Teror Bom Buku
Tukang Agar-agar Didoktrin Dapat 72 Bidadari
Juhanda alias Jo, Maulana alias Alan alias Asaf, dan Mugianto alias Mugi, duduk rapi di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin.

Laporan Wartawan Tribunnews.com Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juhanda alias Jo, Maulana alias Alan alias Asaf, dan Mugianto alias Mugi, duduk rapi di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (31/10/2011) siang.
Ketiganya mengantre untuk mendengarkan jaksa membacakan dakwaan atas pidana terorisme bom buku dan Serpong, yang dituduhkan kepada mereka di ruang sidang yang terbilang sempit di lantai 6 PN Jakbar tersebut.
Mugi yang pada 7 Maret lalu baru menginjak usia 18 tahun, hanya bisa terdiam menyaksikan dan mendengarkan jaksa Riki membacakan kalimat-kalimat surat dakwaan belasan halaman untuk kedua rekannya. Yah, sejak Mugi memasuki ruang sidang dengan sandal hitamnya, memang wajahnya tampak tegang. "Kok yang itu kelihatannya tegang, masih muda sekali," celoteh seorang pengunjung sidang.
Dua rekannya telah selesai menjalani sidang dakwaan dan meninggalkan ruang sidang, namun hampir setengah jam belum muncul hakim yang akan memimpin sidang untuk Mugi. Tak pelak, Nurlan, satu di antara tiga tim pembela menghampiri Mugi yang duduk sendiri di tengah ruang sidang tersebut. Entah apa yang disampaikan Nurlan kepada Mugi, yang ternyata berprofesi sebagai tukang agar-agar keliling dan pegawai toko sembako di kawasan Klender dan Pondok Kopi Jakarta Timur tersebut.
Setengah jam berlalu, akhirnya tiga anggota majelis hakim dipimpin Nirdin memasuki ruang sidang. Rambut putih dan lebatnya kumisnya Nirdin tak menunjukan dia garang dalam memimpin sidang untuk Mugi. Justru, sang pengetuk palu sidang tersebut dengan suara pelan menanyakan identitas dan kesiapan Mugi menjalani sidang.
Akhirnya, jaksa penuntut Nana Mulyana dan Izamni secara bergantian membacakan surat dakwaan setebal 44 halaman untuk Mugi. Mugi hanya terdiam mendengarkan kalimat demi kalimat pidana terorisme bersama-sama kelompok Pepi Fernando yang dituduhkan kepadanya.
Dalam dakwaan, disebutkan perjalanan hidup Mugi sehingga bisa terlibat dalam jaringan kelompok Pepi Fernando untuk kasus bom buku dan Serpong.
Awalnya, Mugi yang hanya lulusan SMP di Subang pergi merantau ke Jakarta pada 2010 dan tinggal di rumah kakaknya, Darto, di kawasan Pondok Kopi, Jaktim. Setelah itu, ia mulai ikut pengajian bersama kakaknya yang dipimpin Pepi Fernando dengan beranggotakan Maulana, Firman, Bari, Watono, dan Awi. Pengajian diadakan di rumah Darto dan rumah Pepi, di Perumahan Harapan Indah Bekasi, Jawa Barat, dipimpin Pepi dan Maulana.
Di pengajian itu, Mugi dan anggota lainnya mendapatkan materi dari Pepi, bahwa jihad hukumnya fadhu ain atau wajib bagi setiap muslim dengan menggunakan senjata api dan bom. Mereka juga dijejali materi tentang I'dad, yakni mempersiapkan harta dan jiwa untuk menggetarkan musuh, termasuk persiapan senjata api dan bom.
Selain itu, Pepi juga mendoktrin anggota pengajiannya, bahwa mereka yang mati syahid akan diampuni dosanya sejak tetesan darah pertama, akan dinikahkan dengan 72 bidadari, akan dihindarkan dari azab kubur, dan akan ditenangkan pada hari Hisab. Selain itu, mereka juga diberi materi, mereka yang belum pernah berniat berjihad semasa hidupnya, maka apabila dia mati akan membawa cabang dari kemunafikan, mengajarkan tentang orang kafir, yaitu Yahudi, polisi dan pejabat pemerintahan yang tidak berhukum dengan landasan Al-Quran dan Sunah.
Jaksa Riki melanjutkan, pada pengajian yang digelar di rumah kontrakan Darto pada Desember 2011, Pepi memberikan materi tentang infaq, di mana infaq adalah kewajiban bagi seorang muslim untuk dana perjuangan. Setelah mengerti, anggota kelompok pengajian itu, mulai mengumpulkan infaq minimal 2,5 persen dari penghasilan bulanan. Selanjutnya, infaq yang terkumpul itu digunakan Pepi untuk membeli bahan-bahan peledak.
Setelah bom buku terjadi di empat lokasi Jakarta dan bom Serpong, Mugi ditangkap bersama lima orang lainnya di Pasar Perumahan Klender, Jaktim, pada akhir April 2011.
Oleh jaksa, Mugi didakwa melanggar pasal berlapis. Untuk kegiatannya membantu pengumpulan dana untuk Pepi dan kegiatan terkait terorisme lainnya, dia didakwa melanggar Pasal 6 dalam dakwaan primer pertama atau Pasal 7 dalam dakwaan subsidiair UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Mugi tak memberi pernyataan apapun saat hakim Nirdin menanyakan ada yang tidaknya yang ingin disampaikan atas dakwaannya itu. Dan hakim Nirdin pun mempersilakan Mugi menyampaikan tanggapan atas dakwaan atau eksepesi pada sidang lanjutan, Senin (7/11/2011) mendatang.