Aksi Brutal Geng Motor
Setara Institute: Polisi Terkesan Membiarkan Geng Motor
Pembiaran atas berbagai aksi ugal-ugalan telah memicu kekerasan bahkan kematian
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Serangkaian kekerasan yang melibatkan geng motor di Jakarta pekan lalu, menjadi petanda bahwa hukum tidak bekerja dengan baik. Pembiaran atas berbagai aksi ugal-ugalan telah memicu kekerasan bahkan kematian. Jika aparat hukum bekerja, maka tidak akan terjadi pengadilan jalanan sebagaimana konvoi kekerasan yang terjadi 13/4 dini hari lalu.
"Atas peristiwa tersebut, tampak jelas bagaimana aparat Polri tidak memiliki langkah antisipatif dan terkesan dibiarkan. Padahal kekerasan serupa sudah terjadi beberapa kali," ujar Ketua Setara Institute, Hendardi dalam siaran persnya kepada Tribunnews.com, Senin(16/4/2012).
Cara geng motor melakukan “pembalasan” atas sekelompok anggota TNI yang melakukan aksi pembalasan terhadap anggota geng motor lain dan telah menewaskan temannya beberapa saat yang lalu kata Hendardi adalah pilihan terbaik untuk menunjukan superiotas satu kelompok terhadap kelompok lainnya.
Dimana hukum tidak lagi dipandang sebagai upaya penyelesaian masalah sosial di Jakarta. Sangat memprihatinkan pengambilalihan penanganan hukum dengan cara main hakim dan membabi buta dan telah menimbulkan korban terhadap siapapun dan tidak bersalah.
"Baik geng motor maupun sekelompok anggota TNI yang terlibat sama-sama meresahkan masyarakat," ujar Hendardi.
Fenomena sosial adanya aksi-aksi kekerasan dan main hakim sendiri kata Hendardi yang dilakukan oleh sekelompok geng motor saat ini sangat meresahkan dan membuat ketakutan masyarakat untuk beraktivitas di ibu kota. Rasa aman semakin hilang dan kepercayaan publik terhadap kepolisian semakin menurun karena gagal melindungi warga masyarakat. Sangat mengkawatirkan, bila masyarakat akhirnya mengambil tindakan sendiri yang bertentangan dengan hukum dalam membentengi atau melindungi dirinya sendiri dari aksi-aksi kekerasan kelompok geng motor atau dari ancaman kekerasan lainnya.
"Sampai saat ini, penanganan kasus ini belum menunjukkan kemajuan. Apalagi pelibatan POMAL dalam kasus ini, jelas semakin kontraprodutif. POMAL Tidak akan bisa bertindak obyektif menelisik kasus ini, karena sudah menjadi kelaziman bagi TNI, bahwa membela korps jauh lebih penting dari penegakan hukum itu sendiri. TNI hanya boleh mengusut di tingkat internal mereka dalam rangka penegakan etika prajurit. Untuk penegakan hukum, biarkan polisi bekerja karena itu merupakan domain kepolisian,"pungkasnya.