4 Tuntutan Buruh dan Pensiunan PT Pos Indonesia Saat Aksi di Istana dan DPR RI 3 Juni
Pensiunan dan buruh PT Pos demo di Istana dan DPR tolak hapus tunjangan, sistem kemitraan, outsourcing, dan kenaikan iuran BPJS.
4 Tuntutan Buruh dan Pensiunan PT Pos Indonesia Saat Aksi di Istana dan DPR RI 3 Juni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada Selasa, 3 Juni 2025, ribuan buruh dan pensiunan PT Pos Indonesia turun ke jalan menggelar aksi unjuk rasa di depan Istana Negara dan Gedung DPR RI.
Aksi yang diinisiasi oleh Partai Buruh bersama Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB) ini diikuti sekitar 3.000 orang, terdiri dari pensiunan PT Pos Indonesia, mitra pos, karyawan aktif, serta anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Mereka bergerak mulai pukul 10.00 WIB dari Kantor Kementerian BUMN menuju Istana Negara dan dilanjutkan ke DPR RI.
Aksi ini merupakan bentuk protes atas kebijakan yang dinilai merugikan kesejahteraan pekerja dan pensiunan PT Pos Indonesia.
Baca juga: Pensiunan PT Pos Demo ke Istana dan DPR 3 Juni, Ini Tuntutannya
Ada empat tuntutan utama yang mereka suarakan secara tegas:
1. Tolak Penghapusan Sumbangan dan Tunjangan Pensiunan PT Pos Indonesia
Para pensiunan menolak keras rencana penghapusan tunjangan yang selama ini menjadi hak dasar mereka sebagai penghargaan atas pengabdian puluhan tahun.
“Negara dan BUMN tidak boleh mengkhianati jasa para pensiunan. Menghapus tunjangan mereka sama saja dengan menelantarkan orang-orang yang telah membangun fondasi layanan pos nasional,” ujar Presiden Partai Buruh dan KSPI, Said Iqbal, dalam keterangannya pada Senin (2/6/2025).
2. Angkat Mitra Pos Jadi Karyawan Tetap PT Pos Indonesia
Sistem kemitraan yang diterapkan PT Pos Indonesia dianggap eksploitatif. Mitra pos yang bekerja layaknya karyawan tetap, namun tanpa jaminan perlindungan sosial dan upah layak, diibaratkan sebagai “perbudakan modern.”
“Mitra pos harus diangkat menjadi pekerja tetap dengan hak yang setara,” ujarnya.
3. Tolak Kenaikan Iuran dan Sistem KRIS BPJS Kesehatan
Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dinilai hanya menambah beban ekonomi rakyat tanpa jaminan peningkatan mutu layanan.
“Kesehatan adalah hak, bukan komoditas. Pemerintah harus memperbaiki layanan, bukan membebani masyarakat dengan biaya tambahan,” kata dia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.