Senin, 29 September 2025

Kebiasaan Balita Minum Kental Manis Masih Marak, Akademisi Ungkap Faktor Pemicu dan Dampaknya

Fenomena ini dipicu oleh kombinasi faktor, mulai dari informasi yang keliru, hingga kondisi ekonomi.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
AI Gemini
KENTAL MANIS - Foto ilustrasi hasil olah kecerdasan buatan (AI), Selasa (28/1/2025). Kebiasaan memberikan susu kental manis kepada balita masih marak di berbagai daerah di Indonesia yang dipicu kombinasi antara informasi yang keliru, faktor ekonomi, keterbatasan akses, dan budaya konsumsi yang telah terbentuk selama bertahun-tahun. Untuk mengubahnya memerlukan langkah terpadu, mulai dari edukasi publik, pembatasan klaim pada label kemasan, hingga peningkatan akses terhadap sumber gizi yang lebih sehat bagi anak-anak. (AI Gemini) 

TRIBUNEWS.COM, JAKARTA - Kebiasaan memberikan susu kental manis kepada balita masih marak di berbagai daerah di Indonesia.

Fenomena ini dipicu oleh kombinasi faktor, mulai dari informasi yang keliru, keterbatasan akses terhadap sumber gizi sehat, kondisi ekonomi, hingga budaya konsumsi yang terbentuk selama bertahun-tahun.

Untuk mengubah kebiasaan tersebut dibutuhkan langkah terpadu, meliputi edukasi publik, pembatasan klaim pada label kemasan, hingga peningkatan ketersediaan sumber gizi yang lebih sehat bagi anak-anak.

Penelitian terbaru Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Semarang (Unnes) mendata 100 balita di Kecamatan Semarang Utara dan Gunungpati yang rutin mengonsumsi kental manis setiap hari sebagai pengganti susu pertumbuhan.

Baca juga: Balita Konsumsi Susu Kental Manis, Waspada Dampak Kesehatannya saat Dewasa

Riset ini bertujuan menggali pengetahuan ibu terkait kandungan kental manis, pemahaman tentang gizi seimbang, dan dampaknya bagi kesehatan anak.

Hasilnya, mayoritas responden mengaku memberikan kental manis karena menganggapnya setara dengan susu.

Koordinator penelitian, Dr Mardiana SKM MSi, menjelaskan banyak orangtua beranggapan kental manis adalah minuman susu murni.

Hal ini dipengaruhi oleh label kemasan yang memuat kata “susu” serta iklan yang menampilkan kental manis seolah sebagai minuman sehat.

“Kami menemukan seorang ibu di Kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunungpati, mengaku anaknya yang berusia 3 tahun minum kental manis hingga 7 kali sehari. Alasannya, di kemasannya tertulis ‘susu’, dan di iklan juga disebut susu,” ungkap Mardiana, Selasa (12/8/2025).

Mardiana menegaskan, kental manis seharusnya hanya digunakan sebagai topping atau pelengkap makanan, bukan diminum langsung sebagai pengganti susu.

Faktor Ekonomi dan Ketersediaan Produk

Tingginya konsumsi kental manis juga terkait keterbatasan akses terhadap susu murni atau susu pertumbuhan, terutama di wilayah terpencil.

Data Databoks menunjukkan, 7 dari 10 kabupaten/kota dengan pengeluaran per kapita tertinggi untuk membeli kental manis berada di Papua — antara lain Kabupaten Puncak, Puncak Jaya, Yalimo, Intan Jaya, Lanny Jaya, Pegunungan Bintang, serta Nagan Raya.

Harga yang lebih murah dan kemudahan mendapatkan produk ini membuat kental manis menjadi pilihan utama, meski kandungan gizinya jauh berbeda dari susu murni.

Dampak Kesehatan

Satu sachet kental manis mengandung sekitar 19 gram gula atau setara 4 sendok teh.

Jika diminum dua kali sehari, asupan gula balita sudah melebihi batas aman yang direkomendasikan Kementerian Kesehatan, yakni maksimal 25 gram atau 6 sendok teh gula tambahan per hari.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan