Rabu, 1 Oktober 2025

Anemia pada Ibu Hamil Dikaitkan dengan Peningkatan Risiko Autisme pada Anak

Pada Ibu hamil, kekurangan zat besi karena anemia beresiko melahirkan anak autis. Risiko ini meningkat jika anemia terjadi pada trimester pertama

Penulis: Wahyu Aji
Istimewa
RISIKO ANEMIA - Ilustrasi Ibu Hamil. Studi yang diterbitkan di JAMA Psychiatry (2019) menunjukkan anak-anak dari ibu dengan anemia pada awal kehamilan memiliki risiko lebih tinggi untuk gangguan spektrum autisme (ASD) dan gangguan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD). 

Anemia pada Ibu Hamil Dikaitkan dengan Peningkatan Risiko Autisme pada Anak

Wahyu Aji/Tribunnews.com 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anemia Defisiensi Besi (ADB) atau kekurangan zat besi sering tak terlihat.


Namun dampaknya cukup serius. 


Pada Ibu hamil, kekurangan zat besi beresiko melahirkan anak autis. 


Studi yang diterbitkan di JAMA Psychiatry (2019) bahkan menunjukkan anak-anak dari ibu dengan anemia pada awal kehamilan memiliki risiko lebih tinggi untuk gangguan spektrum autisme (ASD) dan gangguan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD).


Risiko ini meningkat jika anemia terjadi pada trimester pertama atau termasuk kategori sedang hingga berat.


Anak yang lahir dari ibu dengan ADB juga berisiko mengalami berat badan lahir rendah (BBLR), anemia, infeksi berulang, dan penurunan IQ.


Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan kognitif dan motorik yang menghambat kemampuan belajar dan prestasi akademik di masa depan. 


Dokter spesialis anak RSIA Bina Medika Bintaro, dr. Rizki Aryo Wicaksono, Sp.A, mengatakan ibu hamil yang mengalami ADB turut mempengaruhi perkembangan janin.


Salah satu gangguan kesehatan serius yang dapat terjadi adalah terhambatnya perkembangan otak janin. 


Pasalnya, kekurangan zat besi membuat pasokan oksigen dan nutrisi esensial ke janin terhambat.


Padahal zat besi sangat dibutuhkan sejak trimester pertama untuk pembentukan sistem saraf pusat.  


“Jangka panjangnya, karena kekurangan oksigen terus, nanti jadi gagal tumbuh. Organ-organnya tidak mendapatkan oksigen dan akhirnya menjadi gagal tumbuh,” kata dr. Rizki ditulis, Selasa (20/5/2025).


Sementara, pada anak dan balita, juga penting memastikan kebutuhan zat besi anak dapat terpenuhi, terutama melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari.


Susu terfortifikasi misalnya, dapat memenuhi hingga 30 persen kebutuhan zat besi anak. 


Pemberian susu yang difortifikasi zat besi dapat menjadi pilihan praktis, terutama jika asupan makanan padat belum cukup memenuhi kebutuhan harian.


Sebab, diperkaya dengan zat besi dan nutrisi lainnya seperti vitamin C mampu membantu penyerapan zat besi. 


Dokter spesialis penyakit dalam, Dr. H. Sukiman Rusli, Sp.PD, menyebut zat besi bersama kandungan yang lain pada susu sangat krusial.


Utamanya ialah menjaga fungsi tubuh berjalan dengan baik dan sesuai seperti seharusnya.


“Susu mengandung kalsium, protein, vitamin D, dan zat besi, yang berperan penting dalam menjaga fungsi tubuh,” ujar Dr. Sukiman.


Selain itu, Ketua Pengurus Daerah Muhammadyah (PDM) Kota Jakarta Utara yang juga kerap mengisi berbagai pengajian ini menyebut susu tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak saja, namun juga untuk semua kelompok usia, termasuk orang tua. 


Kandungan kalsium, protein, dan zat besi dalam susu mendukung kesehatan tulang, fungsi otot, dan stamina, yang esensial bagi orang tua.


“Tidak hanya yang muda saja, tapi yang tua juga perlu susu,” kata dr. Sukiman.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved