Konflik Palestina Vs Israel
8 Kebohongan yang Diucapkan PM Israel Benjamin Netanyahu dalam Pidatonya di Sidang Umum PBB
Netanyahu mengeluarkan klaim-klaim yang dinilai sebagai kebohongan dalam Sidang Umum PBB, berikut faktanya.
Penulis:
Tiara Shelavie
Editor:
Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyampaikan pidato dalam Sidang Umum PBB pada Jumat (26/9/2025) di New York, Amerika Serikat.
Dalam pidatonya, Netanyahu menyinggung perang yang terus berlangsung di Gaza meski menuai kecaman internasional.
Ia juga membantah temuan komisi PBB yang menyatakan Israel melakukan genosida terhadap rakyat Palestina di Gaza.
Mengutip Al Jazeera, berikut klaim-klaim Netanyahu yang dianggap sebagai kebohongan, disertai fakta sebenarnya:
1. Klaim: Jika Hamas menyetujui tuntutan Israel, perang bisa berakhir "sekarang juga".
Fakta: Israel, dengan dukungan politik dan militer penuh dari Amerika Serikat, telah berulang kali memblokir upaya gencatan senjata di Gaza.
Netanyahu dan pemerintahannya kerap dikecam keluarga para tawanan di Gaza, bersama ribuan warga Israel yang memprotes untuk menuntut diakhirinya perang dan pemulangan semua tawanan.
Pada 18 Maret, Israel menggagalkan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas dengan membunuh lebih dari 400 warga Palestina, serta memberlakukan blokade total selama berbulan-bulan yang menyebabkan kelaparan.
Awal bulan ini, Israel mengeklaim, menyetujui proposal gencatan senjata, tetapi kemudian justru mengebom Qatar untuk menargetkan kepemimpinan politik Hamas di luar Gaza, sehingga memupus harapan negosiasi.

2. Klaim: Israel berupaya keras meminimalkan korban sipil di Gaza.
Netanyahu menyebut, rasio korban sipil dan kombatan di Gaza "kurang dari dua banding satu".
Fakta: Investigasi pada Agustus 2025 mengungkap database rahasia Israel yang menunjukkan 83 persen korban tewas di Gaza adalah warga sipil.
Investigasi majalah +972, Local Call, dan The Guardian menemukan bahwa dari 8.900 nama pejuang Hamas yang tercatat, sebagian bahkan hanya ditandai sebagai “kemungkinan tewas”.
Artinya, jumlah korban sipil bisa lebih tinggi dari yang diakui.
Baca juga: Pidato Lengkap Netanyahu di PBB yang Ungkit Presiden Prabowo dan Donald Trump
3. Klaim: Hamas menggunakan warga sipil sebagai perisai manusia.
Fakta: Netanyahu menuduh Hamas bersembunyi di masjid, sekolah, rumah sakit, dan apartemen untuk menjadikan warga sipil sebagai perisai manusia.
Tuduhan ini kerap dijadikan dalih Israel untuk mengebom fasilitas sipil, termasuk rumah sakit, sekolah, ambulans, masjid, serta infrastruktur vital seperti air dan listrik.
Namun, Israel tidak pernah menunjukkan bukti kuat bahwa Hamas menggunakan fasilitas sipil sebagai “pusat komando militer”.
4. Klaim: Negara yang melakukan genosida tidak akan memperingatkan warga sipil agar menjauh dari bom.
Fakta: Netanyahu menyebut evakuasi paksa sebagai bukti Israel tidak melakukan genosida.
Padahal, Mahkamah Internasional (ICJ), komisi penyelidikan PBB, Asosiasi Cendekiawan Genosida Internasional, kelompok HAM internasional (termasuk B’Tselem dan Amnesty International), serta sejumlah negara menyimpulkan Israel melakukan tindakan genosida di Gaza.
Laporan dari PBB, organisasi kemanusiaan, dan dokter di lapangan juga menegaskan bahwa Israel secara sistematis memblokir bantuan dan menciptakan kondisi yang sangat tidak aman, di mana distribusi bantuan seringkali dijarah akibat situasi kacau.
5. Klaim: Israel tidak menghalangi bantuan masuk; Hamas-lah yang mencuri bantuan.
Fakta: Beberapa laporan, termasuk dari tentara Israel sendiri dan badan bantuan AS (USAID), menyatakan Hamas tidak mencuri bantuan yang sedikit diizinkan masuk.
