Program Makan Bergizi Gratis
Guru Besar FKUI: Jangan Anggap Enteng Kasus Keracunan Makan Bergizi Gratis
Program ini memiliki tujuan yang baik sehingga perlu dilanjutkan dengan sejumlah perbaikan. MBG demi memastikan anak Indonesia mendapatkan gizi baik.
Penulis:
Rina Ayu Panca Rini
Editor:
willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menyebut kasus keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang kerap terjadi tidak boleh dianggap enteng. Hal ini merespons, kasus keracunan massal MBG yang terjadi Sragen, Jawa Tengah. Dilaporkan ada 251 korban mengalami gejala keracunan berupa mual dan muntah.
Baca juga: 5 Kejadian Keracunan Massal MBG, Terbaru Ada di Sragen Jateng Korbannya 251 Orang
Program MBG merupakan salah satu program hasil terbaik cepat (PHTC) Presiden Prabowo Subianto dalam memastikan anak Indonesia memiliki gizi yang cukup dan seimbang sebagai pondasi penting bagi tumbuh kembang anak.
Program ini pertama diluncurkan pada 6 Januari 2025 dan dilangsungkan secara bertahap di seluruh Indonesia dengan target 82,9 juta anak sekolah dari SD – SMA dan sederajat.
Prof Tjandra mengatakan, kasus keracunan yang berulang terjadi harus ditangani serius. Program ini memiliki tujuan yang baik sehingga perlu dilanjutkan dengan sejumlah perbaikan.
“Kasus keracunan tidak dapat dianggap enteng, harus ditangani serius tanpa harus menghentikan program MBG secara keseluruhan karena tujuan MBG bagus,” kata dia kepada Tribunnews.com, Rabu (13/8/2025).
Ia mengatakan, ada 5 hal yang harus diperhatikan dan diperbaiki pemerintah dalam menghadapi kasus-kasus keracunan MBG. Pertama, setiap kejadian keracunan maka segeralah mencari penyebabnya, baik penyebab dalam bentuk mikroorganisme seperti bakteri, jamur, atau virus maupun juga penyebab dalam prosesnya.
Sisa makanan segera masuk lab dan petugas segera menelusuri proses dari awal, penyediaan bahan makanan, memasak, penyimpanan ,maupun distribusi.
“Untuk hasil lab mungkin harus menunggu beberapa hari, tapi untuk penilaian dimana kesalahan prosesnya maka bisa selesai dalam waktu singkat dengan turun ke lapangan,” ujar Guru Besar FKUI ini.
Baca juga: Komisi IX DPR: Semua Dapur MBG Harus Punya Fasilitas Standar Nasional
Kedua, jika penyebab mikroorganisme sudah ditemukan maka segera dilakukan analisa biologi dan kesehatan masyarakat untuk identifikasi bagaimana keracunan ini bisa terjadi.
Ketiga, jika penyebabnya karena proses kerja maka lakukan perbaikan menyeluruh dari proses itu. “Keempat korban sakit tentu harus diobati dengan baik, dan perlu di kontrol ulang sekitar seminggu dan sebulan sesudahnya,” ujar Direktur Pascasarjana Universitas YARSI.
Serta terakhir memberikan penjelasan yang baik kepada masyarakat, agar masyarakat tidak khawatir dan takut saat anak-anak mereka menyantap makanan MBG.
Kasus dugaan keracunan ini terjadi di SDN 4 Gemolong dan SMP N 3 Gemolong, Sragen, Jawa Tengah (Jateng) bukanlah kasus keracunan massal pertama. Dari catatan Tribunnews.com, sebelumnya ada empat kasus serupa terjadi di NTT, Bandung, Kota Bogor, dan Sumatera Selatan.
Keracunan MBG di Sragen bukan hanya murid yang menjadi korban guru, karyawan hingga keluarga siswa juga menyantap menu MBG dengan total korban mencapai 251 orang.
Mereka menyantap menu MBG yang didistribusikan oleh Dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mitra Mandiri Gemolong-1, Sragen, Jawa Tengah. Setelah menyantap menu berupa nasi kuning dan telur suwir, murid merasakan gejala keracunan seperti mual, pusing hingga diare.
Baca juga: Kesaksian Pelajar di Sragen yang Keracunan MBG: Nasi Kuning Asin Banget, Telur Suwirnya Amis
Seorang murid mengaku, makanan yang disajikan tidak seperti biasa. Nasi kuning yang dihidangkan memiliki rasa asin dengan telur suwir yang amis.
Para korban langsung ditangani oleh puskesmas setempat untuk mendapatkan pertolongan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.