UU Intelijen Negara akan Kembali Diuji di MK
UU Intelijen Negara memberikan kewenangan yang sangat represif bagi aparat intelijen.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wahyudi Djafar, peneliti Elsam yang juga kuasa hukum pemohon uji materi UU 17/2011 tentang Intelijen Negara, akan kembali melakukan uji materi terhadap undang-undang tersebut.
Sebab, UU Intelijen Negara memberikan kewenangan yang sangat represif bagi aparat intelijen, untuk melakukan tindakan-tindakan atas nama keamanan nasional.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi yang diajukan pemohon, katanya, dinilai multitafsir.
"Para pemohon akan kembali melakukan uji materi UU Intelijen dengan perspektif berbeda. Itu telah diatur juga dalam UU MK pasal 60 D UU 8/2011 tentang MK," jelas Wahyudi dalam acara diskusi mengenai putusan MK menolak uji materi UU Intelijen di Warung Daun Cikini, Jakarta, Kamis (11/10/2012)
Pasal dalam UU Intelijen yang akan kembali diuji materi, adalah seputar pasal 32 ayat (1). Pasal itu terkait ketentuan dan wewenang penyadapan.
Ia melihat putusan MK atas pasal tersebut multitafsir dan tidak konsisten. Wahyudi menilai, argumentasi yang dibangun oleh MK merupakan putusan yang menurutnya kurang mengena, atau tidak bisa menjawab argumentasi dalam permohonan.
Ada beberapa hal dilihat pemohon. Pertama, terkait definisi ancaman, MK mengatakan jika ancaman dibatasi secara ketat, justru akan menyulitkan aparat intelijen negara bertindak, ketika ada ancaman-ancaman tertentu.
"Ini kan berbahaya, ketika kemudian segala aspek atau elemen bisa ditafsirkan sebagai ancaman," ujarnya.
Menurut Wahyu, keputusan MK yang mendelegasikan soal ancaman ke Peraturan Pemerintah (PP), adalah langkah yang sia-sia.
"Menggunakan PP, mekanisme kontrolnya pasti akan lemah. Kemudian, keluasan dari pengaturan PP akan terbatas, tidak seperti undang-undang," katanya.
Masalah kedua, lanjutnya, pada pasal 32 ayat 1, terkait kewenangan kasus penyadapan.
"Dalam putusan UU Intelijen, MK hanya merujuk kepada putusan pengujian UU KPK No 30 Tahun 2002, yang diuji pada 2004 dan 2006, tapi tidak merujuk pada putusan UU ITE," ucapnya.
Padahal, dalam pengujian UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sudah sangat jelas tentang pengaturan penyadapan.
"Lebih lucu lagi, dalam putusan tentang penyadapan, MK justru menggunakan argumentasi pasal 28 f konstitusi, yang mengatur tentang hak atas informasi. Pasal 28 f untuk konstitusi tidak ada kaitannya dengan penyadapan. Penyadapan terkait dengan privasi yang diatur dalam pasal 28 g ayat 1," terang Wahyu. (*)
BACA JUGA