Aksi Block Everything Guncang Prancis, 200 Ribu Orang Turun ke Jalan Tuntut Macron Mundur
Gerakan Block Everything membuat 200 ribu warga Prancis turun ke jalan, desak Macron mundur dan tolak pemotongan anggaran.
TRIBUNNEWS.COM - Gelombang protes besar mengguncang Prancis pada Rabu (10/9/2025).
Gerakan akar rumput Bloquons Tout atau Block Everything menggalang aksi massa untuk menentang kebijakan Presiden Emmanuel Macron sekaligus menuntutnya mundur dari jabatan.
Kementerian Dalam Negeri Prancis melaporkan sekitar 200.000 orang ikut serta dalam aksi ini.
Sementara serikat buruh CGT (Confédération Générale du Travail) mengklaim jumlahnya mencapai 250.000.
CGT (Confédération Générale du Travail) adalah salah satu serikat buruh terbesar dan tertua di Prancis, didirikan pada tahun 1895.
CGT berperan penting dalam sejarah gerakan buruh Prancis dan dikenal sebagai organisasi yang berhaluan kiri, dengan akar kuat dalam sindikalisme dan sosialisme
Polisi menangkap sedikitnya 473 demonstran di seluruh negeri, termasuk lebih dari 200 di Paris.
Sekitar 13 anggota pasukan keamanan mengalami luka ringan.
Le Monde melaporkan bahwa pemerintah mengerahkan 80.000 polisi untuk mengendalikan situasi.
Protes yang berlangsung sehari setelah pelantikan Perdana Menteri baru Sébastien Lecornu itu berlangsung di Paris, Marseille, Bordeaux, Lyon, hingga Montpellier.
Sébastien Lecornu lahir pada 11 Juni 1986 di Eaubonne, Val-d’Oise, Prancis.
Ia dikenal sebagai politisi muda yang tangguh, loyal, dan berpengalaman dalam menghadapi krisis.
Baca juga: PM Prancis Francois Bayrou Digulingkan, Presiden Macron Cari Penggantinya
Para pengunjuk rasa memblokir jalan, membakar tempat sampah, hingga mencoba melumpuhkan transportasi publik.
Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa, sementara sejumlah sekolah dan jalan utama ditutup.
BBC melaporkan, protes ini menjadi ujian pertama bagi Lecornu yang ditunjuk Macron setelah pendahulunya François Bayrou mundur akibat mosi tidak percaya terkait usulan pemotongan anggaran €44 miliar.
Para demonstran menilai Macron mengabaikan suara rakyat dengan menunjuk loyalisnya sebagai perdana menteri.
“Rasanya seperti memberi kami jari tengah,” kata Pierrick, seorang guru, kepada Euronews.
Seorang mahasiswa bernama Marie menambahkan,
“Kami di sini untuk menunjukkan kepada Macron bahwa kami sudah selesai dengan semua ini. Dia tidak bisa terus mengabaikan rakyat.”
Gerakan Block Everything disebut sebagai protes tanpa pemimpin yang tumbuh pesat di media sosial, dengan tuntutan mulai dari penolakan pemotongan anggaran hingga kritik terhadap ketimpangan ekonomi.
Ipsos mencatat 46 persen warga Prancis mendukung gerakan ini, termasuk sebagian pemilih sayap kanan National Rally.
ABC News melaporkan, protes kali ini mengingatkan pada gerakan Rompi Kuning 2018, meski skalanya dinilai belum sebesar saat itu.
Baca juga: Prancis Bergolak, Macron Diserbu Demo Usai Lantik PM Baru Sebastien Lecornu
Gerakan Rompi Kuning (Gilets Jaunes) di Prancis pada tahun 2018 adalah salah satu aksi protes sosial terbesar dalam sejarah modern negara tersebut.
Gerakan ini dimulai pada 17 November 2018, sebagai reaksi terhadap rencana pemerintah menaikkan pajak bahan bakar yang dianggap memberatkan masyarakat kelas menengah dan pekerja, terutama di daerah pedesaan
Meski begitu, aksi ini memperlihatkan kemarahan yang meluas terhadap kelas politik Prancis dan memperumit upaya Macron membangun stabilitas politik di tengah krisis pemerintahan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.