Kasus Sisminbakum
Yusril: Kejagung Khawatir SBY Terlibat Kasus Sisminbakum
Kelihatan betul kekhawatiran Kejagung kalau Presiden SBY akan ikut ditarik ke dalam kasus Sisminbakum ini, sehingga terburu-buru

Padahal pada panggilan pertama, Yusril sudah memberitahu secara resmi dia sakit. Itu alasan yang sah menurut KUHAP. Hari Rabu 3 November kemarin, memang tidak ada panggilan Kejaksaan, sehingga Yusril tidak datang. Dia ke Denpasar. Nampaknya serius betul pemeriksaan itu, sehingga ada niatan mau nangkap segala.
Tapi panggilan ketiga yang disebut Darmono itu belum datang, Dirdik Kejagung Jasman Panjaitan membuat statemen lagi mengatakan berkas pemeriksaan sudah lengkap. Jum'at besok berkas akan dilimpahkan ke direktur penuntutan.
Kehadiran Yusril tidaklah penting. Sebab, hanya ingin menanyakan apakah ada hal-hal yang ingin ditambahkan. Omongan Jasman ini sungguh aneh. Sudah bikin stetemen geger-gegeran mau main tangkap segala, eh belum dipanggil lagi, malah bilang penyidikan sudah selesai.
Entah apa yang terjadi dengan penyidikan kasus ini. Padahal yang paling penting dalam penyidikan adalah terungkapnya kebenaran materil dari kasus yang dituduhkan, bukan mengejar target dua minggu harus selesai.
Saya sendiri sedang mengajukan perkara uji materil ke MK terkait pemanggilan saksi-saksi menguntungkan. Kelihatan sekali Kejaksaan Agung ingin menghindar dari putusan MK kalau permohonan saya nanti dikabulkan.
Cara kerja Kejagung yang amburadul seperti ini membuat orang bertanya-tanya, benarkah hukum ingin ditegakkan atau sekadar melaksanakan sebuah agenda politik?
Bagi saya apapun yang akan terjadi akan saya hadapi. Kalaupun perkara ini dilimpahkan ke pengadilan akan saya hadapi. Kalau saya dianggap salah memberlakukan Sisminbakum melalui sebuah Keputusan Menteri tahun 2000, bagaimana dengan Presiden dan DPR yang memberlakukan Sisminbakum yang sama dengan undang-undang pada 16 Agustus 2007?
Kalau saya disalahkan tidak memasukkan biaya akses Sisminbakum ke dalam PNBP, bukankah itu kewenangan Presiden sebagaimana diatur dalam UU PNBP dan bukan kewenangan Menteri?
Kenyataannya 4 kali Presiden SBY merubah Peraturan Pemerintah tentang PNBP di Departemen Hukum dan HAM, tidak pernah memasukkan biaya akses itu sebagai PNBP. Baru tahun 2009, SBY memasukkannya ke dalam PNBP. Jadi, siapa yang bertanggungjawab tidak memasukkan biaya akses itu ke dalam PNBP?
Kelihatan betul kekhawatiran Kejagung kalau Presiden SBY akan ikut ditarik ke dalam kasus Sisminbakum ini, sehingga Kejagung nampak terburu-buru. Namun saya yakin kebenaran akan terungkap dan saya akan melawan semua ini dengan ilmu dan keberanian, sampai kapan pun.
Jangan ada yang menyangka saya takut menghadapi pengadilan. Saya akan menghadapinya dengan argumen, bukti dan ketegaran sikap. (*)