Israel memberlakukan blokade penuh pada berbagai periode, terakhir antara Maret–Mei 2025.
Pada Mei, Israel menunjuk Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) untuk menyalurkan bantuan melalui hanya empat lokasi bagi dua juta warga Gaza.
Lokasi distribusi dijaga tentara Israel, dan lebih dari 1.000 orang tewas ketika berebut bantuan makanan.
Netanyahu bahkan secara terbuka mengakui pemerintahannya mendukung milisi Palestina yang dituding menjarah truk bantuan.
6. Klaim: Iran mengembangkan program senjata nuklir besar-besaran untuk menghancurkan Israel.
Fakta: Iran berulang kali menegaskan program nuklirnya bersifat sipil, bukan untuk membuat senjata nuklir.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan belum ada bukti Iran memproduksi senjata nuklir, meski ada kekhawatiran terkait pengayaan uranium.
Sebaliknya, Israel diyakini memiliki 90 lebih hulu ledak nuklir.
Laporan House of Commons Library di Inggris menyebut Israel juga diduga masih memproduksi plutonium dan bahkan memiliki triad nuklir (peluncuran dari darat, laut, dan udara).
Baca juga: Di Aula PBB yang Sepi, Netanyahu Berpidato Menentang Pengakuan Palestina
Sanksi PBB terhadap Iran dicabut lewat kesepakatan nuklir 2015, namun AS di bawah Donald Trump menarik diri pada 2018.
Hal ini mendorong Iran meningkatkan pengayaan hingga 60 persen—masih di bawah 90 persen yang diperlukan untuk membuat bom—dan Iran bersikeras tidak akan membuat senjata pemusnah massal.
7. Klaim: Israel berhasil membunuh komandan militer dan ilmuwan nuklir Iran.
Fakta: Israel memang membunuh puluhan tokoh militer dan ilmuwan nuklir Iran.
Namun, otoritas Iran menegaskan hal itu tidak menghentikan program mereka.
Sebagian sistem pertahanan udara Iran masih berfungsi, lainnya telah diperbaiki atau diganti.
Iran juga mengancam akan melancarkan lebih banyak serangan balasan jika diserang Israel.
8. Klaim: Israel telah membunuh separuh pimpinan Houthi, Hamas, dan Hizbullah, menghancurkan persenjataan mantan pemimpin Suriah Bashar al-Assad di Suriah, dan menghalau milisi Syiah di Irak.
Fakta: Israel memang menewaskan perdana menteri Houthi dan sejumlah pejabatnya bulan lalu, namun komando militer Houthi tetap utuh.
Kelompok tersebut, terus menyerang Israel dengan drone dan rudal.
Israel juga menewaskan sejumlah pemimpin senior Hamas, termasuk Yahya Sinwar dan Ismail Haniyeh, namun Hamas masih melawan pasukan darat Israel di Gaza.
Di Lebanon, meski Israel menewaskan banyak pimpinan Hizbullah, termasuk Hassan Nasrallah, kelompok itu tetap berkomitmen melawan Israel.
Di Suriah, setelah runtuhnya dinasti Assad, Israel menghancurkan banyak aset militer dan terus menduduki Dataran Tinggi Golan serta wilayah selatan Damaskus dengan dalih keamanan nasional.
Netanyahu Bawa-Bawa Nama 'Indonesia' dalam Pidatonya
Netanyahu juga sempat menyinggung Indonesia dalam pidatonya.
Saat membicarakan "kemenangan" Israel atas Hizbullah, Netanyahu berkata:
"Kemenangan kita akan mengarah pada perluasan dramatis Perjanjian Abraham yang bersejarah, yang ditengahi oleh Presiden Trump antara para pemimpin Arab dan saya sendiri lima tahun lalu," ungkap Netanyahu, dikutip dari The Times of Israel.
Baca juga: Ketua MPR: Pidato Presiden Prabowo Dapat Respons Positif dari Amerika, Israel, dan Dunia
"Saya mencatat, dan saya yakin Anda juga, kata-kata penyemangat yang diucapkan di sini oleh Presiden Indonesia."
"Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Ini juga merupakan pertanda akan apa yang akan terjadi."
"Para pemimpin Arab dan Muslim yang berpandangan ke depan tahu bahwa bekerja sama dengan Israel akan memberi mereka teknologi Israel yang inovatif, termasuk di bidang kedokteran dan sains, pertanian dan air, pertahanan dan kecerdasan buatan, dan banyak bidang lainnya."
Lantas "kata-kata penyemangat" apa yang dimaksud Netanyahu?
Dalam pidatonya, Netanyahu menyerukan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.
"Saya ingin menegaskan kembali dukungan penuh Indonesia terhadap Solusi Dua Negara di Palestina," ujar Prabowo dalam pidatonya dalam Bahasa Inggris.
"Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus mengakui dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel."
"Hanya dengan demikianlah kita dapat mencapai perdamaian sejati: perdamaian tanpa kebencian, perdamaian tanpa kecurigaan."
"Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara ini. Dua keturunan Abraham harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmoni."
"Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, semua agama. Kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dalam mewujudkan visi ini."
"Apakah ini mimpi? Mungkin. Namun inilah mimpi indah yang harus kita wujudkan bersama."
"Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang dimulai oleh para leluhur kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan."
Tentang Sidang Umum PBB
Setiap bulan September, para pemimpin dunia berkumpul di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York untuk berdebat dan mengesahkan resolusi terkait isu-isu global.
Mengutip Al Jazeera, Sidang Umum PBB (UNGA) dibuka setiap tahun pada hari Selasa kedua di bulan September.
Tahun ini, sidang dimulai pada 9 September, ditandai dengan pelantikan presiden sidang, pengesahan agenda, dan dimulainya pekerjaan pengorganisasian.
Setelah itu, para delegasi mengadakan pertemuan, membentuk komite, dan mempersiapkan diri untuk debat tingkat tinggi.
Debat Umum tingkat tinggi dimulai pada 23 September, menjadi agenda utama di mana para pemimpin dunia menyampaikan pidato di hadapan Majelis Umum PBB.
Setiap pidato direkam dan audio-nya diunggah ke situs resmi PBB.
Pernyataan biasanya dibatasi secara sukarela hingga 15 menit, meski banyak yang melampaui waktu tersebut.
Debat berlangsung dalam dua sesi harian:
- Sesi pagi: pukul 09.00–14.45 waktu setempat
- Sesi sore: pukul 15.00–21.00 setelah jeda makan siang singkat.
Pertemuan akan terus berlanjut hingga semua pembicara yang dijadwalkan selesai menyampaikan pidatonya.
Tahun ini, lebih dari 150 kepala negara dan pemerintahan dijadwalkan berpidato.
Semua negara anggota diundang untuk berbicara, dan sidang dibuka oleh Presiden Sidang Umum PBB, Annalena Baerbock, mantan Menteri Luar Negeri Jerman.
Secara tradisi, Brasil selalu menjadi negara pertama yang berbicara, sebuah kebiasaan yang dimulai pada 1955 ketika Brasil secara sukarela membuka debat.
Amerika Serikat, sebagai tuan rumah, biasanya berbicara setelahnya.
Untuk negara anggota lainnya, urutan bicara ditentukan berdasarkan tingkat perwakilan (kepala negara, kepala pemerintahan, atau menteri), preferensi yang diajukan, serta keseimbangan geografis.
Selain negara anggota, Takhta Suci (Kota Vatikan), Negara Palestina, dan Uni Eropa juga diundang untuk berpartisipasi, dengan slot bicara yang disesuaikan dengan tingkat perwakilannya.
Debat berlanjut hingga Sabtu, 27 September, dan dilanjutkan kembali pada Senin, 29 September, karena tidak ada sesi pada hari Minggu.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Sumber: TribunSolo.com
Konflik Palestina Vs Israel
AS Cabut Visa Presiden Kolombia Gara-gara Pidatonya di PBB Serang Donald Trump & Bela Palestina |
---|
Pidato Lengkap Netanyahu di PBB yang Ungkit Presiden Prabowo dan Donald Trump |
---|
Hamas Siap Akhiri Kekuasaan di Jalur Gaza: Kami Tidak Keberatan |
---|
Di Aula PBB yang Sepi, Netanyahu Berpidato Menentang Pengakuan Palestina |
---|
RI Komitmen Bantu Badan Kemanusiaan PBB untuk Palestina, Termasuk dari Dana Zakat |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.