Beras Alami Deflasi 0,13 Persen pada September 2025, Akhiri Tren 4 Tahun Inflasi
BPS catat deflasi beras 0,13% September 2025, pertama sejak 2021. Produksi naik 12,62% jadi 33,19 juta ton, stok aman tanpa impor
TRIBUNNEWS.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat capaian penting dalam dinamika harga pangan nasional. Untuk pertama kalinya sejak 2021, beras mengalami deflasi sebesar 0,13 persen pada September 2025, memutus tren empat tahun berturut-turut (2021–2024) di mana beras selalu menjadi penyumbang inflasi bulanan pada periode yang sama.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, menyebut deflasi beras ini sebagai sebuah anomali positif. Fenomena tersebut terjadi karena tiga faktor utama: panen Gadu yang memperbesar pasokan gabah, pemanfaatan stok gabah lama di penggilingan, serta melimpahnya pasokan beras di pasar.
“Deflasi beras kali ini bukan kebetulan. Pasokan gabah dari panen gadu meningkat, penggilingan mengolah stok yang tersedia, dan harga beras akhirnya turun di semua level, dari penggilingan, grosir, hingga eceran,” ujar Habibullah saat konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/10/2025).
Baca juga: DPD RI Luncurkan Program Ketahanan Pangan di Papua Tengah, Fokus Perkuat Pertanian Lokal
Berdasarkan data BPS, rata-rata harga beras di penggilingan pada September 2025 tercatat turun di semua kualitas. Beras kualitas premium sebesar Rp13.739 per kg (turun 0,72 persen), beras kualitas medium Rp13.386 per kg (turun 0,54 persen), dan beras kualitas submedium Rp13.278 per kg (turun 0,31%).
Deflasi beras September 2025 ini didukung lonjakan produksi yang signifikan sepanjang tahun. Hasil Kerangka Sampel Area (KSA) BPS memproyeksikan produksi beras Januari–November 2025 mencapai 33,19 juta ton, meningkat 12,62% dibanding periode yang sama tahun 2024 (29,47 juta ton). Capaian ini bahkan melampaui produksi sepanjang 2024 yang hanya sebesar 30,34 juta ton.
“Dengan produksi Januari–November yang diperkirakan menembus 33 juta ton, ketersediaan pangan pokok kita semakin terjamin. Beras bukan lagi faktor pendorong inflasi, melainkan penopang stabilitas harga dan daya beli masyarakat,” ungkap Habibullah.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa dengan lonjakan produksi beras tahun ini, pemerintah tidak akan melakukan impor.
"Insyaallah tidak ada impor karena stok kita banyak," ujarnya.
Menurut Amran, lonjakan produksi terjadi karena adanya transformasi besar yang sedang dilakukan di sektor pertanian. Pemerintah terus mendorong program strategis mulai dari pencetakan sawah baru, rehabilitasi jaringan irigasi, hingga peningkatan kesejahteraan petani.(*)
Baca juga: Punya Nilai Ekonomi Tinggi, Kementerian Pertanian Dorong Industri Hilir Gambir
Titiek Soeharto Temukan Beras Tak Layak Konsumsi, Dirut Bulog: Sedang Diproses Ulang |
![]() |
---|
Targetkan Swasembada Pangan, Kementan Tanam Jagung Serentak di 4 Provinsi |
![]() |
---|
Pemerintah Tebar 52.400 Ton Jagung Pakan Murah ke 2.109 Peternak |
![]() |
---|
Peneliti Celios Sebut Harga Beras di Papua Tengah Capai Rp 50 Ribu Lebih Per Kilogram |
![]() |
---|
2,49 Ribu Ton Beras SPHP Digelontorkan dalam Gerakan Pangan Murah di Jawa Timur |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.