Jangan Salah Kaprah, Ini Perbedaan Alergi dan Intoleransi Makanan pada Anak
Alergi makanan bisa mirip dengan reaksi lain seperti intoleransi atau keracunan makanan.
Penulis:
Aisyah Nursyamsi
Editor:
Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Alergi makanan pada anak kini menjadi salah satu isu kesehatan yang semakin sering ditemui di masyarakat.
Fenomenanya disebut sebagai second wave penyakit alergi, setelah sebelumnya peningkatan lebih banyak pada kasus alergi saluran napas seperti asma dan rinitis alergi.
Menurut Bidang Ilmiah Unit Kerja Koordinasi (UKK) Alergi Imunologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Endah Citraresmi, SpA Subsp.E.T.I.A (K) mengungkapkan kondisi ini sering kali masih membingungkan orang tua maupun tenaga kesehatan.
Hal ini dikarenakan alergi makanan bisa mirip dengan reaksi lain seperti intoleransi atau keracunan makanan.
Baca juga: Anemia hingga Alergi, Masalah Kesehatan Anak yang Perlu Dideteksi Dini
“Sebetulnya kalau kita memakan makanan tertentu dan kemudian ada timbul reaksi yang tidak diinginkan itu payung besarnya adalah adverse food reaction," ungkapnya pada seminar media virtual, Rabu (17/8/2025).
"Adverse food reaction sendiri terbagi menjadi yang dimediasi imun inilah di mana nanti alergi makanan berada. Ada juga yang bukan disebabkan oleh mekanisme imun, ini biasanya intoleransi makanan,” lanjutnya.
Alergi vs Intoleransi
Intoleransi laktosa misalnya, bukan alergi, melainkan ketidakmampuan tubuh mencerna laktosa akibat kekurangan enzim laktase.
Gejalanya bisa berupa diare atau kembung setelah minum susu, tetapi anak tetap bisa mengonsumsi susu bebas laktosa dalam jumlah terbatas.
Sedangkan pada alergi makanan, sistem imun bereaksi secara spesifik terhadap zat tertentu.
Gejala yang muncul pun berulang setiap kali anak terpapar makanan yang sama.
Data menunjukkan sekitar 2–10 persen populasi dunia mengalami alergi makanan yang dimediasi antibodi IgE, dengan prevalensi lebih tinggi pada anak usia di bawah 5 tahun.
Antibodi IgE (Imunoglobulin E) adalah jenis protein (antibodi) yang diproduksi oleh sistem imun untuk melawan infeksi parasit dan mengenali alergen, yang dapat memicu reaksi alergi
Makanan pemicu paling umum antara lain susu sapi, telur, kacang tanah, kacang pohon seperti almond atau walnut, kedelai, gandum, seafood, dan ikan.
Alergi makanan bukan hanya menyebabkan gatal atau ruam, tetapi juga bisa menimbulkan reaksi berat seperti anafilaksis.
Selain itu, pembatasan makanan tertentu bisa memengaruhi kualitas hidup anak maupun keluarganya.
Karena itu, penting bagi orang tua mengenali gejala dengan tepat agar anak tidak salah diagnosis.
“Kata kunci dari alergi makanan adalah reaksinya tidak menyenangkan setelah makan, lalu dia harus berulang. Jadi pada saat kita memaparkan terhadap telur kembali maka gejala yang sama akan muncul,” pungkasnya.
(Tribunnews.com/ Aisyah Nursyamsi)
Maudy Ayunda Beralih ke Susu Nabati karena Lebih Sadar Diri Sensitif Pada Makanan |
![]() |
---|
Serupa Tapi Tak Sama, Kenali Gejala Anak yang Alergi Susu Sapi dan Intoleran Laktosa |
![]() |
---|
Perawatan Kulit Lebih Aman dengan Teknologi Terbaru, Minim Risiko Alergi atau Kontaminasi |
![]() |
---|
Ramai Warganet Mulai Curiga Drama Sakit Kulit Jokowi, Diduga hanya Rekayasa |
![]() |
---|
Dokter Richard Lee Duga Jokowi Alami Alergi Obat hingga Autoimun, Sarankan Segera Cek Lab |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.