Penanganan Covid
Takut Disuntik Vaksin Covid-19? Ketahui Langkah yang Perlu Dilakukan Ketika Perasaan Itu Muncul
Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama disuntik vaksin covid-19. Namun, masih ada yang takut divaksin.
Laporan wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih
TRIBUNNEWS.COM.COM – Program vaksinasi covid-19 di Indonesia telah dimulai. Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama disuntik vaksin covid-19.
Tenaga kesehatan yang berjumlah 2 juta orang, juga menjadi kelompok pertama mengikuti vaksinasi.
Namun, tidak sedikit orang yang masih takut disuntik vaksin.
Psikolog Nidya Dwika Puteri, MPsi, mengatakan, rasa takut merupakan respon alamiah dan normal.
"Kalau ada takut artinya punya kemampuan waspada, sebagai bentuk proteksi diri dan menjadi mekanisme perlindungan," kata Nidya.
Ia kemudian memberikan empat langkah untuk jangan takut divaksin dalam sebuah program yang tayang di DAAI TV, Selasa. (26/1/2021).

Berikut empat langkah yang dilakukan ketika timbul rasa takut sebelum mengikuti vaksinasi covid-19:
1. Tenangkan diri
Ketika timbul rasa takut sampai membuat napas menjadi lebih pendek, jantung berdetak lebih kencang, harus ditenangkan agar kondisi menjadi lebih normal.
Caranya antaralain dengan minum air putih dan relaksasi sendiri, yang bisa membuat nafas lebih pelan sehingga lebih tenang , jantung ke kondisi normal.
Tiap orang akan berbeda-beda cara menenangkan diri dan lamanya menjadi tenang. Ada yang hanya dengan minum air putih saja sudah tenang, satu menit sudah tenang ada yang lebih lama.
Baca juga: Jalani Isolasi Mandiri, Bupati Sleman Sebut Vaksinasi Tak Jamin Bebas Covid-19, Imbau Terapkan 3M
Baca juga: Namanya Masuk Daftar Bersama Para Pejabat, Crazy Rich Malang Ini Ngaku Siap Divaksin Covid-19
“Tiap orang berbeda-beda, jangan ada target. Tergantung kepribadian, pengalaman orang tersebut. Sehingga dari bergejolak di diri lalu tenang seringkali ada yang bisa instang ada yang butuh waktu,” katanya.
2. Cari informasi terpercaya
Informasi yang banyak beredar, apalagi di media sosial seringkali menambah cemas. Padahal informasi di media sosial banyak yang tidak benar atau hoax.
Bila ada informasi hoax dan membuat ketakutan batasi info dari media sosial. Pastikan informasi yang didapat dari sumber yang terpercaya seperti dari Kementerian Kesehatan RI.
Bila ada info yang membuat ketakutan, harus dicari sumbernya dari mana, terpercaya apa tidak. Kalau ada info sebaiknya segera cek dari sumber Kementerian Kesehatan.
Kalau sudah resmi dari sumber yang terpercaya, info itu bisa jadi pertimbangan. Bila pikiran terlalu banyak yang negatif akan membuat takut. Padahal informasi itu belum tentu benar.
3. Pertimbangan
Kalau sudah mendapat informasi resmi dari sumber yang terpercaya, info itu bisa jadi pertimbangan, akan divaksinasi atau tidak.
“Jangan kehilangan manfaat vaksinasi gara-gara salah informasi,” kata Nidya.
Ia menjelaskan, dalam hal apapun pasti ada hal positif dan negatifnya, tapi harus dilihat mana yang lebih banyak.
4. Tanya ahlinya
Ketika langkah 1-3 sudah dilakukan masih merasa ragu dan takut, segera tanyakan pada ahli yang kompeten.
Baca juga: Tito Tegaskan Program Vaksinasi Nasional Sebagai Upaya Terakhir Tanggulangi Pandemi
Informasi yang beredar biasanya hanya satu arah. Lakukan komunikasi dua arah, bertanya atau berdiskusi dengan ahlinya.
“Banyak info malah jadi bingung, apalagi cari di google yang sifatnya satu arah. Membaca saja tapi banyak pertanyaan yang muncul karena informasi yang simpang siur."
"Tanya pada teman yang salah bisa membuat kesimpulan yang salah. Lebih baik tanya yang ahli seperti dokter atau tanya yang sudah pernah divaksin seperti tenaga medis,” ujarnya.
Semua cara sudah dilakukan untuk mengatasi ketakutan akan vaksinasi lalu buat keputusan. Keputusan ini jadi krusial karena do or stop divaksinasi.

“Pastikan keputusan yang diambil bukan ikut-ikutan, karena kalau empat langkah itu sudah dilaukan, akan muncul insight. Bahwa program vaksinasi, selain mendukung Pemerintah juga dapat menurunkan angka Covid-19 dan buat perlindungan diri sendiri,” kata Nidya.
Vaksin harus dua dosis
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Eka Hospital Cibubur Dr. Annisa Maloveny, Sp.PD mengatakan, vaksin Covid-19 yang diberikan ada 2 dosis. Jarak vaksinasi pertama dan kedua 2 minggu.
“Jangan dilakukan 1x sudah merasa kebal, harus lengkap rangkaian dua dosis dengan interval dua minggu. Responnya setelah dua minggu setelah vaksinasi kedua. Baru bisa dilihat efektif atau engga,” ujar dr Annisa di kesempatan yang sama.
Ia mengatakan, efikasi vaksin dari Sinovac sudah diteliti BPOM mencapai 65 persen. Walaupun dianggap lebih kecil dibandingkan misalnya Pfizer yang diklaim mencapai 90 persen, namun untuk saat ini vaksin Sinovac sudah ‘di depan mata’. “Daripada pertahanannya 0 persen, lebih baik 65 persen. Karena bila sudah terkena, gejala Covid yang timbul akan jauh lebih ringan,” tegas dr Annisa di kesempatan yang sama.
Sejauh ini, vaksinasi merupakan program yang sudah dilakukan sejak lama dan terbukti bisa menurunkan angka kematian serta kecacatan akibat penyakit tersebut. Contohnya polio, cacar air, campak yang menurun karena vaksinasi sudah dilakukan. Pembuatan vaksin dilakukan pada penyakit yang mudah menular, menimbulkan kecacatan serta kematian yang tinggi.
“Setelah ditemukan vaksin, angka meninggal karena cacar, campak, kecacatan akibat polio menurun drastis. Karena tiap orang sudah muncul antibodi sehingga kalaupun muncul tidak berat. Cacar dan campak tidak ditakuti lagi karena gejala menjadi ringan. Begitu juga pada vaksin Covid. Walaupun efikasi yang tidak 100 persen, tapi menimbulkan memori kekebalan antibodi,” katanya.
Pada Covid-19, 80 persen memang menimbulkan gejala ringan. Namun bila 20 persen itu meningkat terus tentu kasusnya juga akan banyak, membuat RS kewalahan.
“Angka kematian akibat Covid-19, diangka 1-3 persen. Namun dimasa pandemi dengan penyebaran yang cepat makan angka kematian tersebut menjadi bermakna,” katanya.
Dokter Annisa menjelaskan, jenis vaksin berbeda-beda. Pada tahap pertama, Januari-April dimana yang dilakukan vaksinasi dengan vaksin Sinovac. Saat dilakukan uji kllinis, vaksin Sinovac dilakukan pada usia 18-59 tahun tanpa komobid (penyakit penyerta). Diluar kelompok usia 18-59 tahun dan komorbid bisa dilakukan jenis vaksin lain. Vaksin Sinovac ini penyimpaannya lebih mudah di suhu 2-8 derajat, bandingkan jenis lain yang butuh penyimpanan -50 derajat.
“Untuk pemberian vaksin dari Januari-April menggunakan Sinovac produksi cina, penelitan 18-59 tahun tanpa komorbi. Jadi kalau usia diatas 59 tahun, punya komorbid,tunggu sampai ada vaksin ada kriteria tersebut. Sampai sekarang pun vaksin Covid-19 masih diteliti karena baru dilakukan uji Januari 2020, dan awal tahun 2021 sudah digunakan. Namun dilihat dari fase 1, 2,3 tidak ada efek samping, kalaupun ada ringan jadi aman digunakan,” katanya.
Persiapan bila akan divaksin
Sama seperti vaksin jenis apapun, secara umum vaksin untuk mengaktifkan sistem imun sehingga ada sel memori.
Kondisi imun harus optimal. Caranya dengan istiahat cukup, jangan ada demam, sakit, pilek. Walaupun tidak ada kontra indikasi absolut, tapi sebaiknya vaksinasi dilakukan dalam kondisi tidak sakit.
Sejauh ini, efek samping yang muncul ringan. Ada nyeri di bekas suntikan, demam 1-2 hari, ada rasa nyeri/ngilu di punggung.
Efek samping itu diberi obat anti demam dan anti nyeri walaupun tidak diberi obatpun bisa hilang sendiri dan tidak ada efek selanjutnya. Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), secara umum, kejadiannya sangat jarang.
Sehabis disuntik, dokter akan melakukan observasi sekitar 30 menit untuk melihat ada efek samping atau tidak.
Bila terjadi alergi kejadiannya bisa 1: 100.000/1.000.000. Alergi biasanya terjadi bukan dari vaksinnya tapi dizat penyerta dari vaksin tersebut, berupa zat pengawetnya.
Habis vaksin malah positif covid-19
Bupati Sleman Sri Purnomo mendadak viral ketika ia diketahui terkonfirmasi positif Covid-19. Padahal ia mendapatkan suntikan tahap pertama.
Menurut dokter Annisa, sejak awal harus ada pengertian bahwa vakin bukan berarti menjadi tidak terkena Covid-19. Namun, bilapun terkena tidak bergejala atau gejala ringan.
Tidak ada gejala berat. Walapun secara umum, hampir 80 persen positif Covid-19 merupakan gejala ringan dan tidak bergejala. Namun angka 20 persen juga tidak bisa dipandang sedikit.
“Vaksin bukan berarti sama sekali akan kena Covid. Tapi mengurangi terinfeksi dan gejala karena sistem imun sudah ada. Kalau pun terkena, dia efektif melindungi maksimal 90 persen tidak berat atau meninggal. Bisa kena tapi ngga berat,” katanya.
Kemungkinan lain, bupati terkena saat masa inkubasi. Vaksin tersebut belum meningkat kadarnya sehingga terkena infeksi.
Dokter Annisa juga mengingatkan, protokol kesehatan harus tetap dilakukan baik yang sudah divaksinasi dan yang belum. Mengonsumsi gizi seimbang, olahraga 4x seminggu, berpikir positif, tidur cukup, bila malam kurang bisa diganti pada siang hari, minum air putih yang cukup.