Selasa, 7 Oktober 2025

Ingat Lagi Pidato Soekarno di Sidang Umum PBB 1960, Perkenalkan Pancasila dan Seruan Anti Penjajahan

Kala itu Bung Karno berpidato dengan naskah panjang berjudul Membangun Dunia Kembali pada sidang umum ke-15 PBB di New York, 30 September 1960

Arsip Nasional Republik Indonesia
SOEKARNO SIDANG PBB - Presiden pertama RI. Soekarno berpidato pada sidang umum ke-15 PBB di New Yprk pada 30 September 1960. Dalam pidatonya, Soekarno atau Bung Karno menyerukan anti-kolonialisme, anti-imperialisme dan penjajahan, mengenalkan dunia baru dan Pancasila. 

Saya maksudkan Tiongkok. Saya maksudkan yang sering disebut Tiongkok Komunis, yang bagi kami adalah satu-satunya Tiongkok yang sebenarnya. Organisasi bangsa-bangsa ini sangat dilemahkan, justru karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di dunia.

Setiap tahun kami menyokong diterimanya Tiongkok ke dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai anggota. Kami akan terus melakukannya. Kami tidak memberikan sokongan itu semata-mata karena kami mempunyai hubungan baik dengan negara tersebut. Dan pasti sokongan itu tidak kami berikan karena sesuatu alasan partisan. Tidak, pendirian kami mengenai persoalan ini dibimbing oleh realisme politik. Dengan secara picik mengecualikan sesuatu bangsa yang besar, bangsa agung dan kuat dalam arti jumlah, kebudayaan, ciri-ciri suatu peradaban kuno, suatu bangsa yang penuh dengan kekuatan dan daya ekonomi, dengan mengecualikan bangsa itu, kita lebih melemahkan organisasi internasional ini, dan dengan demikian, menjauhkannya dari kebutuhan dan cita-cita kita.

Kita bertekad untuk menjadikan Perserikatan Bangsa-Bangsa kuat dan universal serta mampu untuk memenuhi fungsinya yang layak. Itulah sebabnya, mengapa kami senantiasa memberikan sokongan atas ikut sertanya Tiongkok dalam lingkungan kita. Lagi pula, perlucutan senjata merupakan suatu keperluan yang mendesak dalam dunia ini. Persoalan yang terpenting dari semua masalah ini harus dirundingkan dan dipecahkan dalam rangka organisasi ini. Namun bagaimana dapat tercapai suatu persetujuan realistis mengenai perlucutan senjata, bila Tiongkok yang merupakan salah satu negara terkuat dalam dunia ini, tidak diikutsertakan dalam musyawarah-musyawarah ini?

Diwakilinya Tiongkok dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengikutsertakan negara itu dalam masalah dunia yang konstruktif dan dengan demikian akan betul-betul memperkuat lembaga ini.

Di tahun sembilan belas enam puluh ini, Majelis Umum kembali berkumpul dalam sidang tahunannya. Namun Majelis Umum ini janganlah hanya dianggap sebagai suatu sidang rutin lainnya, dan bila dianggap demikian, bila dianggap sebagai suatu sidang rutin, maka kemungkinan besar organisasi internasional seluruhnya ini akan terancam dengan kehancuran.

Camkanlah kata-kata saya, itulah permohonan saya! Janganlah memperlakukan masalah-masalah yang akan tuan-tuan perbincangkan sebagai masalah rutin. Bila diperlakukan demikian, maka organisasi ini, yang telah memberikan kita suatu harapan untuk masa depan, suatu kemungkinan baik akan adanya persesuaian internasional, mungkin akan pecah. Ia mungkin akan lenyap perlahan-lahan di bawah gelombang pertikaian, sebagaimana dialami oleh organisasi yang digantikannya. Bila hal itu terjadi maka umat manusia sebagai keseluruhan akan menderita, dan suatu impian yang agung, suatu cita-cita yang agung, akan hancur. Ingatlah: bukanlah hanya kata-kata yang tuan-tuan hadapi. Bukanlah pion-pion di atas papan catur yang tuan-tuan hadapi. Yang tuan-tuan hadapi adalah manusia, impian-impian manusia, cita-cita manusia, dan hari depan semua manusia.

Dengan segala kesungguhan, saya katakan: kami bangsa-bangsa yang baru merdeka bermaksud berjuang untuk kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kami bermaksud memperjuangkan suksesnya dan menjadikannya efektif. Badan itu dapat dijadikan efektif, dan akan dijadikan efektif, hanya bila anggota-anggota seluruhnya mengakui tiada terelakkannya jalan sejarah. Badan itu hanya dapat menjadi efektif, bila badan tersebut mengikuti jalannya sejarah, dan tidak mencoba untuk membendung atau mengalihkan ataupun menghambat jalannya itu.

Telah saya katakan, bahwa inilah saat pembangunan bangsa-bangsa dan runtuhnya imperium-imperium. Itulah kebenaran yang sesungguhnya. Berapa banyaknya bangsa-bangsa yang telah memperoleh kemerdekaannya sejak terciptanya Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa? Berapa banyaknya bangsa-bangsa telah melemparkan rantai penindasan yang membelenggunya? Berapa banyaknya imperium-imperium yang dibangun atas penindasan manusia telah hancur-lebur? Kami yang tadinya tiada bersuara, tidak membisu lagi. Kami yang tadinya membisu di alam kesengsaraan imperialisme, tidak membisu lagi. Kami yang perjuangan hidupnya tertutup di bawah selubung kolonialisme, tidak tersembunyikan lagi.

Sejak hari bersejarah di tahun sembilan belas empat puluh lima dunia telah berubah, dan dia telah berubah ke arah perbaikan. Dari zaman pembangunan bangsa-bangsa ini telah muncul kemungkinan – ya, keharusan – akan suatu dunia yang bebas dari ketakutan, bebas dari kekurangan, bebas dari penindasan-penindasan nasional. Kini, saat ini juga, di Majelis Umum ini, kita dapat mempersiapkan diri untuk menempatkan diri kita di dunia masa depan itu, dunia yang telah kita pikirkan dan impikan serta bayangkan.

Hal itu dapat kita lakukan, tetapi hanya bila kita tidak memperlakukan sidang ini sebagai suatu sidang rutin. Kita harus mengakui, bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa menghadapi suatu penimbunan masalah-masalah, masing-masing mendesak, masing-masing mengandung kemungkinan ancaman terhadap perdamaian dan kemajuan secara damai.

Kita bertekad, bahwa nasib dunia, dunia kita, tidak akan ditentukan tanpa kita. Nasib itu akan ditentukan dengan ikut serta dan kerjasama kita. Keputusan-keputusan yang penting bagi perdamaian dan masa depan dunia dapat ditentukan di sini dan sekarang ini juga. Di sini berkumpul kepala-kepala Negara dan kepala-kepala Pemerintahan. Itulah rangka organisasi kita. Saya sangat mengharapkan agar soal-soal protokol yang kaku serta perasaan sakit hati yang picik, – perasaan-perasaan perorangan maupun nasional, – tidak akan menghalangi dipergunakannya kesempatan ini sebaik-baiknya. Kesempatan seperti ini tak akan sering ada. Hal itu harus dipergunakan sebaik-baiknya. Kita pada saat ini mempunyai kesempatan unik untuk menggabungkan diplomasi perseorangan dengan diplomasi umum. Marilah kita pergunakan kesempatan itu. Kesempatan itu mungkin tak akan kembali lagi!

Saya menyadari sedalam-dalamnya bahwa hadirnya demikian banyak Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, menjauhi harapan berjuta-juta orang. Mereka itu dapat mengambil keputusan-keputusan yang vital untuk menentukan wajah baru bagi dunia kita ini, dengan sendirinya juga wajah baru Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Layaklah pada saat ini untuk mempertimbangkan kedudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam hubungan dengan zaman pembangunan bangsa dan bangkitnya bangsa-bangsa baru ini.

Ini saya kemukakan: bagi suatu bangsa yang baru lahir atau suatu bangsa yang baru lahir kembali, milik yang paling berharga adalah kemerdekaan dan kedaulatan.

Mungkin – saya tidak tahu, tapi mungkin – bahwa rasa untuk memegang teguh permata kedaulatan dan kemerdekaan yang berharga ini, hanya terdapat di lingkungan bangsa-bangsa yang baru bangkit kembali. Mungkin setelah berlalunya beberapa generasi, perasaan kebanggaan dan tercapainya cita-cita itu menjadi pudar. Mungkin demikian, tetapi saya rasa tidak.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved