Konflik Palestina Vs Israel
Tersisa 1 Kapal Global Sumud Flotilla yang Belum Dicegat Israel, Masih Berlayar ke Gaza
Hanya tersisa satu kapal Global Sumud Flotilla yang belum dicegat oleh Israel. Kapal itu masih berada di kejauhan, menuju ke Jalur Gaza.
TRIBUNNEWS.COM - Israel hampir mencegat semua kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan dalam misi solidaritas untuk warga Palestina di Jalur Gaza yang kelaparan.
Setidaknya masih ada satu kapal yang masih berlayar menuju Jalur Gaza, namun Israel mengancam akan menghentikan kapal tersebut jika mereka mendekat.
"Tak satupun kapal pesiar berhasil memasuki zona pertempuran aktif atau melanggar blokade laut yang sah," tulis Kementerian Luar Negeri Israel di media sosial X, Kamis (2/10/2025).
"Satu kapal terakhir masih berada di kejauhan. Jika mendekat, upayanya untuk memasuki zona pertempuran aktif dan melanggar blokade juga akan dicegah," lanjutnya.
Israel telah mengepung Jalur Gaza, memperkuat cengkeramannya di udara, darat, dan laut serta mencegah masuknya bantuan kemanusiaan mencapai warga Palestina.
Global Sumud Flotilla (GSF) merupakan misi solidaritas untuk Gaza yang mengangkut obat-obatan dan makanan ke wilayah yang terkepung tersebut.
Pelayaran GSF diikuti lebih dari 40 kapal sipil dengan sekitar 500 anggota parlemen, pengacara, dan aktivis.
Mereka berlayar sejak akhir Agustus lalu dari pelabuhan Spanyol dalam konvoi pertama hingga bertemu dengan konvoi lainnya, lapor Reuters.
Israel minggu lalu mengumumkan, militernya akan mencegat kapal-kapal tersebut dan mencegah mereka memasuki Jalur Gaza.
Pada 1 Oktober 2025, akun Instagram GSF rutin mengunggah informasi ketika militer Israel mendekati kapal-kapal mereka hingga melakukan penangkapan terhadap para aktivis.
Kapal-kapal Global Sumud Flotilla yang dicegat oleh Israel di perairan internasional di antaranya Captain Nikos, Jeannot III, All In, Oxygono, Seulle, Morgana, Hio', Grande Blu, Otaria, Yulara, Dir Yassine, Huga, Aurora, Spectre, Adara, Alma, dan Sirius.
Baca juga: Israel: Siapa pun yang Masih Tinggal di Kota Gaza Dianggap Kombatan Hamas
Kementerian Kesehatan Palestina di Jalur Gaza mengumumkan kematian baru akibat kelaparan dan kekurangan gizi di Jalur Gaza, meningkatkan jumlah korban akibat kelaparan menjadi 455, menurut laoran hari Rabu (1/10/2025).
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengumumkan adanya kelaparan yang disengaja di Jalur Gaza.
“Ini adalah bencana buatan manusia, dakwaan moral – dan kegagalan umat manusia itu sendiri," kata Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada 22 Agustus lalu.
"Sebagai kekuatan pendudukan, Israel memiliki kewajiban yang jelas berdasarkan hukum internasional – termasuk tugas untuk memastikan pasokan makanan dan medis bagi penduduknya," katanya, dikutip dari laman UN.
Ia juga menyerukan kepada Israel untuk menghentikan serangannya terhadap Jalur Gaza dan menyerukan kepada kelompok Palestina, Hamas, untuk membebaskan semua sandera.
Reaksi Internasional
Kementerian Luar Negeri Qatar mengecam tindakan Israel yang mencegat kapal-kapal Global Sumud Flotilla dan menyebut penangkapan massal itu sebagai ancaman terhadap keselamatan maritim dan kebebasan navigasi.
Selain itu, pemerintah Jerman mendesak Israel untuk menjamin keselamatan semua orang di armada GSF.
Kedutaan Besar Jerman di Israel sedang mencoba menjalin kontak dengan warga negara Jerman yang terlibat.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim juga mengutuk Israel yang mencegat kapal-kapal GSF.
"Saya mendesak pembebasan segera semua aktivis dan relawan Malaysia dan internasional," kata Anwar pada hari Kamis di X.
"Ini adalah misi kemanusiaan yang membawa warga sipil tak bersenjata beserta bantuan yang sangat dibutuhkan bagi rakyat Gaza. Pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin untuk membebaskan warga negara Malaysia yang ditahan," tambahnya, lapor Al Jazeera.
Sementara itu, Presiden Maladewa Mohamed Muizzu menganggap pencegatan kapal-kapal tersebut merupakan penghinaan terhadap kemanusiaan.
