Senin, 6 Oktober 2025

Dorong Peningkatan Konsumsi Protein Hewani untuk Turunkan Prevalensi Stunting

Dalam pencegahan stunting, pemantauan status gizi dan antopometri anak perlu dilakukan secara berkala

Editor: Eko Sutriyanto
istimewa
(Kiri-kanan).Ahmad Syafiq, PhD - Kepala Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan FKMUI, Dr. Marudut Sitompul dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Prof. Dr. dr. Damayanti R Sjarif, Sp.A(K), Dokter Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak RSCM 

Dr. Marudut Sitompul dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) menyatakan, asupan protein paling baik dapat diperoleh dari sumber protein hewani yaitu telur dan susu karena memiliki nilai cerna dan bioavailabilitas paling tinggi dan asam amino esensial lebih lengkap untuk mendukung pertumbuhan linear anak-anak.

Bertolak belakang dari fakta para ahli tentang pentingnya asupan protein hewani, pada kenyataannya asupan protein hewani pada anak-anak di Indonesia tergolong rendah.

Dalam salah satu studi ditemukan bahwa asupan protein hewani yang rendah ini berkontribusi terhadap tingginya prevalensi stunting.

Baca: Vaginismus: Tubuh saya tidak mengizinkan saya berhubungan seksual

Anak yang tidak mengkonsumsi jenis protein hewani apapun memiliki risiko lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang mengonsumsi tiga jenis protein hewani yaitu telur, daging, dan susu.

Dibandingkan makanan sumber protein hewani lainnya, susu adalah yang paling erat hubungannya dengan angka stunting yang rendah karenakonsentrasi plasma insulin-like growth factor (IGF-I) dan IGF-I/IGFBP-3 pada anak usia 2 tahun secara positif berkaitan dengan panjang badan dan asupan susunya.

Sayangnya, di Indonesia usia pemberian susu tergolong terlambat karena banyak setelah anak berusia lebih dari 1 tahun. Kondisi ini meningkatkan risiko stunting sebanyak 4 kali pada anak usia 2 tahun.

Ahmad Syafiq, PhD, Kepala Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan FKMUI menyatakan, diperlukan analisis dan pendekatan gizi kesehatan masyarakat untuk dapat secara efektif merancang program yang berbasis evidens dan berfokus pada pencegahan.

"Terobosan pencegahan stunting juga perlu melibatkan seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) dan memberdayakan masyarakat agar semua pihak mampu terlibat secara aktif dalam upaya penurunan stunting,” katanya.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) yang diwakili oleh Dr. Entos Zainaldalam pidato pembukaannya menguraikan fokus Rencana Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 akan menitikberatkan pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) termasuk di bidang kesehatan.

“Stunting mengakibatkan kerugian negara setara 4 Triliyun per tahun atau sebesar 3% dari PDB,sehingga percepatan penangangan stuntingtetap menjadisalah agenda besar pemerintah ke depan," katanya.

Baca: 8 Menu Sarapan Enak di Jepang, Enak dan Bergizi yang Harus Kamu Coba

Untuk mencapai target capaian prevalensi stuntingsebesar 19% di tahun 2024 tentunya bukan tugas yang mudah.

"Perlu  terobosan, inovasi dan kerjasama lintas sektor termasuk kerjasama dengan akademisi dan pihak swasta untuk segera menangani hal ini secara konkrit,” kata Entos. 

Seminar GUB berlangsung selama 2 hari dari tanggal 20-21 September 2019 di Universitas Indonesia.

Kegiatan ini diselenggarakan secara tahunan oleh Departemen Gizi FKMUI dan para alumni. GUB juga mengundang narasumber dari berbagai sektor termasuk pembicara dari sektor peternakan, PUPR, Asosiasi Perusahaan Produsen Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA), komisi perlindungan anak dan asosiasi kebidanan. Selain seminar, dilakukan pula diseminasi hasil penelitian mahasiswa program Sarjana dan Magister program studi Gizi FKMUI sebagai bagian dari rangkaian acara.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved