Deep Brain Stimulation Solusi Terkini Bagi Penderita Parkinson
Di Indonesia, parkinson menyerang sekitar 1 dari 250 orang yang berusia di atas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia di atas 65 tahun
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyakit parkinson’s merupakan penyakit degeneratif saraf dengan gejala yang paling sering dijumpai seperti tremor pada saat beristirahat di satu sisi badan, kesulitan memulai pergerakan, dan kekakuan otot.
Penyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang ras, jenis kelamin, status sosial, maupun lokasi geografis.
Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penyakit parkinson’s menyerang sekitar 1 dari 250 orang yang berusia di atas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang berusia di atas 65 tahun.
“Tremor merupakan gerakan gemetar yang terjadi berulang kali dan tidak terkontrol pada satu atau lebih anggota tubuh," kata dr Frandy Susatia Sp.S, dokter spesialis saraf dari Parkinson’s & Movement Disorder Center Siloam Hospitals Kebon Jeruk.
Jenis tremor sangat beragam, salah satunya adalah essential tremor (ET) yang terjadi ketika anggota tubuh sedang bergerak (misalnya saat makan, minum, atau menulis) dan berkurang jika tubuh beristirahat.
ET adalah kebalikan dari tremor pada parkinson’s yang terjadi ketika anggota tubuh sedang beristirahat dan berkurang saat tubuh sedang bergerak,” jelas
Pengobatan tremor ditujukan untuk meringankan gejala dan memperbaiki kualitas hidup penderita.
Langkah pertama dilakukan dengan pemberian obat oral.
Setidaknya butuh dua atau tiga obat yang berbeda sebelum menemukan obat yang bekerja paling baik di tubuh pasien.
Jika obat oral gagal, solusi lainnya adalah menyuntikkan botulinum toxin (botox) ke dalam otot.
“Suntikan botox biasanya efektif pada pasien dengan tremor kepala dan suara,” tambah dr. Frandy Susatia, Sp.S.
Namun, jika obat-obatan sudah tidak efektif, maka perlu dilakukan tindakan operasi stimulasi otak dalam atau Deep Brain Stimulation (DBS).
Operasi DBS merupakan standar baku tindakan operasi yang telah diakui oleh Food Drug Administration Amerika Serikat untuk pengobatan essential tremor (ET), penyakit parkinson’s (PD), dystonia, dan obsessive compulsive disorder (sindrom Tourette).
”Setelah pemberian obat jangka panjang, maka obat dapat menjadi kurang efektif dan mempunyai efek samping," kata Dr. dr. Made Agus Mahendra Inggas, Sp.BS, dokter spesialis bedah saraf dari Parkinson’s & Movement Disorder Center Siloam Hospitals Kebon Jeruk.
Operasi DBS, kata dia memungkinkan sel dopamin dapat dirangsang untuk memproduksi dopamin dan bekerja optimal kembali sehingga gejala penyakit parkinson’s dapat diatasi dan dosis obat berkurang.
DBS merupakan operasi untuk mengatasi tremor, kaku, dan gerak yang lambat.
Teknik operasi ini dilakukan melalui penanaman elektroda atau chip pada area tertentu di otak bagian dalam.
Elektroda atau chip tersebut dihubungkan dengan kabel ke baterai yang diletakkan di dalam dada sebagai sumber arus listrik.
Prosedur operasi yang dilakukan dalam dua tahap ini tergolong aman dan memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi.
Pada tahap pertama, pasien akan menerima anestesi lokal dan dibiarkan dalam keadaan sadar. Kabel yang tipis dan kecil akan ditanamkan di area tertentu di dalam otak pada tahap ini.
Tahap kedua adalah anestesi umum yang dilakukan dengan menghubungkan kabel yang ditanam pada tahap pertama ke baterai seperti pacemaker yang ditanam di daerah dada (neurostimulator).
Neurostimulator inilah yang nantinya akan diprogram oleh dokter spesialis saraf guna menghilangkan gejala-gejala serta mendapatkan respon gerak pasien yang paling optimal.
Rata-rata pasien merasakan peningkatan perbaikan motorik sekitar 75%-87% setelah dioperasi pada keadaan tanpa obat.
Melihat pasien dapat beraktivitas kembali merupakan misi dari team Parkinson’s & Movement Disorder Center Siloam Hospitals Kebon Jeruk.
“Kami bersyukur dapat menjadi bagian dari kisah bapak Wijoyo Santoso, ibu Sherly, serta pasien-pasien lainnya. Kami berharap akan lebih banyak lagi penderita penyakit parkinson’s yang dapat kembali beraktivitas dan berkarya seperti sediakala setelah menjalani operasi dan perawatan yang kami lakukan,” ujar dr. Frandy.