Minggu, 5 Oktober 2025

Rektor Dilaporkan Lecehkan Pegawai

Rektor Non-Aktif Universitas Pancasila Ngaku Malu Dipolisikan Kasus Pelecehan Seksual 

Selain itu, dirinya pun mengatakan bahwa laporan pelecehan seksual itu juga merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadapnya.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Tribunnews/Fahmi Ramadhan
Konferensi pers rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno, bersama tim kuasa hukumnya menyusul kasus dugaan pelecehan seksual, Kamis (29/2/2024) 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rektor non-aktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno mengaku malu dan sedih usai dirinya dilaporkan terkait dugaan kasus pelecehan seksual oleh dua pegawainya.

Selain itu, dirinya pun mengatakan bahwa laporan pelecehan seksual itu juga merupakan bentuk pembunuhan karakter terhadapnya.

"Mungkin bapak ibu nggak bisa menggambarkan kesedihan saya, malu saya dan juga sedih say. Karena apa? Karena selama saya mengabdi di dunia pendidikan baru kali ini dijadikan korban character assassination atau pembunuhan karakter," kata Edie dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024).

Edie pun kemudian menuding bahwa pelaporan terhadap dirinya ini adalah bentuk politisasi terkait pemilihan rektor Universitas Pancasila.

Lantas ia pun mengaku bahwa saat ini nama baik serta reputasinya sebagai seorang rektor tengah dipertaruhkan imbas kasus dugaan pelecehan seksual tersebut.

"Saya menjadi sasaran utama kegiatan ini, yaitu pemilihan rektor. Pemilihan rektor bagi saya biasa saja. Karena apa? di Pancasila saya sudah 13 tahun jadi rektor," sebutnya.

"Tidak pernah terpikirkan oleh saya ada di titik ini, di titik nadir paling bawah, nama baik saya dipertaruhkan. Bukan cuman nama baik saya yang hancur semua prestasi saya tiba-tiba harus lenyap," sambungnya.

Klaim Kasusnya Dipolitisasi

Sebelumnya, Rektor non aktif Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.

Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

Baca juga: Hadiri Proses Rekonstruksi Kematian Dante, Angger Dimas Tak Kuasa Tahan Emosinya pada YA: Kejam

Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.

"Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres," kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

Selain itu ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.

Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.

"Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami," pungkasnya.

Kronologi Pelecehan Versi Kubu Korban

Sebelumnya dua orang wanita berinisial RZ dan DF melapor ke polisi karena diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh rektor salah satu universitas di Jakarta Selatan berinisial ETH.

Universitas Pancasila.
Universitas Pancasila. (Ist)

Kuasa hukum kedua korban, Amanda Manthovani mengatakan dari keterangan kliennya, bentuk pelecehan itu mulai dicium hingga dipegang bagian payudaranya.

Pertama, korban berinisial RZ yang saat itu bekerja sebagai Kabag Humas dan Ventura universitas tersebut awalnya diminta untuk menghadap rektor tersebut dengan alasan terkait pekerjaan.

"Dia akhirnya cari tempat di kursi yang agak panjang. Memang dia dipanggil sama rektor dia juga gak tau, tapi setelah dia masuk, diambil posisi duduk, posisinya agak jauh, rektor di tempat kursi dia dan dia (korban) di kursi panjang sambil rektor itu memberikan perintah-perintah masalah pekerjaan. Gitu ceritanya," kata Amanda saat dihubungi, Sabtu (24/2/2024).

Baca juga: Gathan Saleh Eks Suami Dina Lorenza Diduga Lakukan Penembakan, Ini Kronologi Versi Korban

Saat itu, sang rektor mendekati korban saat tengah mencatat. Namun kala itu sang rektor langsung mencium pipi hingga korban kaget dan berdiri untuk meninggalkan ruangan.

"Terus sebelum dia keluar, rektor dengan bahasa baik yang lembut, 'ini coba kamu sebelum keluar, mata saya liat dulu' katanya 'mata saya merah nggak?" ucapnya.

Saat meneteskan obat tersebut, RZ mengaku sang rektor langsung memegang payudaranya hingga akhirnya korban ketakutan dan mengadu kepada atasannya.

Namun, bukannya dibantu, korban malah dimutasi dari jabatannya ke S2 universitas.

Lalu, korban kedua berinisial DF mendapatkan perlakuan tersebut sebelum RZ saat di ruangan rektor tersebut.

"Hampir sama si kejadiannya cuman mbak DF memang di cium tapi posisinya itu mukanya DF itu dipeganngin terus diciumin. Si DF kan waktu itu usainya masih muda kejadiannya itu dia masih 23 tahun," ucapnya.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved