Senin, 29 September 2025

Donald Trump Pimpin Amerika Serikat

5 Fakta Kenaikan Biaya Visa H-1B Trump, Negara-negara Ini Justru Ketiban Untung

Trump naikkan biaya visa H-1B jadi USD 100 ribu. Industri teknologi AS kelimpungan, negara lain justru incar pekerja ahli.

whitehouse.gov
KEBIJAKAN DONALD TRUMP - Foto ini diambil dari whitehouse.gov, pada Minggu (14/9/2025) menunjukkan Presiden Donald Trump menyampaikan pidato di KTT AI Gedung Putih di Auditorium Andrew W. Mellon di Washington, DC. Rangkuman fakta-fakta Trump naikkan biaya visa H-1B jadi USD 100 ribu. 

Visa H-1B sendiri pertama kali diperkenalkan pada 1990 di era Presiden George HW Bush dan menjadi jalur utama perusahaan teknologi merekrut tenaga kerja asing di bidang STEM (sains, teknologi, engineering, dan matematika).

BBC melaporkan, setiap tahun ada kuota 65.000 visa H-1B plus tambahan 20.000 visa untuk pekerja dengan gelar lanjutan.

2. Industri Teknologi AS Jadi Pihak Paling Terdampak

Perusahaan raksasa seperti Google, Amazon, Microsoft, Apple, dan Meta merupakan pengguna terbesar H-1B.

Menurut data USCIS (Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS), sekitar dua pertiga penerima visa H-1B bekerja di sektor teknologi.

Kenaikan biaya yang ekstrem membuat perusahaan harus berpikir ulang untuk mendatangkan talenta asing.

New York Times menulis, CEO-CEO top teknologi, termasuk Sundar Pichai (Alphabet), Satya Nadella (Microsoft), hingga Elon Musk (Tesla & SpaceX), pernah menjadi pemegang visa H-1B sebelum sukses di AS.

3. India dan Tiongkok Jadi Negara Paling Terdampak

Data resmi menunjukkan, 71 persen visa H-1B tahun lalu diberikan kepada pekerja asal India, disusul 11,7 persen kepada pekerja asal Tiongkok.

Kementerian Luar Negeri India mengatakan pihaknya sedang mengkaji dampak aturan baru, bahkan memperingatkan potensi "konsekuensi kemanusiaan" bagi keluarga pekerja migran.

Tiongkok juga bereaksi cepat dengan menyiapkan Visa K yang berlaku mulai 1 Oktober 2025 untuk menarik talenta STEM dari seluruh dunia.

4. Risiko Brain Drain dan Ekonomi AS Bisa Tertekan

Para pakar memperingatkan, kebijakan Trump dapat memicu brain drain, yakni hengkangnya tenaga ahli ke negara lain.

Al Jazeera melaporkan, biaya yang terlalu tinggi akan menyulitkan perusahaan mempertahankan pekerja asing berkeahlian tinggi.

Akibatnya, pertumbuhan ekonomi AS bisa melambat karena berkurangnya inovasi dan produktivitas yang selama ini ditopang oleh imigran terampil.

5. Negara Lain Mulai Ambil Peluang

Beberapa negara langsung melihat kesempatan emas dari kebijakan ini.

Financial Times menulis, beberapa negara mulai bergerak cepat melihat peluang dari kebijakan baru Trump ini.

  • Inggris Raya
    Perdana Menteri Keir Starmer dikabarkan tengah mengkaji penghapusan biaya visa bagi pekerja asing berkeahlian tinggi. Langkah ini menjadi bagian dari rencana “satuan tugas bakat global” untuk menarik ilmuwan, akademisi, dan pakar digital ke Inggris.
  • Tiongkok
    Beijing akan meluncurkan Visa K pada 1 Oktober 2025, yang memungkinkan pelamar di bidang STEM belajar dan bekerja di Tiongkok tanpa harus mendapatkan tawaran kerja terlebih dahulu.
  • Korea Selatan
    Kepala staf kepresidenan Kang Hoon-sik mengatakan pemerintah sedang mencari cara untuk menarik ilmuwan dan insinyur asing, terutama di bidang kecerdasan buatan (AI), guna mendukung pertumbuhan ekonomi berbasis teknologi.
  • Kanada
    Ottawa telah menurunkan ambang batas skor Sistem Peringkat Komprehensif (CRS) agar lebih banyak pekerja terampil bisa mengajukan permohonan tinggal tetap. Kanada juga berpeluang menghidupkan kembali program visa khusus bagi pemegang H-1B yang sempat populer pada 2023.

Dengan langkah ini, Amerika Serikat berpotensi kehilangan posisi sebagai magnet utama bagi tenaga kerja global.

 Apa Itu Visa H-1B?

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan