Sabtu, 4 Oktober 2025

Kesehatan

Bahaya Kol Goreng bagi Kesehatan, Simak Penjelasan Ahli Gizi

Konsumsi kol goreng secara berlebihan ternyata berpotensi memberikan dampak negatif bagi kesehatan, berikut adalah bahaya kol goreng bagi kesehatan.

Penulis: Lanny Latifah
Freepik
ILUSTRASI KOL GORENG - Ilustrasi kol goreng diambil dari laman Freepik pada Kamis (11/9/2025). Konsumsi kol goreng secara berlebihan ternyata berpotensi memberikan dampak negatif bagi kesehatan, berikut adalah bahaya kol goreng bagi kesehatan. 

TRIBUNNEWS.COM - Kol goreng menjadi hidangan pendamping atau lauk favorit banyak orang karena rasanya yang gurih dan teksturnya yang renyah.

Kol sendiri adalah sayuran yang kaya akan vitamin C, serat, dan berbagai antioksidan yang baik bagi kesehatan tubuh.

Namun, metode pengolahan sayur yang kurang tepat, seperti menggoreng, dapat menyebabkan berkurangnya kandungan gizi pada sayuran tersebut.

Konsumsi kol goreng secara berlebihan ternyata berpotensi memberikan dampak negatif bagi kesehatan.

Oleh karena itu, ahli gizi mengingatkan masyarakat agar lebih bijak dalam mengonsumsinya.

Menurut Dr. Zuraidah Nasution, dosen Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB University, proses menggoreng dapat merusak kandungan zat gizi mikro pada sayuran, terutama vitamin yang larut dalam air.

"Cara terbaik mengolah sayuran adalah dengan menggunakan prinsip pemaparan panas yang minimal dan penggunaan air yang tidak berlebih, seperti ditumis atau dikukus," jelasnya, dilansir dari situs resmi IPB University, Kamis (11/9/2025).

Menggoreng sayuran, terutama dengan teknik deep frying, menyebabkan air dalam sayuran menguap.

Hal ini menciptakan rongga yang kemudian terisi oleh minyak goreng, sehingga menambah asupan lemak dan kalori ke dalam tubuh.

"Tanpa disadari, kita menambahkan lemak ekstra ke tubuh hanya karena ingin mendapatkan tekstur renyah dari sayur yang digoreng," tambah Dr. Zuraidah.

Selain meningkatkan kandungan lemak, proses penggorengan dengan suhu tinggi juga dapat memicu oksidasi lemak dalam minyak goreng.

Baca juga: Batas Konsumsi Gula, Garam, dan Lemak per Hari Menurut WHO

Oksidasi ini menghasilkan senyawa berbahaya, termasuk senyawa karsinogenik yang berpotensi meningkatkan risiko kanker jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

Meskipun kol goreng sebagai pelengkap pecel lele terasa nikmat dan menambah selera makan, perlu diingat bahwa sayuran sebaiknya diolah dengan cara yang lebih sehat.

Sayur tetap dapat memiliki tekstur renyah tanpa harus digoreng, yakni dengan cara mengukus atau menumis dengan waktu singkat dan sedikit air.

"Sayur yang digoreng memang enak. Namun, akan jauh lebih baik dan menyehatkan bila kita mengolahnya dengan teknik yang mempertahankan nilai gizinya," pesan Dr. Zuraidah.

Dengan memilih metode memasak yang tepat, masyarakat tetap bisa mendapatkan manfaat optimal dari sayuran tanpa harus khawatir kehilangan gizi atau menambah risiko kesehatan.

Bahaya Kol Goreng bagi Kesehatan

Berikut ini adalah bahaya kol goreng bagi kesehatan yang penting untuk Anda ketahui,dilansir dari laman resmi ciputrahospital.com:

1. Menyebabkan Kanker

Kol goreng dapat menyebabkan kanker, terutama saat mengonsumsinya secara berlebihan.

Hal ini bisa terjadi karena makanan goreng mengandung senyawa akrilamida yang bersifat karsinogenik.

Berbagai riset membuktikan bahwa akrilamida dapat merusak DNA dan menyebabkan apoptosis atau kematian sel yang perlu Anda waspadai.

Bahkan, kondisi ini juga memicu stres oksidatif dan peradangan yang dapat meningkatkan risiko kanker.

Cobalah untuk mengolah kol dengan cara mengukus atau merebusnya.

Olahan ini dapat menjaga kalori tetap rendah dan mempertahankan nutrisi penting dalam kol.

Anda bisa mencincang kol atau kubis panggang dengan tambahan minyak zaitun, bawang putih cincang, dan lada hitam.

Selain itu, Anda juga dapat menambahkan kol parut ke dalam salad atau sup ayam.

Baca juga: WHO Keluarkan Obat Baru Tambahan untuk Penyakit Kanker dan Diabetes, Ini Daftarnya

2. Meningkatkan Berat Badan

Kol goreng mengandung lebih banyak kalori daripada makanan yang tidak digoreng.

Hal ini dapat meningkatkan berat badan dan memicu terjadinya obesitas.

Penelitian membuktikan bahwa gorengan memiliki kandungan lemak trans yang dapat memengaruhi hormon yang mengatur nafsu makan dan penyimpanan lemak.

Semakin banyak yang Anda konsumsi, semakin besar juga risikonya.

Berat badan berlebih atau obesitas muncul dengan BMI di atas 30.

Tidak hanya mengonsumsi makanan yang digoreng, berat badan berlebih juga terpengaruhi oleh konsumsi obat-obatan tertentu, jarang berolahraga, dan kurang tidur.

3. Meningkatkan Risiko Penyakit Jantung

Efek makan kol goreng yaitu dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.

Penelitian membuktikan bahwa semakin sering orang makan gorengan, semakin besar juga risiko terkena penyakit jantung atau kardiovaskular.

Oleh sebab itu, sebaiknya hindari konsumsi kol goreng agar menjaga fungsi jantung tetap optimal.

Anda bisa mengonsumsi buah dan sayur yang memiliki risiko lebih rendah.

Gejala penyakit jantung cenderung bervariasi, tergantung pada jenisnya.

Misalnya, penyakit arteri koroner yang memengaruhi pembuluh darah utama yang memasok otot jantung.

Gejalanya meliputi nyeri dada, sesak napas, dan sakit pada bagian leher.

Selain makan kol goreng, kebiasaan merokok dan jarang berolahraga juga dapat meningkatkan faktor risiko penyakit jantung.

Anda bisa mencegah kondisi ini dengan menjaga pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan rendah garam dan lemak jenuh.

4. Memicu Diabetes

Diabetes termasuk kondisi umum yang menyerang semua kalangan usia, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.

Kondisi ini terjadi saat kadar gula darah (glukosa) di dalam tubuh terlalu tinggi.

Penyebabnya karena pankreas tidak mampu memproduksi insulin dalam jumlah cukup atau tidak sama sekali.

Kadar gula darah tinggi bisa menimbulkan sejumlah gejala, seperti sering buang air kecil, pandangan kabur, dan mudah merasa haus.

Terdapat studi yang melaporkan bahwa mengonsumsi makanan yang digoreng, seperti kol goreng mampu meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2.

Bahkan, orang yang makan makanan cepat saji 2 kali dalam seminggu berisiko mengalami resistensi insulin lebih tinggi daripada mereka yang makan kurang dari sekali seminggu.

Jika tidak mendapatkan pengobatan segera mungkin, gula darah tinggi bisa menyebabkan komplikasi akut dan jangka panjang.

(Tribunnews.com/Latifah)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved