Jumat, 3 Oktober 2025

Walhi Kecam Sikap Jepang Paksa Indonesia Merusak Lingkungan

Disaat kampanye Ekonomi Hijau digalakkan jelang KTT Bumi 2012, Jepang malah menekan Indonesia

Penulis: Bahri Kurniawan
zoom-inlihat foto Walhi Kecam Sikap Jepang Paksa Indonesia Merusak Lingkungan
/Tribunnews.com/Theresia Felisian
20 aktivis WALHI menggelar aksi mengenang rakyat yang gugur korban industri ekstraktif di Bundaran HI Kamis (10/11/2011).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Disaat kampanye Ekonomi Hijau digalakkan jelang KTT Bumi 2012, Jepang malah menekan Indonesia agar tetap melakukan eksploitasi sumber daya alam tak berbatas,  merusak lingkungan.

Pemerintah Jepang melalui Direktur Umum Industri Manufaktur Departemen Perdagangan Jepang, Takayuki Ueda mengancam menyeret Indonesia ke sidang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait dengan kebijakan larangan ekspor bijih mineral, diantaranya nikel. Jepang merupakan negara kedua terbesar pengguna nikel di dunia dan setengahnya dipenuhi oleh nikel dari Indonesia.

Pemerintah Indonesia lewat Kementerian ESDM keluarkan Peraturan Menteri ESDM no 7 tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral pada Februari 2012. Peraturan ini praktis melarang ekspor mentah material tambang, terhitung sejak Mei 2012.

Dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews, WALHI menyambut baik sekaligus mengkritik peraturan menteri ESDM ini. Peraturan ini memiliki dampak positif bagi lingkungan, karena esploitasi tambang berlebihan telah banyak merusak lingkungan.
Ismet Sulaiman, WALHI Maluku Utara menyatakan kegiatan penambangan nikel khususnya Indonesia bagian Timur, sudah jauh melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Beberapa pulau, seperti Pulau Gebe, Pulau Gee di Maluku Utara tandus permanen, berubah jadi pulau merah seperti planet Mars, karena hampir keseluruhan pulau tersebut telah ditambang dan vegetasi diatasnya musnah.

Sisi lain, peraturan ini hanya menetapkan larangan ekspor ketat bagi pemegang IUP (izin usaha pertambangan). Terhadap perusahaan besar, lewat mekanisme kontrak karya, seperti Freeport, Newmont, Inco, Nusa Halmahera Mineral, diberikan toleransi membawa material mentah ke luar negeri.

Padahal, produksi material tambang perusahaan Kontrak Karya ini jauh lebih besar, hanya sedikit yang diolah di dalam negeri, seperti Freeport sebanyak 30%. Juga, pembatasan larangan ekspor mentah ini tidak diberlakukan bagi jenis tambang batubara.

Penambangan batubara tak terkendali tengah berlangsung di Kalimantan Timur dan Selatan akibat mudahnya ekspor ke Jepang, Cina, Korea Selatan, Taiwan dan India.
Disamping itu, pemerintah tidak konsisten jalankan Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 tahun 2012, dengan seenaknya merevisi lewat Permen ESDM no 11 tahun 2012, yang kembali perbolehkan ekspor bahan mentah, asal mendapat izin dari Kementerian Perdagangan dan rekomendasi dari Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.

Ini bukti ketidaksungguhan pemerintah menjaga lingkungan dari eksploitasi sumber daya alam yang melebihi daya dukung lingkungan. Sekaligus, material tambang Indonesia dibawa begitu saja keluar, padahal masih mengandung banyak material ikutan.

Syahrudin Ariestal, Direktur Jatam Sulawesi Tengah, menyatakan, Pemerintah Jepang telah menjerumuskan Indonesia kepada kegiatan ekonomi bunuh diri secara ekologis.  Bila Takayuki Ueda datang pada musim hujan ke Kolonodale, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, maka dia jumpai Teluk Tomori berwarna merah.

Fenomena itu bukan keunikan alam, namun kejadian kerusakan ekologi parah yang sedang menimpa kawasan itu akibat erosi dari penambangan nikel. Kawasan ini kaya ikan pada awalnya. Tak jarang penghasilan nelayan selama satu malam melaut bisa mendapatkan empat juta rupiah.

Kini tangkapan ikan menurun drastis seiring kehancuran ekologi di sekeliling teluk akibat maraknya penambangan nikel. Saat hujan ,warna biru laut berubah jadi hamparan merah. Hal ini terjadi akibat erosi parah dari pengupasan tanah di pertambangan nikel di sekitar. Sebanyak 200 orang warga kota kecil Kolonodale, terdiri dari anak-anak dan ibu-ibu rumah tangga diserang penyakit gatal-gatal dan bercak benjol di kulit.

Pius Ginting, Manajer Kampaye Tambang dan Energi WALHI, menyatakan sikap Jepang mengancam membawa Indonesia ke sidang WTO atas pembatasan larangan ekspor mentah material tambang menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan mendalam antara kepentingan kapital negara utara dengan masyarakat dunia selatan. 

Ancaman pemerintah Jepang ini bertentangan dengan aspirasi masyarakat sekitar tambang yang menolak ekspansi tambang berlebihan. Protes masyarakat terhadap tambang nikel telah terjadi di Bau-bau (Sulawesi Tenggara), Weda (Halmahera Tengah), Morowali (Sulawesi Tengah) akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan.

Masa depan yang diinginkan oleh masyarakat adalah lingkungan yang sehat, mampun mendukung perekonomian masyarakat yang berkelanjutan, seperti petani, nelayan. Kepentingan kapital Jepang bertentangan dengan kepentingan masyarakat tradisional sekitar tambang. Tragis, Jelang KTT Bumi Rio +20, agenda penyelamantan lingkungan globalalami tekanan dari luar, seperti Jepang lembaga WTO.

Saatnya rakyat Indonesia membangun kekuatan terorganisir agar pemerintah tidak tunduk kepada kepentingan kapital internasional dan nasional, yang merusak lingkungan hidup, yang penting bagi generasi kini dan mendatang.

WALHI melihat, bahwa kepentingan kapital Jepang yang diwakili pemerintahnya tutup mata terhadap persoalan lingkungan. Padahal rakyat Indonesia dan rakyat biasa Jepang telah tunjukkan sikap saling bersolidaritas, seperti galang bantuan bagi korban gempa dan tsunami Jepang, dan secara bersam-sama melakukan protes atas pembangunan PLTN.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved