Kasus Sisminbakum
Yusril Menolak Dipanggil Paksa
Mantan menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra menolak jika dirinya nanti dipanggil paksa oleh Kejaksan Agung.

Demikian ditegaskan Yusril kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (5/7/2010). "Jamwas Marwan Effendi mengatakan kalau tidak kooperatif saya bisa dipanggil paksa, padahal selama ini saya kooperatif," tegasnya.
Yusril juga membantah pendapat Jamwas Marwan Effendi bahwa masalah legalitas jaksa agung tidak terkait dengan pemanggilan dirinya. Yusril menegaskan bahwa sesuai UUD 45 negara ini adalah negara hukum.
"Pasal 28D UUD 45 menyatakan hak setiap orang untuk mendapat pengakuan, jaminan , perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Karena itu, adanya kepastian legalitas Jaksa agung dan bawahannya menjadi penting untuk dijawab," sambung Mesesneg ini.
Yusril juga menambahkan bahwa dia tahu jaksa mempunyai kewenangan memanggil paksa, menahan, mencekal yang menjadi domain hukum pidana dan hukum acara pidana.
"Namun segala kewenangan itu baru sah dijalankan, kalau pengangkatan mereka dalam jabatan itu juga sah. Ini adalah domain hukum administrasi negara yang harus dijunjung tinggi," tegas Yusril.
Jaksa Agung Hendarman Supandji di Istana Negara juga mengatakan bahwa dalam ketentuan KUHAP diatur pemanggilan paksa. "Ada ketentuan di dalam KUHAP, kumpulkan alat bukti, (lalu) panggil untuk kedua kali. Kalau nggak mau? Ada pasalnya, upaya paksa. Silahkan penyidik laksanakan ketentuan secara profesional, proporsional," kata Hendarman.
Yusril dan Komisaris PT Sarana Rekatama Dinamika (SRD) Hartono Taoesoedibyo yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), akan dipanggil kedua pada 12 Juli 2010. Pada panggilan pertama 1 Juli 2010 lalu, Yusril menolak diperiksa. Sedangkan Hartono belum hadir dengan alasan sedang berobat ke luar negeri.