Konflik Palestina Vs Israel
Tantang Embargo Dunia, Netanyahu Minta Rakyat Mandiri, Pede Bangun Israel Jadi Negara Swasembada
Netanyahu minta rakyat bertransformasi jadi “super-Sparta” agar Israel kuat secara militer serta mandiri secara ekonomi ditengah ramainya embargo
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara terbuka mengakui bahwa Israel kini menghadapi isolasi internasional yang semakin mendalam di tengah perang berkepanjangan di Gaza.
Dalam pidatonya di konferensi akuntan jenderal Kementerian Keuangan di Yerusalem, ia menyebut bahwa banyak negara menekan Israel lewat embargo ekonomi, pembatasan kerja sama militer, hingga isolasi politik.
Kondisi ini membuat Netanyahu merasa bahwa Israel tidak lagi bisa sepenuhnya bergantung pada dukungan luar negeri seperti sebelumnya.
Oleh karena itu pemimpin negara zionis ini meminta rakyat Israel bertransformasi menjadi “super-Sparta”.
Konsep “super-Sparta” yang ia lontarkan merujuk pada negara kecil yang keras, tangguh, dan sangat mandiri, mirip dengan kisah negara-kota Sparta di Yunani Kuno.
Artinya, Israel tidak boleh lagi mengandalkan impor atau bantuan luar negeri, tetapi harus mengubah dirinya menjadi negara yang kuat secara militer, mandiri secara ekonomi, dan solid secara sosial.
“Israel berada dalam semacam isolasi,” kata Netanyahu.
“Kita akan semakin perlu beradaptasi dengan ekonomi yang bercirikan autarki. Saya tidak suka istilah itu, tapi kita mungkin akan masuk ke situasi di mana industri persenjataan kita terhambat. Karena itu, kita perlu membangun kemampuan produksi senjata di dalam negeri, bukan hanya riset dan pengembangan.” imbuhnya.
Komentar Netanyahu muncul saat Uni Eropa menyerukan embargo senjata dan sanksi ekonomi terhadap Israel menyusul operasi militer di Gaza.
Tekanan ini memperkuat tudingan oposisi bahwa kebijakan Netanyahu justru menyeret Israel ke arah isolasi diplomatik.
Menciptakan risiko ganda yakni embargo senjata yang akan melemahkan kemampuan pertahanan Israel, dan sanksi ekonomi global yang bisa mengguncang perekonomian nasional.
Baca juga: Mesir Kerahkan Rudal HQ-9B China di Sinai, Tingkatkan Kekhawatiran Israel
Perintah Netanyahu Guncang Ekonomi Negara
Namun ditengah gencarnya seruannya agar rakyat Israel siap hidup mandiri di tengah ancaman embargo internasional, justru hal ini disambut dengan reaksi keras dari oposisi hingga kalangan industri.
Dampak instan terlihat di pasar keuangan. Bursa saham Tel Aviv langsung anjlok dua persen hanya beberapa jam setelah pidatonya disiarkan.
Gejolak ini mencerminkan ketidakpastian investor terhadap masa depan ekonomi Israel yang kian tertekan oleh isolasi diplomatik.
Di ranah politik, oposisi menuding Netanyahu sebagai penyebab utama keterpurukan.
Pemimpin oposisi Yair Lapid menegaskan bahwa isolasi bukanlah takdir, melainkan “produk dari kebijakan yang gagal oleh Netanyahu.”
Senada, Yair Golan menuding sang perdana menteri sengaja memelihara perang hanya demi melanggengkan kekuasaan.
Kritik paling keras justru datang dari dunia industri. Ron Tomer, Presiden Asosiasi Produsen Israel, menilai visi autarki Netanyahu sebagai “bencana ekonomi” yang berpotensi menurunkan kualitas hidup masyarakat.
Forum Teknologi Tinggi bahkan menyindir pedas dengan mengatakan, “Apakah ini visi perdana menteri, kita kembali menjadi penjual jeruk?”.
Sindiran ini menggambarkan kekhawatiran kalangan bisnis bahwa arah kebijakan Netanyahu bisa membuat Israel mundur jauh dari statusnya sebagai negara teknologi tinggi.
Menanggapi keresahan pasar, Netanyahu mencoba meredakan ketegangan dengan menekankan bahwa fundamental ekonomi Israel tetap kuat.
Ia menyebut nilai shekel masih menguat, defisit menyusut meski perang, dan investasi asing di bidang penelitian dan pengembangan (R&D) menempatkan Israel di posisi kedua dunia setelah Amerika Serikat.
Namun, oposisi menolak optimisme tersebut. Bagi mereka, apa yang disampaikan Netanyahu hanyalah “retorika kosong” yang gagal menutupi kenyataan bahwa Israel kini menghadapi keterpurukan diplomatik dan risiko isolasi jangka panjang.
Pada akhirnya, pidato Netanyahu bukan hanya soal seruan kemandirian, tetapi juga pemicu perdebatan besar tentang arah masa depan Israel.
Para analis kini mempertanyakan, apakah bangsa itu benar-benar siap membangun ketahanan ala “super-Sparta”, atau justru akan semakin terpuruk akibat kebijakan yang membawa mereka ke dalam isolasi internasional.
(Tribunnews.com / Namira)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.