGN dan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM.
"Kalau saya tidak salah, hanya pembangkit listrik di Bali yang dimintakan agar PLN menyiapkan terminal gas. Jadi temuan BPK itu merekomendasikan kepada semua pihak yang bertanggung jawab akan pasukan gas," tegasnya.
Karenanya, sarannya, Panja Hulu Listrik atau komisi VII DPR lebih bisa merekomendasikan sebuah kebijakan yang memang terkait dengan pengaturan energi primer.
Untuk itu harusnya, DPR memanggil pihak-pihak yang direkomendasikan oleh BPK untuk melihat ini rencananya seperti apa kedepan agar alokasi gas ke pembangkit listrik PLN bisa terlaksana sesuai kebutuhan.