Penelitian Produk Tembakau Alternatif Dinilai Perlu Dilakukan untuk Tekan Prevalensi Merokok
Penelitian mengenai metode Pengurangan Risiko Tembakau atau Tobacco Harm Reduction (THR) dinilai bisa sebagai alternatif berhenti merokok.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dihadapkan pada pertumbuhan perokok aktif yang semakin meningkat, terutama pada usia anak remaja.
Penelitian mengenai metode Pengurangan Risiko Tembakau atau Tobacco Harm Reduction (THR) dinilai bisa sebagai alternatif berhenti merokok dan menjadi salah satu strategi dalam dasar penyusunan aturan.
Baca juga: Polisi Ungkap Laboratorium Narkotika di Sentul Bogor, Tembakau Sintetis 1 Ton Jadi Barang Bukti
Sejumlah praktisi menilai penelitian sejauh ini didominasi sudut pandang tembakau sebagai komoditas.
Sementara dari sisi kesehatan, studi untuk memanfaatkan produk alternatif tembakau yang rendah risiko belum dilakukan.
Baca juga: Polisi Bongkar Pabrik Rumahan Pembuatan Tembakau Sintetis di Depok Jabar, Omzet Mencapai Rp12 Miliar
Sebuah studi yang dipublikasikan oleh JAMA Network pada Januari lalu bertajuk “Prevalence of Popular Smoking Cessation Aids in England and Associations With Quit Success” mengungkapkan produk tembakau alternatif, termasuk rokok elektronik, menjadi alat bantu berhenti merokok yang populer digunakan di Inggris.
Studi tersebut melibatkan 25.094 perokok berusia minimal 16 tahun dan ditemukan bahwa rokok elektronik merupakan alat bantu berhenti merokok yang paling umum digunakan sepanjang tahun 2023-2024 yakni mencapai 40,2 persen dan menjadi metode dengan peluang keberhasilan berhenti merokok tertinggi jika dibandingkan dengan metode lain.
“Temuan-temuan ini menunjukkan tingkat keberhasilan berhenti merokok dapat ditingkatkan dengan mendorong orang untuk menggunakan metode yang lebih efektif. Pada tahun 2023 hingga 2024, alat bantu berhenti merokok yang paling umum digunakan adalah rokok elektronik, yang digunakan dalam 40 persen upaya berhenti merokok. Kami menemukan bahwa upaya berhenti merokok yang dibantu oleh rokok elektronik lebih mungkin berhasil daripada yang tidak,” tulis laporan tersebut.
Menanggapi temuan itu, praktisi kesehatan dr. Jeffrey Ariesta Putra membenarkan bahwa perokok yang mencoba berhenti tanpa beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih rendah risiko cenderung menghadapi tingkat kegagalan yang lebih tinggi.
Menurutnya, tanpa adanya metode transisi yang efektif, banyak perokok mengalami kesulitan dalam mengatasi ketergantungan, sehingga kemungkinan untuk kembali merokok menjadi lebih besar.
“Sebagai praktisi kesehatan, saya sulit meminta pasien secara mentah untuk berhenti merokok, karena sudah menjadi kebiasaan dan edukasi terkait bahaya merokok tidak kurang banyak. Menurut saya, produk rokok elektronik merupakan alternatif yang diharapkan dapat menjadi substitusi,” ungkap dr. Jeffrey, baru-baru ini.
Baca juga: Kemenkes: Rokok dan Tembakau Jadi Tantangan di Bidang Gizi di Indonesia
Dia menambahkan prevalensi merokok di Indonesia masih sangat tinggi, salah satunya disebabkan oleh harga produk tembakau alternatif yang dinilai lebih mahal dibandingkan rokok konvensional.
dr. Jeffrey menilai keterjangkauan produk alternatif berperan penting dalam mendorong perokok untuk beralih ke pilihan yang lebih rendah risiko.
Oleh karena itu, ia menyarankan pemerintah untuk memberikan insentif atau kebijakan yang mendukung aksesibilitas produk tembakau alternatif, sehingga lebih banyak perokok dapat beralih dan mengurangi risiko akibat kebiasaan merokok.
Dokter hingga PT KAI Bersatu Tolak Usulan Nasim Khan soal Gerbong Khusus Merokok di Kereta Api |
![]() |
---|
Wapres Gibran: Toilet Diperlebar Lebih Penting Daripada Kereta Khusus Merokok |
![]() |
---|
Usulannya Gerbong Merokok Menuai Polemik, Nasim Khan Harap Ada Uji Coba Terbatas Dulu |
![]() |
---|
Anggota DPR Nasim Khan Usul Gerbong Merokok di KA, Ini Jawaban Kemenhub |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Nasim Khan, Anggota DPR RI yang Usulkan Gerbong Khusus Perokok, Punya Harta Rp30,9 M |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.