Jumat, 3 Oktober 2025

Hartati Murdaya Tersangka

Saksi Ahli: Hartati Cs Korban Pemerasan

“Kalau orang itu dimintai, maka bisa disebut korban,” kata Syafrudin di depan majelis hakim yang diketuai oleh Guzrizal SH

zoom-inlihat foto Saksi Ahli: Hartati Cs Korban Pemerasan
TRIBUNNEWS.COM/HERUDIN
Mantan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Siti Hartati Murdaya (tengah), menjalani pemeriksaan lanjutan di kantor KPK Jakarta Selatan, Jumat (28/9/2012). Hartati diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyuapan Bupati Buol, Amran Batalipu, dalam rangka memperoleh hak guna usaha (HGU) lahan perkebunan seluas 4.500 hektare. TRIBUNNEWS/HERUDIN

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA- Saksi ahli dalam sidang kasus Buol di Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta mengindikasikan bahwa PT Hardaya Inti Plantation (HIP) berada dalam keadaan tertekan ketika Bupati Buol Amran Batalipu meminta sejumlah uang dari perusahaan tersebut.

Karena pemberian uang dalam situasi tertekan maka Dirut HIP Hartati Murdaya dan jajarannya dalam posisi sebagai korban pemerasan.

Sidang kasus Buol, Kamis (11/10/2012) dengan terdakwa pegawai HIP Gondo Sudjono dan Yani Ansori, menghadirkan tiga orang saksi ahli. Yakni pakar hukum pidana Universitas Sumatera Utara, Prof Syafruddin Kalo, guru besar emeritus Pascasarjana Universitas Indonesia Prof Benyamin Husein, dan ahli psikologi Universitas Pancasila, Dr Silverius Yoseph Soeharso.

Profesor Syafrudin Kalo mengatakan kasus Buol bisa dikategorikan sebagai kasus pemerasan. Orang yang dimintai uang adalah sebagai korban pemerasan.

“Kalau orang itu dimintai, maka bisa disebut korban,” kata Syafrudin di depan majelis hakim yang diketuai oleh Guzrizal SH, Kamis (11/10/2012).

Dia menjelaskan pemberian uang kepada seorang bupati seperti dalam kasus Buol itu bisa dimungkinkan sebagai pemerasan, karena ada dua sebab yakni adanya tekanan fisik dan adanya tekanan psikologis.

“Itu harus dilihat situasi di lapangan, dan ini memang butuh pembuktian, harus dilihat cara memberinya bagaimana,” katanya.

Menurut Syafruddin Kalo, ada alasan-alasan seseorang dihapuskan dari hukuman pidana. Yakni, jika ditemukan alasan yang dapat menghilangkan perbuatan unsur-unsur kesalahan atau sifat melawan hukum dari sifat yang bersangkutan.

“Kalau ini bisa dibuktikan, orang itu harus dibebaskan dari hukuman,” jelasnya.

Di tempat yang sama Guru Besar Emeritus Pascasarjana UI Benyamin Husein mengatakan, otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepala daerah yang sangat besar. Namun, kewenangan itu ada batasannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32/2004 Tentang Pemerintah Daerah.

“Intinya pejabat daerah dilarang melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, dilarang menerima sesuatu berkaitan dengan jabatannya. Menerima saja dilarang, kalau seorang bupati meminta uang, itu bisa dikategorikan perbuatan sewenang-wenang,” ujarnya.

Pakar Psikologi Universitas Pancasila, Silverius Yoseph Soeharso menerangkan dari sisi psikologis mengapa seseorang melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu. “Perbuatan seseorang itu kombinasi antara kepribadian dan rangsangan dari lingkungan,” jelasnya.

Apakah kasus permintaan uang oleh Bupati Buol bisa dikategorikan pemerasan karena adanya tekanan? Silverius menjawab, “Saya tidak mau masuk ke ranah kasus. Itu tergantung dari kepribadian orangnya. Kalau dia lemah maka pengaruh lingkungan akan kuat, bisa saja dia mengakomodir permintaan itu,” tegasnya.

Sesuai dengan terori psikologi, dalam kondisi tertekan secara psikologis bisa saja seseorang itu mengakomodir (permintaan) itu, dan bisa saja seseorang itu menghindar atau bahkan balik melawan pihak yang menekan, tergantung dari kepribadian masing-masing.

Silverius juga menjelaskan, bahwa dalam kacamata psikologis, Bupati adalah bentuk kekuasaan legal. Faktor itu bisa memberikan tekanan kepada seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Seperti diketahui, Gondo Sujono kini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor atas sangkaan penyuapan terhadap Bupati Buol. Hartati Murdaya sendiri juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Dalam berbagai kesempatan Hartati menegaskan bahwa dirinya tidak tahu-menahu soal pemberian dana kepada Amran Batalipu.

Pemberian uang itu telah diakui oleh salah seorang anak buah Hartati, Totok Lestyo, dalam persidangan sebelumnya, yang mengaku bahwa pemberian uang itu atas inisiatif dirinya dan tidak atas perintah Hartati Murdaya.

Kasus Buol ini bermula dari adanya permintaan sejumlah dana oleh Amran Batalipu kepada perusahaan kelapa sawit PT HIP milik Hartati Murdaya. Dalam kasus ini sebenarnya PT HIP tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari Bupati Buol karena permohonan rekomendasi HGU nya juga tidak pernah disetujui oleh Bupati Buol. Bahkan izin lokasi perkebunan kelapa sawit seluas 70 ribu hektare oleh Bupati justru diberikan kepada perusahaan lain. Meski PT HIP tidak mendapat keuntungan apa-apa namun Amran Batalipu tetap meminta sejumlah dana kepada Hartati Murdaya.

Sebelumnya Hartati Murdaya juga telah menegaskan bahwa dirinya tidak setuju memberikan sejumlah dana kepada Amran Batalipu. Namun sebagai seorang pengusaha yang berinvestasi di Buol tentu dirinya juga tidak bisa secara mentah-mentah melakukan penolakan.

Setiap kali Amran Batalipu menghubungi ia selalu mengelak secara halus. Namun dalam keadaan dirinya yang terus mengelak itulah secara diam-diam Totok Lestyo mengambil uang perusahaan senilai Rp 3 milyar dan lalu memberikannya ke  Amran Batalipu tanpa sepengetahuan Hartati Murdaya.

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved