Gempa di Afghanistan
Update Gempa Afghanistan Tembus 1.400 Korban Jiwa, Taliban Minta Bantuan
Gempa bumi berkekuatan 6,0 skala Richter yang mengguncang Afghanistan timur telah menewaskan lebih dari 1.400 orang, Taliban minta bantuan
TRIBUNNEWS.COM - Gempa bumi berkekuatan 6,0 skala Richter yang mengguncang Afghanistan timur pada Minggu (31/8/2025) waktu setempat, telah menewaskan lebih dari 1.400 orang dan melukai sekitar 3.000 lainnya.
Hal ini berdasarkan pernyataan Zabihullah Mujahid, juru bicara pemerintah Taliban, melalui platform media sosial X pada Selasa (2/9/2025).
Gempa ini menghancurkan desa-desa di wilayah pegunungan terpencil, mempersulit upaya penyelamatan yang kini berpacu dengan waktu.
Adapun gempa ini melanda beberapa provinsi di Afghanistan timur, meratakan rumah-rumah tradisional yang sebagian besar terbuat dari bata lumpur dan kayu.
Struktur bangunan yang rapuh ini tak mampu menahan guncangan, menyebabkan banyak warga tertimbun reruntuhan.
Medan yang sulit di wilayah pegunungan menghambat tim penyelamat untuk mencapai lokasi bencana.
Seorang pejabat PBB memperingatkan bahwa jumlah korban kemungkinan akan meningkat drastis seiring berjalannya waktu, mengingat skala kerusakan dan keterbatasan akses.
Indrika Ratwatte, Koordinator Tetap PBB untuk Afghanistan, menyoroti kondisi krisis yang terus melanda negara ini.
"Rakyat Afghanistan telah menghadapi berbagai guncangan dan krisis yang menguras ketahanan mereka," ujarnya, dikutip dari The Korea Times.
Ia menyerukan bantuan segera dari komunitas internasional, menyebut situasi ini sebagai "keputusan antara hidup dan mati" dalam upaya menyelamatkan korban yang masih terperangkap.
Gempa ini menjadi bencana besar ketiga sejak Taliban berkuasa pada 2021.
Baca juga: Daftar Gempa Mematikan di Afghanistan Sejak 2015, Gempa Terbaru Menewaskan Setidaknya 800 Orang
Afghanistan tengah bergulat dengan pemotongan dana bantuan internasional, ekonomi yang melemah, dan gelombang pengungsi yang dipulangkan dari Iran dan Pakistan.
Kepadatan penduduk yang relatif rendah di wilayah terdampak tidak mengurangi dampak tragis, terutama karena gempa terjadi saat warga sedang tidur, menyebabkan atap rumah runtuh dan menimpa penghuni.
Respons Taliban dan Kendala Bantuan
Pemerintah Taliban, yang hanya diakui secara resmi oleh Rusia, telah meminta bantuan dari pemerintah asing dan organisasi kemanusiaan.
Namun, upaya bantuan terhambat oleh krisis global dan penurunan anggaran dari negara-negara donor.
Kebijakan restriktif Taliban, seperti larangan perempuan bekerja di lembaga swadaya masyarakat, turut mempersulit distribusi bantuan.
Awal 2025, Amerika Serikat memangkas dana bantuan untuk Afghanistan, khawatir dana tersebut disalahgunakan oleh pemerintah Taliban.
Kate Carey, wakil kepala Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan di Afghanistan, melaporkan bahwa lebih dari 420 fasilitas kesehatan telah ditutup atau ditangguhkan akibat kekurangan dana, dengan 80 di antaranya berada di wilayah timur yang terdampak gempa.
"Fasilitas kesehatan yang tersisa kewalahan, kekurangan pasokan dan tenaga medis, serta terlalu jauh dari wilayah terdampak untuk memberikan perawatan trauma darurat dalam 24 hingga 72 jam pertama," ungkap Carey.
Kondisi ini memperburuk peluang penyelamatan korban yang membutuhkan perawatan segera.
Ratwatte memperingatkan bahwa kerusakan rumah-rumah bata lumpur dan kayu menyebabkan banyak korban tertimpa reruntuhan, meningkatkan risiko cedera parah atau kematian.
Ia menegaskan bahwa berdasarkan pengalaman bencana sebelumnya, jumlah korban diperkirakan akan melonjak secara eksponensial tanpa respons cepat.
Komunitas internasional didesak untuk segera bertindak guna mendukung upaya penyelamatan dan pemulihan di Afghanistan, yang kini menghadapi salah satu bencana terburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Daftar Gempa Guncang Afghanistan
Karena dikelilingi pegunungan, Afghanistan sangat rentan terhadap gempa bumi.
Negara ini terletak di dekat titik pertemuan lempeng tektonik India dan Eurasia, yang merupakan zona seismik sangat aktif.
Mengutip Al Jazeera, berikut daftar gempa bumi paling mematikan yang mengguncang Afghanistan selama dekade terakhir:
1. 26 Oktober 2015
Gempa bermagnitudo 7,5 melanda dekat wilayah Hindu Kush di Afghanistan timur laut.
Menurut Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC), 117 orang tewas.
IFRC, mengutip Otoritas Manajemen Bencana Nasional Pakistan, juga melaporkan 272 orang tewas di Pakistan.
Getarannya terasa hingga beberapa negara lain.

2. 17 Januari 2022
Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), gempa dangkal berkekuatan M 5,3 melanda Distrik Qadis, Provinsi Badghis, Afghanistan barat.
Setidaknya 26 orang tewas.
3. 22 Juni 2022
Gempa berkekuatan M 6,1 mengguncang provinsi Paktika, Paktia, Khost, dan Nangarhar di Afghanistan timur.
Bencana ini menewaskan lebih dari 1.000 orang dan menyebabkan banyak rumah runtuh.
Baca juga: 812 Orang Tewas dan 2.800 Terluka Akibat Gempa, Taliban Afghanistan Minta Bantuan
4. September 2022
Dua gempa bumi berkekuatan M 5,1 dan M 4,6 mengguncang Provinsi Kunar dan Nangarhar di timur laut Afghanistan.
Setidaknya delapan orang tewas.
5. 21 Maret 2023
Gempa bermagnitudo 6,5 mengguncang Provinsi Badakhshan di timur laut Afghanistan, dekat perbatasan dengan Provinsi Khyber Pakhtunkhwa, Pakistan.
Setidaknya 13 orang tewas.
6. Oktober 2023
Tiga gempa bumi mengguncang Provinsi Herat pada Oktober 2023, menjadikannya salah satu bencana alam paling mematikan di Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir.
7 Oktober: Gempa M 6,3 mengguncang Herat.
11 Oktober: Gempa M 6,3 kembali terjadi.
15 Oktober: Gempa M 6,4 tercatat di wilayah yang sama.
Menurut Palang Merah Inggris, sedikitnya 2.445 orang tewas akibat rentetan gempa ini.
7. 31 Agustus 2025
Gempa berkekuatan M 6,0 mengguncang Provinsi Kunar dan Nangarhar di bagian timur Afghanistan sekitar tengah malam pada Minggu (31/8/2025) waktu setempat.
Hingga berita ini ditulis, korban tewas mencapai lebih dari 800 orang dan ribuan lainnya terluka.
Operasi penyelamatan masih berlangsung karena gempa bumi menghancurkan sejumlah desa, kata Sharafat Zaman, juru bicara Kementerian Kesehatan.
Dilansir The Guardian, tim penyelamat kesulitan menjangkau daerah-daerah terpencil karena medan pegunungan yang berat dan cuaca buruk.
Kerusakan terparah terjadi di Provinsi Kunar, yang berbatasan langsung dengan Pakistan.
Bencana ini semakin membebani sumber daya pemerintahan Taliban di negara yang sudah dilanda perang, terlebih saat Afghanistan tengah menghadapi penurunan tajam bantuan asing dan deportasi ratusan ribu warganya oleh negara-negara tetangga.
Krisis di Afghanistan

Mengutip laporan Human Rights Watch 2025, situasi di Afghanistan semakin memburuk pada 2024 setelah otoritas Taliban meningkatkan tindakan keras terhadap hak asasi manusia, terutama perempuan dan anak perempuan.
Baca juga: 10 Negara Jalin Hubungan Baik dengan Taliban, Terbaru Rusia Bangsa Pertama Akui Pemerintahan
Taliban merupakan gerakan politik dan militer yang berakar pada kelompok Islam garis keras.
Afghanistan masih menjadi satu-satunya negara di dunia yang melarang anak perempuan dan perempuan mengenyam pendidikan menengah dan universitas.
Selain itu, mereka juga menghadapi hambatan signifikan dalam pekerjaan, kebebasan bergerak, berkumpul, dan berbicara.
Taliban juga menahan jurnalis dan kritikus, serta memberlakukan pembatasan ketat terhadap media.
Krisis ekonomi Afghanistan menyebabkan 23 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, dengan perempuan dan anak perempuan terdampak secara tidak proporsional.
Hak-Hak Perempuan dan Anak Perempuan
Dekrit Taliban melanggar hak perempuan dan anak perempuan atas pendidikan, pekerjaan, kebebasan bergerak, dan berekspresi.
Taliban mencabut perlindungan terhadap korban kekerasan berbasis gender, membatasi akses perempuan terhadap layanan kesehatan, serta melarang mereka berolahraga atau mengunjungi taman.
Selain itu, Taliban memberlakukan peraturan jilbab dan mahram (wali laki-laki) yang ketat, sehingga perempuan sulit bepergian, bekerja, atau berobat.
Taliban juga mengeluarkan undang-undang tentang promosi kebajikan dan pencegahan keburukan yang melarang perempuan bepergian atau menggunakan transportasi umum tanpa wali laki-laki.
Perempuan dan anak perempuan diwajibkan menutupi wajah di depan umum, dilarang bernyanyi, dan tidak boleh membiarkan suara mereka terdengar di luar rumah.
Krisis Ekonomi dan Kemanusiaan
Lebih dari setengah penduduk Afghanistan—sekitar 23,7 juta jiwa—membutuhkan bantuan kemanusiaan mendesak pada tahun 2024.
12,4 juta orang menghadapi kerawanan pangan dan 2,9 juta orang berada dalam kondisi darurat kelaparan.
Hingga November 2024, Rencana Kebutuhan dan Respons Kemanusiaan PBB hanya menerima 31 persen dari total dana yang dibutuhkan, menyebabkan banyak program kemanusiaan terpaksa ditutup.
Hilangnya bantuan asing memperburuk kondisi layanan kesehatan Afghanistan dan meningkatkan risiko malnutrisi serta penyakit akibat perawatan medis yang tidak memadai.
Baca juga: Rusia Akui Emirat Islam Afghanistan di Bawah Taliban, Jadi Negara Pertama yang Jalin Hubungan
Pelanggaran HAM: Penangkapan, Penyiksaan, dan Eksekusi
Dalam dua laporan yang mencakup kuartal pertama dan kedua 2024, Misi Bantuan PBB di Afghanistan (UNAMA) mendokumentasikan 98 kasus penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, 20 kasus penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap mantan pejabat pemerintah dan personel keamanan, dan 9 anggota pasukan keamanan mantan pemerintah tewas.
UNAMA juga menerima laporan bahwa warga Afghanistan yang dipaksa kembali dari Pakistan mengalami penyiksaan, perlakuan buruk, dan kekerasan lainnya.
Taliban juga melakukan hukuman fisik, termasuk cambuk di depan umum terhadap 147 pria, 28 perempuan, dan 4 anak laki-laki.
Kaum LGBT di Afghanistan menghadapi penganiayaan berat dan perlakuan kejam yang dapat dikategorikan sebagai tindakan penyiksaan.
Serangan terhadap Media dan Masyarakat Sipil
Taliban terus membatasi kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
Mereka menahan serta menyiksa jurnalis dan kritikus pemerintah.
Pada September 2024, Taliban melarang siaran langsung program politik, membatasi wawancara hanya kepada individu yang telah disetujui sebelumnya, dan melarang kritik terhadap kelompok mereka.
Pengungsi Afghanistan
Lebih dari 665.000 pengungsi Afghanistan di Pakistan dipaksa kembali ke negaranya setelah Pakistan melancarkan kampanye intimidasi, penangkapan, dan deportasi pada akhir 2023 yang menargetkan "warga negara asing ilegal".
Banyak di antara mereka sudah tinggal di Pakistan selama puluhan tahun atau bahkan lahir di sana.
Setibanya di Afghanistan, mereka menghadapi krisis ekonomi, keterbatasan perumahan, dan minimnya akses pendidikan.
Serangan terhadap Warga Sipil
Negara Islam Provinsi Khorasan (ISKP), afiliasi ISIS, melancarkan serangan terhadap minoritas etnis dan agama, terutama komunitas Hazara.
ISKP juga menargetkan Taliban dan melancarkan aksi yang melukai serta menewaskan warga sipil.
Pada 18 Mei 2025, ISKP mengeluarkan pernyataan ancaman terhadap LSM, media, dan lembaga bantuan asing.
Taliban Meminta Bantuan Internasional

Atas bencana ini, Taliban meminta bantuan dunia karena pemerintah menghadapi tugas berat menangani bencana besar di tengah pemotongan dana internasional.
“Dukungan dari komunitas internasional dipandang penting,” kata Abdul Rahman Habib, juru bicara Kementerian Perekonomian, mengutip Al Jazeera.
Filippo Grandi, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, mengatakan gempa bumi telah memperparah tantangan kemanusiaan yang ada di Afghanistan, dan mendesak para donor internasional untuk mendukung upaya bantuan.
“Situasi ini menambah kematian dan kehancuran di antara tantangan lain, termasuk kekeringan dan pemulangan paksa jutaan warga Afghanistan dari negara-negara tetangga,” tulis Grandi di X.
“Semoga, komunitas donor tidak ragu untuk mendukung upaya bantuan.”
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Tiara Shelavie)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.