DPRD DKI akan Revisi Perda tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Sudah 20 Tahun Tak Pernah Diubah
DPDR DKI akan merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang sudah 20 tahun tidak pernah diubah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DPRD DKI Jakarta akan merevisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang sudah 20 tahun tidak pernah diubah.
Dalam revisi ini, semua sektor diharapkan dapat bekerja sama dalam setiap upaya, mulai dari pencegahan, edukasi, penegakan sanksi, sampai perencanaan investasi.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Dibutuhkan Kolaborasi Seluruh Pihak untuk Tanggulangi Masalah Pencemaran Udara
Peraturan Daerah (Perda) Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara merupakan regulasi penting yang bertujuan menjaga kualitas udara di wilayah DKI Jakarta.
Perda ini dibuat karena pencemaran udara di Jakarta telah mencapai tingkat yang memprihatinkan, menurunkan kualitas lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Wibi Andrino mengatakan kebijakan pengendalian polusi udara harus bersifat paripurna dan komprehensif.
Hal ini disampaikan Wibi dalam diskusi kebijakan publik perihal strategi pengendalian pencemaran udara Jabodetabek bertajuk 'Jejak Langkah untuk Udara Bersih' yang digelar organisasi nonprofit Bicara Udara, di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (28/9/2025).
"Semua sektor perlu berkolaborasi, mulai dari pencegahan, edukasi, penegakan sanksi, hingga perencanaan investasi. Hal ini akan kami tuangkan melalui revisi Perda Nomor 2 Tahun 2005," kata Wibi.
Wibi menerangkan, revisi Perda pencegahan polusi udara ini perlu memperbarui banyak aspek untuk menjamin masyarakat Jakarta hidup aman.
Sebab udara bersih merupakan hak dasar bagi setiap warga. Sehingga pengendalian dan pencegahan polusi perlu ditegakkan secara komprehensif.
"Banyak aspek yang perlu diperbarui agar masyarakat dapat hidup aman di Jakarta. Udara bersih adalah hak dasar setiap warga, sehingga mereka berhak menghirup udara dengan aman, nyaman, dan tanpa sesak," katanya.
Dalam kesempatan itu, Bicara Udara,--organisasi nonprofit yang mengadvokasi hak atas udara bersih--mencatat setidaknya ada sekitar 30 butir pasal dalam Perda Jakarta Nomor 2/2005 yang perlu diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan terbaru, mulai dari level Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup.
Co-Founder Bicara Udara Novita Natalia menyebutkan, DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang belum memperbarui Perda terkait pengendalian pencemaran udara.
Bahkan Perda Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 tersebut sudah hampir genap 20 tahun belum direvisi, sehingga peraturannya sudah tidak relevan.
Novita menerangkan, pentingnya ada penyelarasan dengan kondisi terkini yang mencakup instrumen hukum dan acuan baku mutu udara, muatan perencanaan spasial serta target jangka panjang kualitas udara, mekanisme pemantauan yang terintegrasi dengan regulasi, hingga pengaturan izin emisi.
Selain itu, aturan terkait Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Electronic Road Pricing (ERP), Low Emission Zone (LEZ), serta Hari Bebas Kendaraan Bermotor alias Car Free Day juga menjadi bagian penting dari pembaruan ini.
Pembaruan sederet ketentuan ini jadi penting karena bersangkutan dengan perbaikan kualitas udara di Jakarta yang notabene ibu kota, dan sebagai kemauan pemerintah dalam melindungi warganya dari dampak berbahaya udara kotor.
"Hal ini sangat penting untuk relevansi dan penerapan perbaikan kualitas udara di Jakarta. Demi melindungi warga dari dampak berbahaya polusi udara, baik untuk kini dan masa depan," kata Novita.
Sementara itu Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan pentingnya penguatan strategi pengendalian polusi udara melalui kerja sama wilayah.
Ia menyebut kawasan aglomerasi seperti Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cianjur (Jabodetabekpunjur) menemui tantangan polusi udara kompleks dan saling terhubung.
Menurutnya perlu kebijakan yang berbasis bukti, sistem pelaporan, perencanaan skenario, penindakan tegas terhadap sumber polusi, serta monitoring berkesinambungan.
Pada saat yang sama, perlunya menyediakan transportasi publik memadai seraya menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi massal tersebut.
"Pada saat yang sama, kesadaran publik dan penyediaan transportasi publik yang memadai harus didorong secara simultan. Kita perbaiki sistemnya, lakukan inovasi agar sarana semakin baik, dan terus mengedukasi warga agar mau dan bisa menggunakan transportasi publik," ucap Bima Arya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.