Radang Usus Ancam Kualitas Hidup dan Produktivitas, Mulai Waspada Jika Diare
Radang Usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) cukup serius. Gejalanya diare dan dianggap sepele, padahal ini termasuk penyakit autoimun kronis.
Penulis:
Eko Sutriyanto
Editor:
Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyakit Radang Usus atau Inflammatory Bowel Disease (IBD) kini menjadi sorotan serius di kalangan medis, khususnya dalam bidang kesehatan saluran cerna.
Meski gejalanya sering dianggap sepele, IBD merupakan penyakit autoimun kronis yang bisa berdampak besar terhadap kualitas hidup pasien dan berpotensi menyebabkan komplikasi serius jika tidak ditangani dengan tepat.
Baca juga: Riwayat Sakit Netanyahu yang Bikin Dunia Khawatir: Radang Usus Hingga Lemah Jantung
Prof. dr. Marcellus Simadibrata, PhD, SpPD-KGEH, FACG, FASGE, FINASIM, dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroentero-Hepatologi dari RS Abdi Waluyo (RSAW), menyatakan IBD umumnya terdiagnosis pada usia dewasa muda dan dapat mengganggu produktivitas kerja, sehingga penting untuk dilakukan deteksi dini dan pengelolaan jangka panjang.
“Banyak masyarakat belum memahami perbedaan antara diare biasa dan diare akibat IBD.
Akibatnya, gejala sering diabaikan, padahal IBD bisa sangat mengganggu, terutama pada usia produktif,” ujar Marcellus saat pendirian IBD Center di RS Abdi Waluyo, Jakarta belum lama ini.
Baca juga: Manajemen Intervensi Nyeri, Harapan Baru Bagi Pasien dengan Nyeri Kronis yang Tak Kunjung Sembuh
Dikatakannya, IBD terdiri atas dua bentuk utama, yaitu Kolitis Ulseratif (Ulcerative Colitis/UC) dan Penyakit Crohn (Crohn’s Disease/CD), serta satu kategori tambahan yakni Colitis Indeterminate, bila belum dapat dipastikan klasifikasinya secara jelas.
Dirangkum berbagai sumber beberapa gejala umum yang perlu diwaspadai antara lain:
- Diare kronis
- Nyeri atau kram perut
- BAB berdarah
- Penurunan berat badan drastis
- Kelelahan ekstrem
- Nafsu makan menurun dan demam ringan
Gejala-gejala tersebut umumnya muncul dalam siklus flare-up (kambuh) dan remisi (tenang) yang bisa berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan.
Hingga saat ini, penyebab pasti IBD masih belum diketahui secara pasti.
Namun, beberapa faktor yang diyakini berperan antara lain:
Genetik: Riwayat keluarga dengan IBD dapat meningkatkan risiko.

Sistem imun: Respons kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap mikroorganisme usus; Lingkungan dan gaya hidup: Polusi, stres, kebiasaan merokok, serta pola makan modern dan usia yang umumnya mulai muncul pada rentang usia 15–30 tahun.
Melihat minimnya kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, RS Abdi Waluyo menghadirkan IBD Center sebagai pusat rujukan nasional pertama di Indonesia untuk penanganan IBD secara komprehensif.
“IBD adalah salah satu penyakit saluran cerna yang paling berdampak terhadap kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, kami memfokuskan layanan untuk IBD dan membangun IBD Center agar pasien bisa mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat,” jelas Prof. Marcellus.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.