AKBP Bintoro dan Kasus di Polres Jaksel
Kasus AKBP Bintoro dan DWP: Pengamat Duga Kasus Pemerasan Polisi Sering Terjadi, Korban Takut Lapor
Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan 'oknum' polisi kembali terungkap ke publik setelah kasus DWP kini kasus AKBP Bintoro.
“Aliran uang itu ke mana saja, dan pihak yang korban, dalam hal ini memang harus memberikan bukti-bukti yang kuat terkait dengan laporan yang diberikannya.”
Korban Pemerasan Takut Melapor?
Bambang mengatakan kasus seperti ini kan merupakan fenomena puncak gunung es.
"Tidak hanya dalam konteks pemerasan di Jakarta Selatan ini saja, tetapi sudah seringkali terjadi di mana-mana,” ucapnya.
“Hanya saja, korban tidak speak up ke media ataupun melaporkan, karena pihak korban dalam posisi yang sangat lemah.”
Para korban, kata Bambang, biasanya hanya menerima, karena sebelumnya telah terjadi simbiosis mutualisme antara korban dan pelaku.
“Jadi mereka menerima saja. Memang sebelumnya ada simbiosis mutualisme antara tersangka dengan penyidik di kepolisian sehingga terjadilah transaksi suap untuk memengaruhi proses pidana yang terjadi. Seperti itu.”
“Makanya memang selama ini kontrol dan pengawasan di kepolisian itu memang sangat lemah, bukan hanya kontrol dan pengawasan dari atasan tapi sistem kontrol dan pengawasan itu nyaris tidak ada,” ucapnya.
Berawal dari Kasus Seksual
Staf Ahli Kapolri, Aryanto Sutadi, mengatakan kasus dugaan pemerasan AKBP Bintoro berawal dari perkara kekerasan seksual.
“Kalau saya lihat kasus ini, yang nakal ya Kasat Serse itu. Kasusnya kan bermula adanya kejadian dua remaja entah diperlakukan kekerasan seksual oleh kedua tersangka, kemudian kasusnya displit,” kata Aryanto dikutip dari Kompas.TV.
“Kasus pelecehan seksual itu ditangani oleh Polres kemudian yang senjata api oleh Polda. Nah sementara yang di polres ini tidak jalan terus, mulai April.”
Setelah terjadi mutasi atau pergantian Kasat Reskrim, perkara yang ditangani itu pun diteruskan prosesnya.
“Kasus ini menjadi mencuat ketika kemarin itu si pelaku itu merasa dirugikan karena merasa diperas gitu ya, sehingga melapor gugatan perdata, untuk dikembalikan kerugiannya itu.”
Dari situlah kasus dugaan pemerasan itu terkuak, yakni setelah perkara yang ditangani diambil alih oleh Kapolres.
“Kemudian oleh Kapolres diambil alih (kasusnya), yang bersangkutan dipindah ke Polda kemudian kasusnya diteruskan dan dikirimkan ke kejaksaan, ternyata di belakangnya ada buntut seperti itu, pemerasan, judulnya.”
Penjelasan Kuasa Hukum
Kuasa hukum Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto, Pahala Manurung menyebut kliennya sudah mengeluarkan uang sebesar Rp17,1 miliar kepada anggota Polres Metro Jakarta Selatan agar kasus yang menjerat dihentikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.