Miranda Goeltom Ditahan
Hakim Tolak Permohonan Duplik Miranda
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta menolak permohonan Penasihat Hukum terdakwa kasus suap cek pelawat, Miranda Swaray

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta menolak permohonan Penasihat Hukum terdakwa kasus suap cek pelawat, Miranda Swaray Goeltom yang berniat mengajukan jawaban atas tanggapan jaksa (duplik). Penolakan karena tak ada diatur dalam hukum acara pindana.
"Pada Pasal 56 ayat 151 KUHAP Itu hanya diatur dakwaan, eksepsi dan pendapat jaksa. Di situ tidak ada duplik," kata Ketua Majelis Hakim, Gusrizal dalam sidang di Pengadilaan Tipikor, Jakarta, Jumat (27/7/2012).
Karena itu, lanjut Gusrizal, sidang ditunda sampai Selasa (31/7/2012), dengan agenda mendengarkan pendapat Majelis Hakim atau putusan sela.
Sebelumnya, dalam tim penasihat hukum Miranda meminta izin agar dapat menyampaikan duplik atau tanggapan atas tanggapan jaksa.
"Apakah diizinkan kami sampaikan duplik atas tanggapan penuntut umum?" kata Penasihat Hukum Miranda, Dodi S Abdul Kadir dalam persidangan.
Seperti diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpendapat dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa Miranda Swaray Gultom tidak darluwarsa. Sebagaimana, dikatakan tim penasihat hukum Miranda Swaray Goeltom dalam nota keberatan yang dibacakan, Selasa (24/7/2012).
Menurut Jaksa, yang harus dikedepankan dalam mendakwa adalah nilai keadilan, kemanfaatan dan nilai filosofis. Sehingga, tidak perlu terpaku semata-mata pada ketentuan formal yang diatur dalam undang-undang.
"Kiranya sangat tidak beralasan bila mengatakan bahwa Pasal 13 UU Tipikor dalam dakwaan ketiga dan keempat telah daluwarsa. Nilai keadilan dan kemanfaatan haruslah dikedepankan dibanding nilai formalistik yang berdampak pada rigiditas dalam penerapan hukum yang bisa berdampak pada terhambatnya proses pemberantasan tindak korupsi sebagai salah satu kejahatan yang sifatnya luar biasa dan cenderung teroganisir," kata Ketua Tim JPU, Supardi saat membacakan tanggapan atas eksepsi Moranda di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (27/7/2012).
Lebih lanjut, Supardi mengatakan bahwa bahwa kasus suap cek pelawat ini merupakan rangkaian proses panjang sejak terungkap tahun 2009 dan tersangkanya disidangkan sejak tahun 2010 sampai tahun 2012. Di mana, dinanti banyak masyarakat dengan harapan yang terlibat diadili sesuai hukum yang berlaku. Sehingga, ada kalanya akan terlihat berbenturan dengan hal-hal yang bersifat formal.
Oleh karena itu, lanjut Supardi, jaksa berkesimpulan akhir bahwa keberatan penasihat hukum dan terdakwa sangat tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dan sidang pemeriksaan dengan terdakwa Miranda dilanjutkan berdasarkan dakwaan penuntut umum.
Sebelumnya, dalam eksepsinya penasihat hukum Miranda menyatakan bahwa dakwaan jaksa telah daluwarsa.
Sebab, menggunakan Pasal 13 UU Tipikor dengan ancaman pidana maksimal tiga tahun penjara. Dan berdasarkan pada Pasal 78 KUHP, yang berbunyi untuk tindak pidana yang diancam dengan hukuman maksimal tiga tahun masa daluwarsanya adalah enam tahun terhitung sejak tanggal kejadian tindak pidana tersebut.
Menurut penasihat hukum, dakwaan menjadi daluwarsa karena tindak pidana terjadi pada tahun 2004. Dan baru diajukan ke persidangan tahun 2012. Sehingga, sudah lebih dari enam tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 78 KUHP.