"Menargetkan konvoi kemanusiaan yang membawa bantuan kepada penduduk yang kehilangan kebebasan dan kebutuhan dasar merupakan penghinaan serius terhadap kemanusiaan dan hukum internasional," kata Muizzu melalui perusahaan media sosial AS, X.
Berbeda dengan negara-negara lain, Perdana Menteri Giorgia Meloni mengatakan upaya para aktivis yang tergabung dalam kampanye GSF untuk mencapai Gaza dan mematahkan pengepungan sebagai hal yang tidak berguna.
"Saya tetap yakin bahwa semua ini tidak akan bermanfaat bagi rakyat Palestina," kata Giorgia Meloni kepada para wartawan di sebuah pertemuan Uni Eropa di Denmark, Kamis.
Ia mengatakan bahwa pemerintah Italia akan memastikan semua warganya akan kembali ke negaranya dengan selamat.
Global Sumud Flotilla
Global Sumud Flotilla adalah sebuah misi kemanusiaan internasional berupa armada kapal yang berlayar menuju Jalur Gaza.
Mereka diorganisasikan untuk mengirimkan pasokan penting, seperti makanan, obat-obatan, dan bantuan kemanusiaan lainnya.
Misi ini diikuti oleh ratusan delegasi dari 44 negara.
Misi GSF diorganisir oleh empat koalisi utama, yaitu Gerakan Global ke Gaza (GMTG), Freedom Flotilla Coalition (FFC), Armada Maghreb Sumud, dan Sumud Nusantara.
Dari ribuan orang mendaftar, sekitar 400 orang terpilih untuk berlayar dalam misi GSF menuju Jalur Gaza.
Sebuah panitia pengarah juga telah dibentuk, yang mencakup tokoh-tokoh seperti aktivis Swedia Greta Thunberg, sejarawan Kleoniki Alexopoulou, aktivis hak asasi manusia Yasemin Acar, sosioenvironmentalis Thiago Avila, ilmuwan politik dan pengacara Melanie Schweizer, ilmuwan sosial Karen Moynihan, fisikawan Maria Elena Delia, aktivis Palestina Saif Abukeshek, tokoh kemanusiaan Muhammad Nadir al-Nuri, aktivis Marouan Ben Guettaia, aktivis Wael Nawar, aktivis dan peneliti sosial Hayfa Mansouri, dan aktivis hak asasi manusia Torkia Chaibi.
GSF memperkirakan pelayaran mereka akan memakan waktu 7-8 hari untuk menempuh jarak 3.000 km ke Jalur Gaza.
Konvoi pertama GSF berlayar dari pelabuhan Spanyol pada 31 Agustus untuk bertemu dengan gelombang kedua di Tunisia pada 4 September 2025.
Sejak 2007, Israel telah mengontrol ketat wilayah udara dan perairan teritorial Gaza, membatasi pergerakan barang dan orang.
Bahkan sebelum perang genosida yang dilancarkan Israel, Jalur Gaza tidak memiliki bandara yang berfungsi setelah Israel mengebom dan menghancurkan Bandara Internasional Yasser Arafat pada tahun 2001, hanya tiga tahun setelah dibuka.
Serangan Israel di Jalur Gaza
Israel masih melancarkan serangannya di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, menewaskan lebih dari 66.148 warga Palestina dan melukai sekitar 168.716 orang, menurut Kementerian Kesehatan Gaza, Rabu.
Krisis kemanusiaan di Jalur Gaza kian memburuk, dengan 453 orang meninggal akibat kelaparan, termasuk 147 anak-anak.
Sejak 27 Mei 2025, serangan Israel terhadap warga Palestina yang mencari bantuan menewaskan 2.580 orang dan melukai lebih dari 18.930 lainnya di Jalur Gaza, lapor Anadolu Agency.
Israel menyalahkan Hamas atas kehancuran di Gaza sebagai dampak dari serangan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023, saat Hamas menewaskan ratusan warga Israel dan menyandera 250 orang, dikutip dari OCHA.
Laporan Israel memperkirakan masih ada 48 warga negara Israel dan warga negara asing masih ditawan di Gaza, termasuk para sandera yang kematiannya telah dikonfirmasi dan jenazahnya masih ditahan di Gaza, menurut data per 3 September 2025.
Di sisi lain, Mesir dan Qatar masih berupaya menengahi perundingan negosiasi antara Hamas dan Israel, yang memasuki babak baru setelah sekutu Israel, Presiden AS Donald Trump mengusulkan 20 poin dalam proposal baru.
Menurut Qatar, proposal tersebut masih membutuhkan pembahasan lebih lanjut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.