Krisis Thailand
Pengadilan Thailand Putuskan Thaksin Shinawatra Jalani Hukuman Penjara Satu Tahun
MA Thailand memerintahkan mantan PM Thaksin Shinawatra menjalani satu tahun penjara, menghitung masa tinggalnya di rumah sakit.
Penulis:
Andari Wulan Nugrahani
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
Putusan ini menjadi pukulan politik bagi keluarga Shinawatra setelah putrinya, Paetongtarn Shinawatra, dipecat sebagai perdana menteri 11 hari lalu.
Pemerintahan Paetongtarn runtuh pada 5 September, digantikan oleh Anutin Charnvirakul dari partai pesaing, dalam kekalahan memalukan bagi partai Pheu Thai.
Seorang sekutu politik Thaksin, Kokaew Pikulthong, menyatakan mantan PM itu tetap siap menghadapi situasi apa pun.
Sementara putrinya mengkritik putusan tersebut, mengingat Thaksin telah berbuat baik untuk negara dan menyoroti kekhawatiran kesehatan ayahnya, Reuters melaporkan.
Kasus ini menambah daftar panjang masalah hukum yang menimpa Thaksin sejak mengakhiri masa jabatannya sebagai perdana menteri pada 2006 dan 2014 akibat kudeta militer.
Kudeta Militer Thailand: Dua Titik Balik Politik Thaksin
Thailand memiliki sejarah panjang intervensi militer dalam politik, dengan lebih dari 30 upaya kudeta sejak Revolusi Siam 1932.
Dilansir Wikipedia, dua kudeta besar yang paling berdampak terjadi pada tahun 2006 dan 2014, keduanya terkait erat dengan keluarga Shinawatra.
Kudeta pertama terjadi pada 19 September 2006, saat Perdana Menteri Thaksin Shinawatra sedang menghadiri sidang PBB di New York.
Militer Thailand, yang dipimpin oleh Jenderal Sonthi Boonyaratglin, mengambil alih kekuasaan tanpa pertumpahan darah.
Alasan utama kudeta adalah tuduhan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan konflik kepentingan dalam pemerintahan Thaksin.
Setelah kudeta, konstitusi dibekukan dan pemerintahan sementara dibentuk oleh militer.
Baca juga: Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra Dipenjara 1 Tahun, Pada 2023 Tak Jalani Hukuman dengan Benar
Thaksin pun mengasingkan diri ke luar negeri dan tidak kembali ke Thailand selama bertahun-tahun.
Delapan tahun kemudian, kudeta kedua dilancarkan pada 22 Mei 2014 oleh Jenderal Prayuth Chan-ocha, Panglima Angkatan Bersenjata Thailand.
Kudeta ini menyusul krisis politik berkepanjangan dan demonstrasi besar-besaran yang menuntut pengunduran diri Perdana Menteri Yingluck Shinawatra, adik Thaksin.
Militer menyatakan keadaan darurat, menyebar pasukan ke titik-titik vital, dan membubarkan parlemen.
Prayuth kemudian menunjuk dirinya sebagai Perdana Menteri sementara dan memimpin pemerintahan militer selama bertahun-tahun.
Kedua kudeta ini menunjukkan bagaimana militer tetap menjadi aktor dominan dalam politik Thailand, terutama saat konflik sipil memuncak dan stabilitas nasional dipertaruhkan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.