Ingat Lagi Pidato Soekarno di Sidang Umum PBB 1960, Perkenalkan Pancasila dan Seruan Anti Penjajahan
Kala itu Bung Karno berpidato dengan naskah panjang berjudul Membangun Dunia Kembali pada sidang umum ke-15 PBB di New York, 30 September 1960
Selanjutnya, sambil melepaskan pandangan saya kepada Majelis ini, hati saya diliputi dengan suatu kegirangan yang besar dan hebat. Dengan jelas tampak di mata saya menyingsingnya suatu hari yang baru, dan bahwa matahari kemerdekaan dan emansipasi, matahari yang sudah lama kita impikan, sudah terbit di Asia dan Afrika.
Sekarang, hari ini, saya berbicara di hadapan para pemimpin bangsa-bangsa dan para pembangun bangsa-bangsa. Namun, secara tidak langsung, saya juga berbicara kepada mereka yang tuan-tuan wakili, kepada mereka yang telah mengutus tuan-tuan kemari, kepada mereka yang telah mempercayakan hari depan mereka di tangan tuan-tuan. Saya sangat menginginkan agar kata-kata saya akan bergema juga di dalam hati mereka itu, di dalam hati nurani umat manusia, di dalam hati besar yang telah mencetuskan demikian banyak teriakan kegembiraan, demikian banyak jeritan penderitaan dan putus harapan, dan demikian banyak cinta kasih dan tawa.
Hari ini, Presiden Soekarno lah yang berbicara di hadapan tuan-tuan. Namun lebih dari itu, ia adalah seorang manusia, Soekarno, seorang Indonesia, seorang suami, seorang bapak, seorang anggota keluarga umat manusia. Saya berbicara kepada tuan-tuan atas nama rakyat saya, mereka yang 92 juta banyaknya di suatu nusantara yang jauh dan luas, 92 juta jiwa yang telah mengalami hidup penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, 92 juta jiwa yang telah membangun suatu negara di atas reruntuhan suatu Imperium.
Mereka itu, dan rakyat Asia dan Afrika, rakyat-rakyat benua Amerika dan benua Eropa serta rakyat benua Australia, sedang memperhatikan dan mendengarkan serta mengharap-harap. Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini bagi mereka merupakan suatu harapan akan masa depan dan suatu kemungkinan baik bagi zaman sekarang ini.

Keputusan untuk menghadiri Sidang Majelis Umum ini bukanlah merupakan suatu keputusan yang mudah bagi saya. Bangsa saya sendiri menghadapi banyak masalah, sedangkan waktu untuk memecahkan masalah-masalah itu selalu sangat terbatas. Akan tetapi sidang ini mungkin merupakan sidang Majelis yang terpenting yang pernah dilangsungkan dan kita semuanya mempunyai suatu tanggung jawab kepada dunia seluruhnya, di samping kepada bangsa-bangsa kita masing-masing.
Tak seorangpun di antara kita dapat menghindari tanggung jawab itu, dan pasti tak seorangpun ingin menghindarinya. Saya sangat yakin bahwa pemimpin-pemimpin dari negara-negara yang lebih muda dan negara-negara yang lahir kembali dapat memberikan sumbangannya yang sangat positif untuk pemecahan demikian banyak masalah-masalah yang dihadapi organisasi ini dan dunia pada umumnya. Memang, saya percaya bahwa orang akan mengatakan sekali lagi bahwa: "Dunia yang baru itu diminta untuk memperbaiki keseimbangan dunia yang lama".
Jelaslah bahwa pada dewasa ini segala masalah dunia kita saling berhubungan. Kolonialisme mempunyai hubungan dengan keamanan; keamanan mempunyai hubungan dengan persoalan perdamaian dan perlucutan senjata; perlucutan senjata berhubungan dengan perkembangan secara damai dari negara-negara yang belum maju. Ya, segala itu saling bersangkut-paut. Jika kita pada akhirnya berhasil memecahkan satu masalah, maka terbukalah jalan untuk penyelesaian masalah-masalah lainnya. Jika kita berhasil memecahkan, misalnya masalah perlucutan senjata, maka akan tersedialah dana-dana yang diperlukan untuk membantu bangsa-bangsa yang sangat memerlukan bantuan itu.
Akan tetapi, yang sangat diperlukan ialah bahwa masalah-masalah semuanya itu harus dipecahkan dengan penggunaan prinsip-prinsip yang telah disetujui. Setiap usaha untuk memecahkannya dengan mempergunakan kekerasan, atau dengan ancaman kekerasan, atau dengan pemilikan kekuasaan, tentu akan gagal, bahkan akan mengakibatkan masalah-masalah yang lebih buruk lagi. Dengan singkat, prinsip yang harus diikuti ialah prinsip persamaan kedaulatan bagi semua bangsa, hal mana tentunya tidak lain dan tidak bukan, merupakan penggunaan hak-hak asasi manusia dan hak-hak asasi nasional. Bagi semua bangsa-bangsa harus ada satu dasar, dan semua bangsa harus menerima dasar itu, demi perlindungan dirinya dan demi keselamatan umat manusia.
Bila saya boleh mengatakannya, kami dari Indonesia menaruh perhatian yang khusus sekali atas Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami mempunyai keinginan yang sangat khusus agar Organisasi ini berkembang dan berhasil baik. Karena tindakan-tindakannya, perjuangan untuk kemerdekaan dan kehidupan nasional kami sendiri telah dipersingkat. Dengan berkepercayaan penuh saya mengatakan, bahwa perjuangan kami, bagaimana pun juga, akan berhasil baik, namun tindakan-tindakan Perserikatan Bangsa-Bangsa itu telah mempersingkat perjuangan dan telah mencegah banyak pengorbanan dan penderitaan serta kehancuran, baik di pihak kami maupun di pihak lawan-lawan kami.
Apakah sebabnya saya percaya bahwa perjuangan kami akan berhasil baik, dengan atau tanpa kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa? Saya yakin akan hal itu karena dua sebab. Pertama, saya mengenal rakyat saya; saya mengetahui kehausan mereka yang tiada terhingga akan kemerdekaan nasional, dan saya mengetahui akan tekadnya. Kedua, saya yakin akan hal itu karena jalannya sejarah. Kita semua, di manapun di dunia ini, hidup di dalam zaman pembangunan bangsa-bangsa dan runtuhnya imperium-imperium. Inilah zaman bangkitnya bangsa-bangsa dan bergolaknya nasionalisme.
Menutup mata akan kenyataan ini adalah membuta terhadap sejarah, tidak mengindahkan takdir dan menolak kenyataan. Sekali lagi saya katakan, kita hidup di zaman pembangunan bangsa-bangsa.
Proses ini tidak dapat dielakkan dan merupakan sesuatu yang pasti; kadang-kadang lambat dan tidak dapat dielakkan, bagaikan lahar menuruni lereng sebuah gunung berapi di Indonesia; kadang-kadang cepat dan tidak terelakkan, bagaikan dobrakan air bah dari balik sebuah bendungan yang dibangun tidak sempurna. Lambat dan tak terelakkan, atau cepat dan tak terelakkan, kemenangan perjuangan nasional adalah suatu kepastian.
Bila perjalanan menuju ke kebebasan itu sudah selesai di seluruh dunia, maka dunia kita akan menjadi suatu tempat yang lebih baik; akan merupakan suatu tempat yang lebih bersih dan jauh lebih sehat. Kita tidak boleh berhenti berjuang pada saat ini, manakala kemenangan telah menampakkan diri, sebaliknya kita harus melipatgandakan usaha kita. Kita telah berjanji kepada masa depan dan janji itu harus dipenuhi. Dalam hal ini kita tidak hanya berjuang untuk kepentingan kita sendiri, melainkan kita berjuang untuk kepentingan umat manusia seluruhnya, ya, perjuangan kita bahkan untuk kepentingan mereka yang kita tentang.
Lima tahun yang lalu, 29 bangsa-bangsa Asia dan Afrika telah mengirimkan utusannya ke kota Bandung di Indonesia. Dua puluh sembilan bangsa Asia dan Afrika. Kini, berapakah jumlah bangsa yang merdeka di sana. Saya tidak akan menghitungnya, tetapi silahkan melihat di sekeliling Majelis ini sekarang! Dan katakanlah apakah saya benar, bila saya berkata, bahwa kinilah saatnya pembangunan bangsa, dan saat bangkitnya bangsa-bangsa. Kemarin Asia, dan itu merupakan suatu proses yang belum selesai. Kini Afrika, itupun merupakan suatu proses yang belum selesai.
Lagi pula, belum semua bangsa-bangsa Asia dan Afrika diwakili di sini. Organisasi bangsa-bangsa ini telah dilemahkan selama ia masih menolak perwakilan sesuatu bangsa, dan teristimewa suatu bangsa yang tua dan bijaksana serta kuat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.